“Jangan menghinaku lagi. Katakan pada tuanmu yang bisu itu, tak perlu berbisik di depanku seperti perempuan yang sedang bergunjing, sesama lelaki bersikaplah lebih ksatria. Dari tadi aku tak sedikitpun mendengar suara tuanmu itu. Ataukah tuanmu itu benar-benar bisu? Ayolah, turunlah, tak perlu sungkan, aku sangat menunggu pertemuan ini. Jika pun aku mati di tangannya, aku tak menyesal.”
“Tuan Zhao, kami telah mengusai gerbang ini…tak ada gunanya kamu merebutnya dengan seorang diri.” Ucap Jubah hijau itu dengan lantang. Jubahnya berkibaran,halus begitu pula dengan rambutnya yang panjang, angin meniupnya. Dari jauh saja terlihat rupanya begitu tampan dan bahkan mirip dengan seorang perempuan hanya saja dalam versi laki-laki. Dia serupa paras para anak bangsawan yang biasa bergerombol di sekolah istana dan di kedai-kedai arak, menyombongkan diri mereka.
“Aku tak heran kalian menguasainya, dengan cara menipu dan membagi pasukan kalian mengalihkan perhatian kami dari tempat ini.” Suara Zhao Juren terdengar serak, sudut-sudut matanya agak merah.
“Dalam perang, strategi bukanlah penipuan.” Sahut si jubah hijau dengan suara yang berat, dia sama sekali tak menunjukkan rasa takut. Kepalanya tegak seolah kehadiran sosok di sampingnya membuat dirinya percaya diri nyawanya akan baik-baik saja meski berhadapan dengan orang sekelas Zhao Juren, panglima perang yang sangat di takuti dari Yanzhi itu.
Tapi, sekarang dia benar-benar melihat Zhao Juren dengan matanya yang terpicing, lelaki di depannya itu terlihat baginya tak lebih dari macan tunggal yang sedang berada di sarang serigala, tak ada\ yang bisa menjamin dia mampu menerobos banteng itu, setiap sudut di jaga dengan pasukan panah yang cermat dan di belakangnya para satria pedang bersiaga tanpa lengah.
Sekuat apapun singa itu, apalagi menilik keadaan Zhao Juren yang separuh dari tenaganya terkuras dalam pertempuran hari ini, dia akan terkapar kelelahan.
Zhao Juren membeku di depan pintu yang tertutup dan berdiri kokoh di depannya itu. Tembok itu terlalu tinggi untuk di panjat atau di loncati. Tetapi dengan kemampuan ilmu bela diri Zhao Juren sebenarnya hal itu tidaklah sulit, tetapi dia masih mempertimbangkan untuk memaksa untuk naik.
“Turunlah jenderal Qui! Aku tahu kamu bersembunyi di balik jirah beratmu itu. Bertarunglah denganku. Setidaknya jika kita harus menemui ajal ditangan satu sama lain, kita mati di tangan yang tepat.” Zhao Juren terlihat putus asa dengan sikap orang yang di tantangnya itu. Sama sekali tak memperdulikan dirinya.
“Komandan kami, memintamu untuk menghormati aturan pertempuran, sekarang sudah terlalu gelap untuk melanjutkannya. Mundurlah dan bersabarlah sampai besok untuk memberi waktu selembar nyawamu melihat bulan malam ini.” Si Jubah hijau tertawa meringkik seperti seorang yang sedang mengejek.
Zhao Juren tidak merasa dipermalukan dengan sikap itu, tetapi yang lebih membuatnya menahan kertakan gigi dalam amarah adalah sosok yang menggunakan baju jirah besi itu sama sekali tak bergeming bahkan tak mengeluarkan suara sedikitpun. Itu seperti sebuah penghinaan bagi Zhao Juren yang selama ini akan menunduk padanya, apalagi setelah dia di ketahui sebagai anak kandung dari Raja Tua Yan Houcun.
Ia tersenyum dengan dada bergemuruh menangkat pedangnya tinggi-tinggi.
“Aku hanya akan mundur jika kalian mengosongkan gerbang Doting ini!” Suara Zhao Juren menggelegar seperti seekor macan yang marah, sekujur tubuhnya gemetar menahan penghinaan yang kini menghujam harga dirinya. Tanpa menyahut papaun padanya, dia menganggap Jenderal Qui di atas sana seorang yang pongah dan sombong, diapun tak berkewajiban untuk menghormatinya. ,
Zhao Juren tak takut pada siapapun, tak takut pada perperangan, tak takut pada seribu pembantaian, dia sama sekali tak takut mati, satu-satunya ketakutannya ialah tak bisa melindungi perempuan yang dicintainya, permaisuri Xiao Yi!
Langit menggelap, tiba-tiba menurunkan salju kecil padahal ini masih dalam penghujung musim gugur. Zhao Juren mendonggak ke atas.
“SREEEET….!”
Tiba-tiba dia melompat seperti mata panah menuju kea rah di mana si jubah merah dan sosok berbaju jirah dengan
ketopong besi itu. Gerakan itu sungguh tak terduga oleh para prajurit yang siap siaga dengan busur dan pedangnya di atas tembok gerbang.
Dalam sekejap Zhao Juren sudah berada di atas gerbang itu, melayang dan menukik begitu ringannya seolah baju perang yang di gunakannya sama sekali tak berarti apa-apa baginya.
“TRANG!!!”
Pedang Zhao Juren di sambut dengan pedang milik si jubah hijau.
“Tuan Zhao, anda benar-benar bukan orang yang sabaran! Bahkan anda tak menghormati aturan perang!” Teriak si Jubah hijau melengking dengan marah. Dia berputar seolah melindungi si baju besi yang tak sedikitpun bergerak di tempatnya berdiri. Seolah-olah dia adalah arca pajangan saja.
“Apa yang harus ku hormati? Bukankah kalian telah dengan licik merebut gerbang kami? Masih beruntung aku hanya datang sendiri, tidak membawa pasukanku beserta denganku.” Zhao Juren menyeringai, dia menjejakkan kakinya di atas tembok itu dengan pedang yang masih merangsek pedang si jubah hijau.
Mata Zhao Juren tertuju lurus pada lobang yang tak melindungi mata sosok berbaju besi itu. Ada mata yang berkilau bening seperti kaca, menyambut tatapannya, seolah menerobos remang malam.
Pekikan para prajurit yang menunggu aba-aba untuk melepaskan anak panah dan menghantamkan pedangnya pada Zhao Juren terdengar membuat suasana menjadi menakutkan.
Si baju besi mengangkat tangannya perlahan dengan telapak tangan terbuka, suara pekikan dan teriakan yang haus darah itu segera diam seperti di aba-aba.
Sejenak angin dingin yang menusuk tulang bertiup, hanya desah nafas mereka yang terdengar jelas bersambutan. Zhao Juren terpana, saat dia benar-benar berdiri berhadapan dengan si jubah besi, dia terlihat lebih pendek dari yang terlihat bahkan untuk ukuran seorang jenderal tubuhnya terlalu kecil. Dia seolah hanya bersembunyi di dalam baju jirah berat dan besar itu supaya terlihat menakutkan.
Sekarang, Zhao Juren menjadi ragu, apakah benar laki-laki di depannya ini adalah jenderal Qui, pemimpin perang negara Niangxi yang menakutkan itu.
Lalu dengan tanpa beranjak dia mengibaskan tangannya pada si jubah hijau, seakan mengatakan bahwa dia menyerahkan urusan Zhao Juren pada laki-laki yang berwajah tampan yang kini sedang menahan pedangnya itu.
Tetapi dengan gaya yang acuh tak acuh dia membalikkan badannya. Sikap angkuh ini membuat Zhao Juren benar-benar meradang.
“Persetan denganmu, Qui congkak! Aku akan membunuhmu malam ini dan memajang kepalamu di aula Guangli!!!” Zhao Juren menyerapah dalam amarah yang meledak.
Dia mengibaskan pedangnya membuat si jubah hijau yang kurang siaga itu terjengkang ke samping sehingga dengan mudahnya Zhao Juren melompat menyerang kearah si Jubah besi.
...“Jenderal!!!”...
...
...Lin Hongse...
Terimakasih telah membaca novel CINTA TERAKHIR ZHAO JUREN ini💜 Yuk berikan VOTE, LIKE dan KOMEN biar Author tambah rajin
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
mama yuhu
semakin penasaran
2023-04-07
0
HNF G
yg baju hijau adeknya ratu, yg baju zirah adeknya raja, benar gak? 😁
2023-02-15
0
💖SEKAR💖
bunga utkmu...
2022-09-01
1