Dalam pertempuran hari ke enam ini, Zhao Juren memukul mundur bala tentara Niang, dia sudah yakin pasukan itu tidak sebanding dengan pasukannya setelah lima hari terakhir terlihat kalah jumlah dan kalah pengalaman, sehingga Zhao Juren mulai berfikir Jenderal Qui ini sangat rendah dalam pengalaman dan strategi, hanya namanyalah yang terlalu di gaungkan dengan berlebihan.
Tetapi pada hari keenam, saat Zhao Juren mengendorkan penyerangan, dan berfikir akan mengakhiri perang itu dengan menangkap komandan perangnya serta Jenderal Qui yang kejam itu, kota Yuchen telah di kepung dengan pasukan yang entah datang kapan dan dari penjuru mana, bahkan mata-matanya sendiri tak bisa menjelaskannya
Kali ini Zhao Juren benar-benar kuatir dan tiba-tiba merasa di permainkan secara mental, dia meremehkan jenderal Qui ini.
“Bersiaplah!”
Sebuah suara yang melengking keluar dari mulut Zhao Juren. Tak lama setelahnya, barisan pasukan infantry berlari dari arah belakang pasukan, menembus pasukan berkuda yang dipimpin oleh Zhao Juren dan Li Jin, lalu setengah berlutut di tanah, bersiap untuk menyerang.
"Tuan, apakah kita harus mengubah strategi kita?" Tanya Li Jin, dia melihat Zhao Juren tampak berbeda dari biasanya.
Mata Zhao Juren lurus memandang ke depan, ke arah pasukan musuh yang berada beberapa puluh Li di depan mereka. Suara teriakan bergemuruh dari sana.
"Kita tak akan mengubah strategi kita, hanya saja untuk kali ini kita harus bersikap sedikit agresif menyerang dari pada bertahan. Perang ini tak akan selesai jika kita meladeni cara mereka mempertahan diri." Zhao Juren melepaskan topi besinya.
"Tuan, sampai hari ini aku tak melihat tanda-tanda jenderal Qui di antara mereka." Li Jin bergumam, dia tahu benar Zhao Juren sangat ingin berhadapan dengan jenderal musuh yang terkenal itu.
Zhao Juren tak menyahut tetapi jelas matanya itu penuh dengan rasa penasaran dan kekesalan karena merasa telah begitu di remehkan oleh pihak musuh.
Beberapa saat kemudian sangkakala perang ditiup oleh pihak musuh dan di sambut oleh pihak pasukan Yanzhi. Suara-suara pekikan bersahutan, membakar bara semangat setiap orang.
“Mari kita selesaikan perang hari ini dengan gagah berani dan kembali membawa harga diri kita. Hidup atau mati, kita tetap berdiri di atas tanah ini. Tak ada yang bisa merebut Yuchen, kota moyang kita.” Suara Zhao Juren terdengar bergema.
“Darah dan tulang kita, adalah milik tanah leluhur kita. Tidak ada yang boleh menginjaknya dan mengambilnya. Demi Yuchen, demi Yanzhi, demi orang-orang yang kita cintai, berperanglah bersamaku, pasukan Zhao yang gagah berani.” Ucapan itu seketika membakar semangat para prajurit yang semula tampak ragu memandang ke arah musuh yang berdiri rapat bagai pagar kayu di kejauhan.
Jumlah mereka hari ini lebih sedikit dan terasa aneh di pengamatan Zhao Juren, tidak sebanyak pasukan Zhao tapi mereka tampak begitu percaya diri serta berani.
"Yaaaaaa....!!!" Sambut para prajurit Yu, kepala mereka terangkat tinggi.
"Whoaaaaaaaa!!!"
"Hidup Yanzhie! Hidup Yanzhie!!!"
Suara-suara teriakan yang terbakar semangat itu memecah udara, mereka serempak menaikkan tangan ke atas dengan pedang dan tombak yang terhunus. Mata panah teracung di busurnya seakan siap menembus setiap jantung lawan.
“Lemparkan tombaknya!!” Perintah Zhao Juren sambil mengibaskan tangannya ke depan.
“Wus!! Wess!!!”
Tombak-tombak panjang beterbangan ke udara, seolah akan menembus angkasa. Tombak-tombak itu membentuk setengah lingkaran di atas sana, lalu jatuh menghujam ke bawah seperti hujan menuju pasukan musuh.
Jeritan dan pekik membaur segera, menusuk telinga, menembus awan yang berarak kelam, Beberapa nyawa sedang berontak dari raga ketika tajam tombak itu menembus jantung dan bagian tubuh yang tersambit oleh mata tajam sang tombak.
Kuda-kuda perang dengan serentak meringkik menggila dalam rasa terkejut oleh teriakan kematian di antara pemiliknya yang jatuh berdebam ketanah saat nyawa sang tuan tercabut, suara kuda-kuda itu serupa raungan binatang buas, ketika kaki-kaki depan mereka terangkat tinggi dan menerjang ke depan tanpa perlu aba-aba lagi.
Di tengah pertempuran yang berawal dari saat matahari muncul malu-malu di balik awan musim gugur dan hujan darah, Zhao Juren duduk di punggung kuda, memegang pedangnya yang teracung ke atas, mata pedang itu serupa perak yang berkilat terkena cahaya.
Kuda Zhao Juren menerjang ke barisan depan dengan gagah berani, dan di detik berikutnya pasukan Yu yang gagah berani itu saling berteriak memekak telinga mengikuti Zhao Juren.
Tak satupun dari mereka yang memancarkan tatapan takut, tak ada seorang pun yang ragu-ragu, bahkan prajurit-prajurit muda belia yang berada di barisan belakang tak menunjukkan kebimbangan sama sekali.
Teriakan perang yang memekakkan telinga pun terdengar membahana, raungan mereka membuat rakyat yang mungkin mendengar di kejauhan dalam pengungsian bergidik. Itu seperti pekikan memanggil kematian!
Dua pasukan itu bagai samudera tak bertepi, mereka saling menyerang, saling membunuh demi kehormatannya dan kehormatan tanah yang di akui oleh masing-masing sebagai tanah kelahiran mereka.
Bukankah, sesungguhnya orang yang merasa mereka berasal dari tempat yang sama itu adalah saudara? Entahlah, kadangkala keegoisan manusia beserta keserakahannya membuat mereka saling membunuh hanya untuk mendapat pengakuan dari dunia dan siapakah pada akhirnya menjadi korban yang sesungguhnya?
Tentu saja, rakyat tak berdosa selalu adalah tumbal dari kehausan kekuasaan dari para petinggi negaranya dan mereka hanya menikmati kematian dalam kata kehormatan membela harga diri yang di sematkan pada ketidakberdayaan mereka.
Zhao Juren sedikit tertegun ketika anak panah seperti hujan meteor menuju ke arah mereka seperti datang dari berbagai penjuru.
“Berpencar! Berpencarlah! Lindungi diri kalian dari anak panah!”
Li Jin memberikan komando, dia adalah pemegang perintah kedua setelah Zhao Juren dalam medan perang. Para prajurit berlarian sambil menghindari hujan panah itu. Pasukan berkuda Niang merangsek maju semakin dekat, debu beterbangan memenuhi udara dan mata perih saat debu itu membumbung tinggi serupa kabut,
"Hunuskan pedangmu!!! kita akan memberitahukan mereka setajam apa pedang dari Yubei, sedingin apa besi tua dari utara!" Zhao Juren menggeram, dia menggebah kudanya dengan pedang yang teracung, menyongsong derap pasukan Niang yang serupa gelombang dari depan.
Pasukan Niang dalam gelombang kedua merangsek dari depan, semakin lama semakin dekat, begitu dekat sampai orang dapat mencium napas dari hidung kuda mereka sendiri. Bau anyir darah membaur. Pertarungan itu memperjuangkan hidup dan mati.
Li Jin menatap sesaat kepada Zhao Juren yang tak jauh darinya, sambil menyeka darah musuh yang terpicrat ke dahinya.
"Tuan, apa sebenarnya yang mereka rencanakan?" Desis Li Jin
...Komandan Li Jin...
Terimakasih telah membaca novel ini💜 Yuk berikan VOTE, LIKE dan KOMEN biar Author tambah rajin menulis💜💜💜
...I LOVE YOU ALL...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
mama yuhu
pangeran qui licik?
2023-04-07
1
Okta Yumna
kayaknya jendral yg disembunyikan wajahnya itu jodohnya juren...bisa aja kan perempuan jendralnya ..😊
2022-10-21
2
nengkirana
harusnya ini masuk karya pria...iiihhkkkk kereeennn banget babang juren😍😍😍
2022-09-11
0