Mata Zhao Juren berusaha menembus kegelapan, memandang ke arah medan perang yang bersembunyi dalam keremangan di kejauhan, dimana segalanya hancur lebur, Niangxi memang tak pernah menyerah untuk merebut wilayah di pinggiran barat Yanzhie ini, pegunungan Yanzhan dan kota serta permukiman di sepanjang lerengnya tak pernah luput dari sengketa dua negara besar itu.
Bagaimana tidak, Kota tua Yichan yang berdekatan dengan pegunungan Yanshan mempunyai kisah panjang dimana silsilahY anzhie dan Niangxi berasal. Kota tua itu adalah saksi perpecahan sebuah negara besar menjadi negara baru karena perang saudara di masa lalu. Sejarah pahit itu, tetap menyisakan pertikaian sampai berabad-abad di mana Yanzhie mengklaim bahwa kota bersejarah itu dalah milik Yanzhie sementara Niangxi berusaha merebutnya karena merasa bahwa akar negara mereka mereka berasal dari tempat itu.
Tapi rumor yang beredar, sebenarnya pertikaian itu tak hanya karena perebutan wilayah bersejarah itu tetapi karena di kota itu tersimpan sebuah harta karun yang tak terhingga, terkubur entah di mana, menunggu seseorang menemukannya. Sebuah harta karun yang bahkan lebih berharga dari tambang emas. Ada banyak rahasia yang tersembunyi di kota Yichan.
Cerita dari mulut ke mulut itu tak pernah terbukti bahkan perdana menteri Yanzhi sebagai salah satu yang tertua di negara Yanzhie tutup mulut soal ini.
Zhao Juren menarik mantelnya yang berwarna gelap itu lebih erat ke tubuhnya, angin malam yang sepoi-sepoi mengangkat rambut hitamnya yang menawan, bagai juntaian sutra yang berterbangan laksana gelombang di tiup angin.
Pertempuran sudah berlangsung selama enam hari penuh tanpa henti, di padang belantara, di antara pegunungan Yanshan pada padang datar yang mulai kerontang karena melewati musim panas, rumput kuning musim gugur luluh lantak di hentak kedua pasukan dua negara itu. Sepanjang hari terdengar ringkikan kuda-kuda di antara teriakan yang tak putus di udara, darah segar jatuh di atas helaian rumput, angin musim gugur bertiup, membuat suara bergemerisik dari anatar pepohonan hutan yang kini daunnya berwarna oranye dan hampir separuh meninggalkan rantingnya.
Padang rumput di bawah pegunungan Yanshan menjadi lebih mencekam dan mengerikan, suara gagak adalah penghantar setiap malam. Mereka menikmati makan malam untuk bangkai-bangkai manusia yang tak sempat dikuburkan secara layak. Sisa yang hidup terlalu lelah dan kelaparan tak punya kekuatan untuk sekedar memberi penghormatan pada mereka yang meninggal di medan perang.
Dari kejauhan Zhao Juren bisa melihat kemah musuh, di bawah sinar rembulan samar-samar memantulkan cahaya putih keperakan, terlihat sedikit menyilaukan mata. Ada api unggun yang menyala, asapnya membumbung, hilang di dalam gelap malam sebelum mencapai langit yang hitam.
“Kaok…kaok…!”
Zhao Juren mengangkat kepalanya, wajah tampan dengan rahang keras itu mendonggak pada sekawanan burung gagak yang terbang melintas sebentar di atas kepalanya, melewati kabut malam menuju arena di mana tadi siang pertumpahan darah terjadi, cakar-cakar burung gagak dengan ringan menyapu di atas rerumputan, seolsh sedang mengambil sesuatu sebelum kemudian terbang kembali.
Mata Zhao Juren terpicing saat melihat dari kejauhan warna putih samar-samar berkelebat, lalu saat matanya berkedip beberapa burung itu terbang kembali dengan suara mengaok menuju arah hutan yang suram.
Walaupun hanya sekelebat dan mata Zhao Juren tak begitu awas untuk mengenali apa yang di cengkeram para gagak itu , dia bisa memperkirakan bahwa mereka sedang menikmati makan malam dari sisa-sisa peperangan tadi siang. Di tengah arena itu masih bergelimpangan tubuh-tubuh muda berkubang darah, rumput musim gugur di bawahnya berwarna seperti bunga houyun, merah.
Zhao Juren hampir mati rasa dengan semua perasaan sedih dan muak akibat setiap pertumpahan darah setelah bertahun-tahun melihat dan merasakan kejamnya peperangan. Bagaimana tidak? dia selalu berdiri di paling depan menyapa malaikat kematian dan menyaksikan pedangnya sendiri merenggut nyawa siapapun yang menghalangi jalannya.
Peperangan memang aneh, dia berlakon seperti lobang magnet besar yang selalu berusaha menyedot orang-orang di sekitarannya, bergerak bagai pusaran, pusaran itu menelan kehidupan yang tak terhitung lagi jumlahnya, kehidupan demi kehidupan seolah tak lagi ada harganya. Udara pengap dengan bau amis ini, menyisakan suara tangis dan ratapan,mereka bahkan tak pernah bisa kembali pada rumahnya dan segala cinta yang menunggu di sana.
"Kapankah aku akan hidup seperti orang normal, menikmati pagi dengan secangkir teh hijau dan kue beras yang berwarna warni? kapankah aku akan duduk mencangklong dengan santai di tepian sungai Shen, memancing ikan dengan kail bambu dan membakarnya segar-segar serta menikmati bersama keluarga kecil yang damai?" Pertanyaan itu kadang mengusik kalbunya. Tetapi kemudian dia sendiri bergidik dengan mimpi anehnya itu, bagaimana mungkin dia akan memiliki sebuah keluarga, sedangkan seorang yang mencintainya di dunia ini bahkan tak dia punya?
"Aku akan menikahkan kamu dengan salah satu anak bangsawan yang kamu sukai atau perempuan terhormat yang ada di Yubei ini. Kamu cukup katakan saja, maka aku pastikan kamu akan menikahinya dalam waktu sekejap mata." Pernah suatu kali Yang Mulia Yan Yue mengatakan ini saat dia sedang duduk di taman Shenhua suatu sore.
Zhao Juren hanya menggeleng,dia tak terfikirkan untuk menikahi siapapun. Hatinya kebas setelah kematian Jiu Fei dan seolah mati rasa setelah tahu jika Xiao Yi adalah selir Yang Mulia.
"Kau boleh menikahi salah satu dari selir-selirku, aku telah membebaskan sebagian dari mereka. Aku bersumpah tak pernah menyentuh mereka selama aku menikahi mereka. Perkawinan kami hanyalah perkawinan politik." Ucapan Yang Mulia itu bagai lewat di telinganya ketika dari kejauhan dia melihat permaisuri Agung Xiao Yi berjalan sambil menggandeng kedua puteranya.
"Aku memang menginginkan salah satu dari istrimu, Yang Mulia. Tetapi bukan dari antara mereka yang kamu bebaskan." kalimat itu hanya terucapkan di bathinnya yang terdalam. Dia mencintai orang yang salah ataukah cinta yang salah, selalu datang terlambat padanya?
Zhao Juren hanya merasa jijik dengan dirinya sendiri, dengan persaannya yang begitu kotor. Bagaimana dia bisa menepis perasaan itu ketika malam seperti ini tiba, dirinya merasa tulangnya berbunyi dan nyeri menggerogoti, dia adalah panglima perang itu yang menjadi perantara kematian demi kematian di depan matanya, terperosok dalam hal yang remeh dan rendah yaitu cinta.
Mengingat semuanya itu, Zhao Juren ingin menyudahi takdir anehnya dan setelah perang ini usai, dia berjanji untuk pergi sejauh mungkin, perang di musim gugur ini adalah perang terakhirnya. Dia akan berkelana sampai ujung dunia untuk melihat seperti apa kehidupan di luar pertumpahan darah. Apakah benar indah seperti cerita yang di nyanyikan para pengembara dalam lagu-lagu mereka?
“Tuan Zhao...”
Dari tengah kegelapan terdengar suara seseorang memanggilnya.
...ZHAO JUREN...
Terimakasih telah membaca novel ini💜 Yuk berikan VOTE, LIKE dan KOMEN biar Author tambah rajin menulis💜💜💜
...I LOVE YOU ALL...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Mami Ani Aryani
sangat memilukan
😧😧
2023-05-13
0
Mami Ani Aryani
😂😂
2023-05-13
0
mama yuhu
kaisar g tau saja.. juren seorang player 🤭
2023-04-07
1