Sinar mentari menyinari tirai di balik jendela, samar terlihat cahaya keemasan yang memasuki ruang kamar yang gelap. Dua sosok berbaring di ranjang yang besar dengan tenangnya.
Masih di alam mimpi....
Lea merasakan pelukan hangat Pria itu, Pria pertama yang seintim itu denganya, Pria yang pertama menyentuh tubuh nya, Pria yang memberinya seorang putra dan Pria yang seumur hidup ini mungkin Lea tidak akan pernah lagi bersentuhan dengannya.
Tiba-tiba jantung Lea berdegup sangat kencang seolah merasakan kehangatan itu kembali.
Lea membuka mata dengan keringat dingin di dahinya. Irama jantungnya masih tidak beraturan.
Melihat samar sosok di sampingnya, ia kaget dan berteriak.
"Aaaaaaaaaaaaa...."
Willy dengan refleks memeluk Lea dengan erat, masih dengan kelinglungannya bertanya
"Lea kamu kenapa? Mimpi buruk? Tenang-tenang aku disini!" mencoba menenangkannya.
Lea yang tiba-tiba tersadar berada satu selimut dengan seorang Pria dan bahkan di peluknya, di tenangkannya. Bukannya tenang malah semakin panik.
"Aaaaa.... Kamuuu? Willy? Apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku!" masih dengan jeritannya.
Ia menambahkan
"Kamu kenapa berada di kamarku?"
Kamar yang masih gelap hanya terpapar cahaya sinar matahari sedikit dari balik tirai membuat Lea tidak menyadari dirinya berada di kamar yang asing.
Willy yang belum sepenuhnya tersadar hanya mengerutkan kening dan berkata
"Lea, kamu salah. Bukan aku yang berada di kamarmu, tapi kamu yang berada di kamarku!"
Gludugg....
Seolah ada guntur yang bergema di atas kepalanya. Lea membelalakan matanya menatap langit-langit kamar yang agak asing.
Hah.... Dimana ini.... Benar bukan kamarku!
Dengan cepat Lea merespon dan bangun dari tidurnya. Seolah marah canggung dan malu bercampur menjadi satu.
Ia turun dari ranjang dan berdiri di depannya bertanya dengan heran padanya.
"Willy. Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa berada di rumahmu dan kamu kenapa tidak mengantarkan aku pulang?" ia heran.
Berfikir sejenak dan melanjutkan
"Apa jangan-jangan kamu berniat jahat padaku?"
Sambil menuduk melihat dadanya sendiri, ia menyilangkan kedua tangannya di dada.
Willy kaget mendengarnya "wanita ini, bukannya berterimakasih malah menuduhnya."
Willy turun dari tempat tidur, berjalan ke arah jendela melewati Lea yang bertingkah konyol di sana.
"Kenapa di tutup?"
Matanya sekilas melihat ke arah dua tangan Lea yang di silangkan di dada.
Terus berjalan dan membuka tirai-tirai itu.
Sinar matahari masuk ke kamar gelap itu, bersinar terang mengusir semua kegelapan. Membuat seisinya terlihat tampak jelas.
Willy mendekati Lea yang masih berdiri bodoh di sana. Melanjutkan ucapannya
"Aku juga sudah melihat semuanya!" ada senyum jahat di sana.
"Apa? Apa yang dia ucapkan?"
Lea faham apa yang di ucapkan Willy "Kenapa di tutup? Aku juga sudah melihat semuanya!"
Tiba-tiba tubuhnya kaku, melihat bajunya yang sudah berubah. Ia hanya memakai kaos oblong yang sangat besar menutupi tubuhnya tapi hanya sampai kepahanya, kaki lenjang itu terlihat sangat jelas.
Ia berteriak, melotot pada Willy, seolah hanya melotot yang bisa mengekspresikan ketidak senangannya akan sesuatu.
"Willlyyyyyyyyyyyyy.... Apa yang kamu lalukan padaku? Mana gaun yang aku kenakan semalam dannnnn...."
Ia ragu sejenak, manatap pada kaos yang seperti daster mini ini di tubuhnya
"Siapa yang menganti bajuku?"
Lea ingin menangisss "Dia mengganti bajuku. Semuanya pasti terlihattt. Aaaaaa tidakk. Dasar pria brengsekkkkk!"
Menyadari akan kepanikan Lea, Willy hanya tertawa pelan melihatnya.
Lea semakin marah
"Apa yang kamu tertawakan? Berani-beraninya kamu berbuat ini padaku!"
"Harga dirikuu.... Hancurlah sudahhh!"
Willy menarik nafas dalam-dalam, mencoba menjelaskan
"Lea seharusnya kamu lebih faham tubuhmu sendiri!"
Ia menyeringai memancarkan auran hangat di sana.
"iya! Memang aku yang mengganti bajumu, kamu tidur juga seperti kerbau, tidak terbangun sedikit pun." godanya sambil tertawa pelan.
Lanjut berkata
"Tidur memakai gaun seperti itu tidak akan nyaman, tapi kaos dalam yang kamu pakai dan celana pendek yang kamu pakai aku tidak membukanya. Jadi kamu tidak usah cemas, aku tidak melihat harta karun punyamu."
Ada nada mengejek di sana.
Selesai berkata Willy berjalan dan duduk santai di sofa. Masih melihat Lea yang berdiri mematung di sisi tempat tidur.
Mendengar penjelasan Willy, Lea merasa lega. Melepaskan tangan yang di silangkan. Perlahan ia berjalan mendekati Willy dan duduk di sofa, di sampingnya.
Willy berbalik ke arahnya, duduk berhadapan dengannya.
Dengan ekspesi menggoda ia bercanda berkata
"Eemmmm! Bukankah kamu sering menyebutku pria brengsek? Kenapa aku tidak menjadi benar-benar brengsek saja ya tadi malam?" sambil berpura-pura berfikir.
Wajah Lea berubah menjadi merah, entah karena marah atau karena malu.
"Coba saja kalau kamu berani!" ancamnya.
"Iya.... Aku memang tidak berani tanpa sepengetahuanmu!"
Tiba-tiba tangannya meraih pinggang ramping itu
"Kalau kamu sadar seperti ini, aku baru berani!"
Tanpa aba-aba ia mendorong Lea, membiarkan berbaring terlentang di sofa, ia menimpa di atasnya. Tidak ketinggalan pancaran senyum jahatnya tersungging dari bibirnya.
Wajah yang sudah merah semakin memerah, membuat semua orang yang melihat ingin menggitnya.
"Willy kamu jangan nakal!"
Biasanya nona Lea memakinya dengan kata Brengsek. Kali ini situasi berbahaya seperti ini, mana berani ia mengatai seperti itu.
"Iya aku tidak nakal...." ucap willy. Willy mengelus pipi merahnya
"Tapiiiiiiiii... Aku brengsek!"
"...."
Ia menggit pelan bibir itu, bibir yang manis seperti buah ceri. Di makan habis masuk ke dalam mulutnya. Tidak membiarkan ceri itu jatuh kelantai, ia terus memainkan cerinya, dalam dan semakin dalam.
Lea merasakan kehangatan di sana. Pria dingin ini, yang setiap bertemu bertengkar dengannya, menjadi musuhnya dan selalu menghukumnya. Tapi sebenarnya sangat peduli padanya dan tidak melakukan tindakan melanggar padanya.
Lea memeluk lehernya dengan erat seolah tidak ingin melepaskannya. Tidak ingin si dingin ini pergi jauh darinya.
Melihat Lea yang merespon dengan baik, Willy sangat senang. Ia dengan berani mendaratkan bibirnya di leher Lea.
Pagi yang cerah, menemani kehangatan di kamar itu. Dua orang yang bertumpuk di sofa entah kapan mereka akhiri.
*
Cuaca sangat bagus, Lea yang sedang menggendong bayi gendut berumur 7 bulan itu dipelukannya.
Menggendong dan terus mengajaknya bermain.
Ia sedang menunggu Mbak Murni bersiap-siap, ia akan keluar mengajak putranya jalan-jalan.
Ya... Ini mungkin pertama kalinya Baby Leon melihat indahnya dunia luar. Seolah mengerti kondisi ini Baby Leon sangat ceria, terus aktif dan tertawa dengan riang.
Sesampainya di arena bermain Lantai atas geduh Mall pusta kota A. Lea mengajak putranya bermain disana dengan gembira. Lea merasa ini hari yang sangat membahagiakan dalam hidupnya, bisa terlepas dari penatnya pekerjaa dan jadwal kuliah, bisa bebas bermain sepuasnya dengan Baby Leon.
Tiba-tiba ditengah keceriaan dirinya dan putranya, ia teringat akan bayi kecil yang ia lahirkan 7 bulan lalu. Bayi yang belum sempat ia menggendongnya, bayi yang belum ia pegang tangannya.
"Bagaimana keadaanya, apakah dia hidup dengan baik, apa mendapat keceriaan seperti Baby Leon?"
Hati seorang ibu mana yang tidak merasa sedih tatkala mengenang bayi kecilnya.
Terhanyut didalam kesedihannya tiba-tiba Lea disadarkan oleh nada dering ponselnya.
Kringgg...
Kringgg...
Membaca nama kontak panggilan di ponselnya, Lea mengerutkan kening. Tidak ingin diganggu kesenangan dengan putranya. Ia mengabaikannya dan memasukan ponselnya kedalam tas.
Tiba-tiba ada pesan masuk.
Ragu sejenak, Lea membukanya dan membaca
"Coba saja kalau berani pura-pura tidak mendengar!!!" ada sebuah ancama disana.
Lea menarik nafas dalam-dalam. Sebelum ia mau menelpon balik, ponselnya berdering kembali.
Ia langsung menekan tombol hijau dilayar HP.
"Halo..." dengan kesal.
"Lenapa... Tidak suka?" suara dingin itu menusuk sampai gendang telinganya.
"Bukan... Aku cuma sedang bermain dengan putraku" jawab Lea datar.
Iya... Willy masih ingat, Lea memiliki seorang anak yang seusia dengan putranya, Jully.
Berhubungan dengan wanita itu selama 5 bulan, bagaimana dia bisa lupa untuk menanyakannya. Bagaimana dia bisa melahirkan seorang diri diusia sangat muda. Siapa ayah bayi itu dan mengapa berpisah dengannya.
Mengingat akan hal pria lain, Willy sedikit marah, dadanya panas menyembur sampai ke jantungnya.
"Aisshhh, sial.... "
Merasakan emosi aneh pada pria di ujung telpon, Lea bertanya
"Willy kamu kenapa?"
Dengan nada tegas ia berkat
"Lamu dimana sekarang?"
Lea: "Aku di Mall pusat kota A. Arena permainan"
Willy: "Tunggu, aku segera kesana!"
Lea panik, dia belum siap memperkenalkan Baby Leon padanya. Lebih tepatnya belum siap menjelaskan pada Willy apa yang terjadi padanya sampai memiliki seorang bayi.
Lea buru-buru menjawab
"Tidak-tidak.... Willy jangan kesini, nanti aku saja yang ke tempatmu... Oke?" bujuknya.
Tuan Willy sangat tidak suka
"Kenapa tidak boleh? Apa kamu bersama dengan Ayah anak itu sekarang?"
Lea ingin sekali mencakar wajah cemburuan Willy itu
"Willy... Jaga ucapanmu!"
"Aku bersama pengasuhnya Baby Leon sekarang"
Mendengar kata Baby Leon, jantung Willy seolah ada yang mencubit satu kali. Rasanya seperti ada getaran didalamnya.
Baby Leon... Baby Leon... Baby Leon...
Nama itu seolah berputar dikepalanya. Melekat terukir dihatinya.
Apa itu karena ikatan batin atau semancamnya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
Willy, memang benar baby Leon ada ikatan batin denganmu.
2023-04-13
0
Shuhairi Nafsir
mengapa Lea tidak perasaan langsung mengenai wajah anaknya Leon sama dengan Willy.
2023-01-31
0
Asih Ningsih
iya pasti ada ikatan batin ama baby leon willy krn dia anakmu
2022-11-16
0