Bayi Kembarku
Semenjak ditinggal pergi oleh ayahnya 2 tahun yang lalu, Lea hidup berdua dengan ibunya disebuah apartemen yang cukup luas, menjalani kehidupannya dengan cukup baik.
Ya ... bagaimana tidak, ayahnya yang dulu menjabat sebagai petinggi penting di perusahaan ternama di kota A, meninggalkan beberapa aset berharga berupa apartemen yang cukup luas di pusat kota A, satu bangunan ruko, sebuah mobil dan tabungan yang cukup banyak, cukup untuk biaya hidup Lea dan ibunya beberapa tahun ke depan.
Tapi ... Lea yang baru 1 tahun ini masuk Perguruan Tinggi terbaik di kota A, sudah mengeluarkan cukup banyak uang untuk bisa bersekolah di sana.
Uang tabungan pun terus berkurang. Dengan biaya hidup di kota besar seperti ini, uang tabungan itu masih cukup untuk berapa tahun lagi?
Aku harus mencari pekerjaan. Lea bergumam dalam hati.
Tapi pekerjaan apa yang bisa ia dapatkan? Hanya seorang gadis berusia 19 tahun yang hanya memiliki ijazah sekolah menengah atas.
Paling-paling hanya menjadi seorang pelayan di tempat makan atau hanya sekedar pelayan toko. Mungkin upahnya juga tidak seberapa. Tidak akan cukup menutupi gaya hidupnya yang terbiasa mewah sejak kecil.
*
"Lea Shen ... bangun! Mau sampai kapan kamu tidur? Bukannya hari ini ada mata kuliah pagi?" teriak Tania kepada putri semata wayangnya.
Tania yang selalu memanjakan putrinya, membuat gadis itu menjadi gadis yang pemalas.
Lea melirik sekilas pada layar ponselnya. Melihat jam dan mencoba memulihkan kesadarannya. Dengan mata melotot ia segera bangun.
"Aaaaaa .... Aku terlambat!" teriak Lea seraya meloncat dari tempat tidur, berlari ke kamar mandi dan membanting pintu dengan keras.
Brak!
Suara pintu yang tertutup mengejutkan Tania yang berdiri di sisi tempat tidur. Ia segera membereskan tempat tidur Lea yang berwarna biru cerah tersebut.
"Anak itu, entah kapan dia akan berubah. Kalau sudah menikah, baru tahu rasa!" ucapnya pelan sambil menggelengkan kepala, menatapi kamar dan tempat tidur yang kacau.
*
"Ma ... Lea berangkat!"
Dengan terburu-buru ia memakai sepatu sambil menggigit sandwich di mulutnya. Ia benar-benar terlambat tidak ada waktu lagi.
"Pelan-pelan .... Lain kali jika alarm di ponselmu sudah berdering, cepat bangun! Jangan dimatikan, terus tidur lagi!" omel Tania kesal.
"Iya ... iya .... Lea paham! Jangan cerewet nanti cepat tua!" jawab Lea bercanda. Ia tersenyum kepada Tania dan segera pergi menuju pintu lift.
-
Sesampainya di sekolah, di tempat parkir mobil yang cukup luas, keluar seorang gadis cantik berambut panjang diikat keatas, mengenakan kemeja lengan pendek dipadukan celana jeans blue dark yang di lututnya ada robekan teratur, yang membuat design celana itu tampil trendi. Dengan sepatu Kets-nya ia melangkah dengan cepat, memegang buku di tangannya menyusuri jalan menuju ruang kelas.
"Lea ...."
Tiba-tiba dari belakang terdengar seseorang memanggil namanya. Ia melirik sekilas menatap lekat pada gadis putih berambut hitam sebahu dengan poni menutupi keningnya.
"Hey ... Emily, kamu juga baru datang?" sapa Lea kepada gadis imut itu.
Mereka saling bertegur sapa, mengobrol dan berjalan menuju ruang kelas dengan riang gembira.
"Lea ... apa kamu tahu? Katanya hari ini ada dosen baru!" tanya Emily pelan sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Lea.
"Wah ... benarkah?"
Lea menambahkan "Aku penasaran, apakah bapak-bapak yang berkepala botak atau si gendut yang berkacamata bingkai emas?"
"Hey ... kamu tidak tahu. Katanya dia pria tampan berusia 26 tahun. Katanya dia juga lulusan terbaik dari universitas ini! Aku tidak sabar ingin segera melihatnya," jawab Emily bersemangat.
Ia memutar bola matanya keatas menatap langit-langit kelas sambil meletakkan kedua tangannya di dada. Mengeluarkan senyum menawan seperti bunga-bunga yang bermekaran.
-
Ruang kelas yang mulai hening, tiba-tiba terdengar suara lembut dan sopan seorang pria.
Ia menyapa, "Halo semuanya! Perkenalkan, saya Dosen baru di mata kuliah Akuntansi Biaya, nama saya Evan Lie, bisa dipanggil Evan saja!"
"Pak Evan saja, apakah anda sudah menikah?" ada seorang siswi bertanya. Disambut dengan suara riuh rendah murid di kelas itu.
Evan tersenyum dan menjawab
"Belum, masih lajang!"
"Yeaaaaaa ...." Semuanya berseru.
Lea mengangkat tangannya, sambil bercanda ia bertanya, "Boleh saya daftar?"
"Wuuuuuuuu ...."
Semua ikut memberikan respon.
Secara, Lea adalah siswi tercantik di kelas tersebut, membuat teman-teman pria di sana merasa iri.
"Saya juga daftar Pak!"
"Saya juga ...."
Suasana mulai ramai dengan kehebohan para gadis, tidak terkecuali Emily.
"Pak, saya mau jadi yang kedua!"
"Hahhaha ...."
Semuanya tertawa.
Evan yang merasakan kehangatan di kelas itu, tersenyum manis menatapi semua murid di sana.
Ia menjawab "Iya ... iya, semuanya saya terima!"
Duarrrrrrrr ... Semuanya pingsan.
*
Di kantin kampus, murid-murid masih membicarakan dosen muda yang ganteng itu. Semua kaum hawa kagum kepadanya.
Tapi tidak dengan Lea, ia hanya mengerutkan kening. Tidak paham dengan pola pikir gadis di sini.
Dosen seperti itu saja terus dibahas!
"Lea kamu buta, ya? Dia itu ganteng. Bukankah tadi kamu mengangkat tangan, ingin mendaftar jadi pacarnya?" tegur Emily menatap lekat pada ekspresi datar Lea.
"Orang cuma becanda!" jawab Lea santai, sambil meminum habis jus mangga di depannya.
"Gadis sialan! Tadi wajah Pak Evan langsung merah ketika kamu bilang ingin mendaftar menjadi pacarnya!" Emily tertawa pelan.
"Siapa suruh dia ke GR-an?" jawab Lea, diiringi tawa kecilnya membuat Emily mengeluarkan suara tawa yang lebih besar.
*
Di sore hari, Emily dan Lea meninggalkan ruang kelas dengan lelah. Mereka duduk di mobil Lea dengan nyaman.
Emily menatap Lea yang berada di sampingnya.
"Pergi ke FanaKlub, yuk?"
Lea segera bertanya, "Sekarang?"
Emily dengan malas menjawab, "Iya, masa tahun depan?"
"Siapa tahu, tahun depan. Hahaha!" jawab Lea yang langsung menyalakan mesin mobilnya.
Mobil melaju di jalan yang sedikit macet.
FanaKlub yang berada di pusat kota A memang sangat terkenal dengan tempatnya yang bersih dan nyaman.
Walau dihiasi lampu kerlap-kerlip yang membuat mata pusing menatapnya, tapi dengan design ruangan yang indah membuat para pengunjung nyaman berada di sana. Suara yang berisik membuat rasa kantuk hilang.
Dengan keadaan macet seperti ini, butuh waktu 1 jam untuk bisa sampai ke FanaKlub.
Emily dan Lea memilih kursi pojok kiri, sedikit jauh dari keramaian membuat mereka makan dan minum dengan tenang.
Tiba-tiba datang empat orang berjas hitam, berbaris dengan rapi, membuat pengunjung berhenti berbicara.
Emily berbisik, "Sepertinya ada Tuan Muda yang berkunjung ke sini!"
"Cih ... sombongnya! Mentang-mentang orang kaya, pergi ketempat seperti ini harus dikawal!" gumam Lea pelan.
"Yeee, ya jelas harus dikawal 'lah! Takut ada orang yang menculik dia 'kan nanti minta tebusan, hahahha!" Emily tidak tahan untuk menahan tawanya.
"Memangnya dia anak kecil, diculik? Orang sebesar itu diculik? Paling-paling dirampok dan mayatnya dibuang di jalan, hahahha!" balas Lea suka.
Mereka berdua asyik tertawa, hingga tidak menghiraukan ada sepasang mata hitam yang menusuk tajam kearahnya.
Tiba-tiba orang itu mendekat, bertanya kepada Lea dan Emily dengan nada mengintrogasi, "Siapa yang diculik dan dirampok? Mayatnya dibuang di jalan? Hah?"
Pria itu tadi mendengar percakapan Emily dan Lea. Ia sudah bisa menebak, mereka sedang membicarakan dirinya.
Emily dengan gugup menjawab, "Iiiituu ... iittuuu... di novel yang aku baca!"
"Novel? Novel yang mana? Boleh saya lihat?" tanya orang itu dengan nada mengejek.
Ia tahu, wanita ini hanya beralasan.
Mampus ... mengapa harus bilang novel? Kenapa tidak bilang film saja sih! Emily kamu bodoh! Emily memaki dirinya sendiri sambil memukul pelan kepalanya.
Lea hanya diam, menatapi pria gagah berwajah tampan di depan matanya. Hidung mancung, mata bulat, bibir tipis yang samar tercium bau tembakau, memuat Lea tersadar dan balik menyerang.
"Hey ... siapa Anda terus bertanya? Mau itu novel kek, mau cerita horor di TV kek, itu tidak ada hubungannya dengan Anda, Tuan Muda yang Terhormat!"
Lea menekan empat kata itu, ada nada tidak suka di sana.
Pria itu menatap Lea. Dia berkata dengan angkuh, "Nona, saya tidak tuli! Saya mendengar, kalian membicarakan saya!"
Lea tertawa pelan penuh ejekan, ia tidak mau kalah berkata, "Apa? Membicarakan Anda? Atas dasar apa kami harus membicarakan Anda?"
Pria itu menjawab, "Tentang itu, kalian berdua yang lebih tahu!"
Lea mengelak, "Anda jangan terlalu percaya diri! Siapa yang memperdulikan Anda? Harus membicarakan Anda di sini?"
"Kamu ...." Pria itu menahan amarahnya, menatap tajam kepada Lea.
Tidak ingin terus berdebat dengannya, pria itu segera pergi.
Ia bergumam dalam hati, "Bisa gila jika terus berada di sini! Berdebat dengan wanita tidak masuk akal seperti itu! Berani-beraninya dia mendoakanku diculik dan dirampok, mayatku dibuang di jalan."
Akhirnya Emily dan Lea bisa bernafas lega. Menatap kepergian Pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Acil Sabar
bagus
2023-09-02
0
EndRu
Part pertama' yang menarik kak
2023-07-28
0
Sur Anastasya
lnjut💪💪💪💪
2023-05-18
0