“Tuan Zhao...”
Dari tengah kegelapan terdengar suara seseorang memanggilnya.
Suara itu terdengar tak asing, seperti suara seorang perempuan yang selama ini kadang-kadang sangat dirindukannya. Dia tahu sekarang pemilik suara bening dan datar itu adalah kekasih kakaknya sekaligus junjungannya, tapi dia sungguh berdegup saat mendengarnya.
“Xiao Yi.”
Zhao Juren berbalik, dengan nafas yang sedikit terengah, sesorang berdiri beberapa langkah dari hadapannya, dengan jubahnya yang putih berkibaran halus ditiup angin malam. Dia seperti bayangan di dalam kegelapan, jubahnya menjadi keperakan buram ditimpa cahaya remang-remang.
“Xiao Yi? Kau kah itu?” Bibir Zhao Juren terasa kelu, dia ketakutan sendiri dengan pertanyaannya, tetapi sejuta kerinduan meluncur besertanya.
“Aku, Li Jin, Tuan…”
Zhao Juren terdiam sesaat, wajahnya terasa panas sendiri, sedikit malu saat menyadari dia menyebut nama perempuan yang lewat di fikirannya dengan suara yang begitu jelas.
“Oh, Kau…” Suara Zhao Juren sedikit tercekat, dia berusaha menutupi getaran suaranya yang sempat di selimuti rindu dan harapan yang aneh untuk mendapati seseorang yang masih tetap saja setia bercokol di benaknya kala sendiri. Cinta tak sampai itu benar-benar membekas meski berusaha di kikisnya dengan pergi menjauhi istana sejauh mungkin.
Manusia bisa sekuat apapun, hatinya bisa sekeras baja tetapi tidak bisa melawan jika itu soal perasaan. Mungkin banyak orang akan mencemooh bahwa laki-laki yang lemah akan kalah oleh persaaannya sendiri. Tetapi Zhao Juren sungguh tak memungkiri, meski dia begitu perkasa di medan perang tetapi saat sendiri, dia hanyalah seorang lelaki yang kesepian.
Bertahun-tahun telah terlewati beberapa musim juga telah di langkahi, angin berdesir berganti menembus masa, dari musim dingin yang panjang, badai salju membeku menjadi es putih, burung-burung telah berkali-kali bermigrasi dan kembali hingga matahari musim gugur yang menyinari bumi dengan cahaya suramnya tetapi Xiao Yi tetap berada di tempat yang sama di sudut hatinya, belum pergi jua, dan itu sungguh membuat Zhao Juren tersiksa.
“Kamu mengejutkan aku saja.” Zhao Juren melengos, menepis rasa malu yang memenuhi permukaan wajahnya.
“Maafkan aku, Tuan.” Li Jin menyahut, datar dan pelan, berlakon seolah dia tak mendengar jika Tuannya itu menyebut nama permaisuri Yang Mulia Raja tadinya.
“Ada apa?” Tanya Zhao Juren mengalihkan pembicaraan segera, berusaha bersikap tegas untuk menghilangkan
kecanggungannya.
“Tuan, saya telah menunggu lama di kemah tuan tetapi anda tidak kembali.”Ucap Li Jin sambil mendekat.
“Memangnya kenapa? Apakah ada yang perlu kita bahas lagi untuk strategi besok? Bukankah tadi kita telah membicarakannya bersama komandan pasukan masing-masing?” Zhao Juren mengernyit dahinya, dia tahu ekspresi itu tak akan tertangkap oleh mata Li Jin, hanya saja dia terbiasa melakukannya jika mempertanyakan sesuatu.
“Tidak tuan, bukan masalah itu hanya saja makan malam anda sudah di antarkan ke kemah.” Li Jin berucap hati-hati.
Ya, Li Jin adalah komandan kepercayaan Zhao Juren sekaligus adalah sahabatnya. Dia tahu benar perasaan tuannya itu dan bagaimana dia terluka sendiri oleh perasaan cintanya yang dipendamnya dalam hati. Bahkan setelah tahu jika dirinya selamat karena pil sambung nyawa dari ramuan pusar kering milik Xiao Yi, tuannya itu kerap menangis saat dia mabuk. Terlihat sungguh menderita. Dan wajah nya kembali tegas dan keras ketika dia dalam kedaan sadar seolah taka da apapun di dunia ini yang dapat menggoyang hatinya.
“Dalam diriku, sebagian dari potongan nyawaku adalah milik perempuan yang ku cintai tetapi tak pernah bisa ku miliki, bagaimana aku bisa hidup dengan itu. Saat aku menutup mataku bahkan dia terlihat begitu nyata.” Ratapan itu selalu membuat Li Jin kehilangan kata-kata.
Li Jin adalah saksi dari mereka berdua masih remaja, bagaimana tuannya ini tumbuh dengan pribadi yang keras dari kesepiannya. Dia dibesarkan dengan didikan yang sangat keras dari ibu suri Li Sui, hampir tiga perempat harinya ada di tempat latihan berkuda, memanah dan berpedang. Bibi yang ternyata adalah ibunya itu telah membuat Zhao Juren kehilangan masa anak-anaknya dan sebagian masa remajanya untuk terus belajar menjadi petarung yang tangguh.
Tuannya itu telah melewati berbagai penderitaan yang tak terperi dari awal kehidupannya di dunia, sebagai anak yang terbuang dan berdiri di sisi pengkhianat, dua kisah cintanya yang layu sebelum berbalas adalah suatu hal yang paling menyakitkan, bagaimana bisa orang lain memahami perasaan sesakit itu kecuali Li Jin yang hampir di separuh hidup Zhao Juren selalu berada di sisinya.
“Aku sama sekali tidak lapar.” Sahut Zhao Juren memecah keheningan, membuyarkan lamunan Li Jin.
“Tuan harus makan.” Li Jin berkeras. Hanya Li Jin lah yang kadang-kadang bisa memaksa Zhao Juren untuk melakukan sesuatu.
“Aku sudah kenyang melihat darah dan kematian hari ini, Li Jin. Aku tak berselera makan lagi."Zhao Juren
melengos, dia menatap kea rah langit yang tinggi.
“Tuan, sepanjang hari ini kita telah melewati pertempuran, setidaknya besok tuan tidak bangun dalam keadaan lemah karena tak bertenaga.” Sahut Li Jin dengan suara yang dalam.
“Aku baik-baik saja, Li Jin. Dan hari ini aku benar-benar kehilangan selera makanku.” Zhao Juren masih menolak.
“Aku mengerti jika pertempuran beberapa hari ini melelahkan tetapi bagaimana bisa kita segera mengakhiri perang ini jika tuan tidak dalam kondisi yang baik.”
“Aku sangat ingin mengakhirinya…” Ucap Zhao Juren serupa keluh.
“Bagaimana bisa kita mengakhirinya dengan baik tuan jika besok ternyata tuan menjadi sakit?” Kalimat Zhao Juren di sambut oleh pertanyaan bertubi-tubi dari Li Jin yang setengah membujuk tuannya itu.
“Heh, sejak kapan kamu begitu lancang meragukan fisikku Li Jin?” Tanya Zhao Juren dengan suara kesal.
“Aku tidak meragukan tuan sama sekali, tetapi sekuat apapun tubuh manusia jika tidak makan sesuatu maka tak akan bertahan. Alangkah tidak enaknya jika besok prajurit kita kehilangan semangat tempurnya karena melihat tuan tidak bisa mengangkat hulu pedang akibat kelaparan.” Li Jin terkekeh dengan pernyataannya sendiri.
Mau tidak mau Zhao Juren menyeringai, dia merasa lucu membayangkan jika tersiar kabar seorang jenderal tak kuat memimpin perang karena kelaparan.
Sesaat mereka berdua tertawa kecil seakan hal receh yang mereka bicarakan itu adalah sebuah lelucon.
“Aku sepertinya harus makan nanti. Sungguh memalukan jika di Yanzhi tersiar cerita Zhao Juren yang perkasa meninggal karena busung lapar bukan karena mati terhormat di medan perang.”Pungkas Zhao Juren, dia menyerah akhirnya pada bujukan Li Jin, padahal dia sendiri sama sekali tak punya niat untuk makan apapun malam ini.
“Tapi…”
...LI JIN...
Terimakasih telah membaca novel ini💜 Yuk berikan VOTE, LIKE dan KOMEN biar Author tambah rajin menulis💜💜💜
...I LOVE YOU ALL...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
sedih jir
2023-07-31
0
HNF G
gak elit banget kl mati akibat busung lapar🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣😝😝😝
2023-02-15
0
Justine Winda
waaa suka aku sama li jin ceweq keren cantik pemberani
2023-01-05
0