Acara Pernikahan yang digelar tujuh hari tujuh malam di desa sebelah membuat tetangga Desa sebelahnya menjadi geger. Apalagi ditambah dengan mendatangkan biduan kota sebagai hiburannya.
Warga desa Sukorejo berbondong-bondong datang memenuhi undangan pernikahan dari juragan Rokhim. Juragan kontrakan yang tersohor di desa Sukasari. Mereka juga sangat penasaran dengan wanita cantik yang berhasil meluluhkan hati juragan itu.
"Bukankah itu, Kadarsih?" bisik Bu Wati ke Bu Heni.
"Iya, itu Darsih," sahut Bu Heni, "Wah, ternyata pengantin wanitanya adalah Darsih. Dia cantik banget ya?"
"Bu Heni benar. Darsih cantik banget," puji Bu Wati. Bisik-bisik juga terdengar di mulut ibu-ibu yang lain. Yang mengatakan bahwa istri juragan Rokhim sangat cantik.
Selain Bu Henny, Bu Wati dan warga desa, pasangan Bu Darno dan Pak Darno juga ikut menghadiri undangan pernikahan juragan Rokhim. Bu Darno dan Pak Darno dibuat terkejut setelah melihat pengantin wanitanya. Mereka berdiri terpaku saat bersalaman dengan kedua mempelai. Darsih dengan santai bisa menguasai keadaan.
"Pak Rokhim, Selamat ya! Semoga menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warahmah!" ucap Bu Darno.
"Terimakasih banyak, Bu!" sahutnya.
Pak Darno tidak berkedip saat melihat wanita cantik didepannya. Wanita yang sangat ia kenal dengan baik. Dan pernah sempat bersinggah di hatinya. Sekarang wanita itu berubah menjadi wanita yang sangat cantik. Bahkan memiliki sihir tersendiri baginya.
"Pah, Ayo beri selamat kepada Pak Rokhim dan istrinya," bisik Bu Darno.
"Eh, iya," sesaat lamunannya buyar, "Selamat juragan. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warahmah,"
"Terimakasih banyak Pak Darno. Silahkan nikmati hidangannya!"
Selesai juga pesta pernikahan yang sangat meriah. Badan Darsih kelelahan karena pesta itu. Dia menyuruh suaminya untuk tidak menganggu selama dia beristirahat. Seperti kerbau dicucuk hidungnya, Rokhim menuruti semua perintah sang istri tanpa bertanya apa-apa.
Selama dua hari dua malam, Darsih tidak keluar kamar. Dia mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan akibat pesta itu. Sedangkan Rokhim ia suruh untuk tidur di sofa. Dia nampak seperti orang bingung, hanya tidur, bangun dan makan saja.
Setelah dua hari, Darsih baru keluar dari kamarnya. Rokhim begitu bahagia melihat istri cantiknya keluar dari kamar.
"Bang, Aku lapar!" ucap Darsih.
"Kau lapar. Kau mau makan apa, Sayang? Nanti aku akan belikan," ujarnya.
"Aku mau beli lauk di warungnya Mak Onah,"
"Kenapa harus di sana?" tanya Rokhim.
"Abang, nggak mau membelikan makanan ditempatnya Mak Onah?"
"Iya, Sayang. Aku mau," jawabnya, "Kamu mau lauk apa?"
"Aku mau ikut," ujarnya.
"Baiklah. Kita naik motor saja ya, biar cepat,"
"Baiklah,"
Dengan membonceng suaminya, mereka datang ke desa sebelah. Sepanjang perjalanan, semua mata laki-laki tidak berhenti menatapnya. Hati mereka berdesir saat mencium aroma melati. Aroma itu berasal dari tubuh Kadarsih yang baru saja melintas. Bagai tersihir, mereka tidak berhenti mengedipkan mata.
Motor yang dikendarai Rokhim berhenti tepat di depan warung Mak Onah. Darsih dan suaminya menyapa semua orang yang ada disitu. Mereka menatap heran dengan kedua pasangan yang berbeda generasi itu.
"Neng Darsih?" Mak Onah agak terkejut dengan kedatangan Darsih.
"Iya, Mak. Ini saya," sahutnya.
"Bagaimana kabarnya? Sekarang Neng tambah cantik saja!" puji Mak Onah.
"Ah, Mak. Bisa saja! Saya sehat, Mak. Mak sendiri?"
"Yah, beginilah. Sudah tua, jadi, sering sakit-sakitan," jawabnya, "Maaf ya, Mak, nggak bisa menghadiri acara pernikahan Neng. Saat itu Mak sakit,"
"Nggak apa-apa, Mak. Acaranya juga biasa saja kok!" ucap Darsih dengan ramah.
"Oya, Saya mau membeli lauk," ucap Darsih kepada Mak Onah.
"Oh, Silahkan! Neng Darsih mau beli lauk apa?" tanya Mak Onah. Belum Darsih meneruskan kalimatnya. Bu Darno, Bu Henny, Bu Wati datang secara bersamaan ke warung Mak Onah. Mereka sedikit terkejut dengan kedatangan Darsih dan suaminya ke desa sebelah. Karena ini adalah pertama kalinya bagi Rokhim beli masakan di warung Mak Onah.
"Mak, Saya mau beli lauk!" ucap Bu Darno dengan tatapan sinis ke arah Darsih.
"Saya dulu Mak!" ucap Darsih, "Saya datang paling awal, jadi, Saya dulu yang dilayani!" ujar Darsih.
"Eh, iya, Neng Darsih dulu ya Bu Darno. Karena memang Neng Darsih yang datang duluan," terang Mak Onah.
"Saya mau rendangnya, semua. Ayamnya juga semua. Dan ikannya juga semua!" ucap Darsih. Membuat Bu Darno membulatkan matanya.
"Wah, banyak banget, Neng?" tanya Mak Onah.
"Iya, Mak," ucapnya tersenyum.
"Berapa semuanya, Mak?"
"Dua ratus lima puluh," jawab Mak Onah. Darsih memberikan lembaran uang seratus ribuan berjumlah lima lembar.
"Lho, cuma dua ratus lima puluh ribu, Neng!"
"Nggak apa-apa, selebihnya Mak simpan saja!" ucapnya.
"Ya Allah, terimakasih banyak, Neng. Mak jadi nggak enak!"
"Nggak apa-apa, Mak. Dikampung ini hanya Mak yang baik sama Darsih. Sudah sepantasnya Darsih membalas kebaikan, Mak,"
"Terimakasih banyak, Neng,"
"Sama-sama. Saya pulang dulu, Mak!" ucapnya, "Mari ibu-ibu, saya pulang dulu!"
Darsih melewati ibu-ibu itu dengan tatapan sinis. Dia masih mengingat betul, bagaimana ibu-ibu ini menghakiminya tanpa ada perasaan. Lengan Darsih menyenggol lengan Bu Darno. Membuat wanita itu menatapnya tajam.
"Bang, Ayo kita pulang!" ajak istrinya.
"Iya, Sayang,"
Mereka pun kembali melanjutkan perjalanannya untuk pulang. Di tengah jalan, Darsih menyuruh suaminya untuk berhenti sejenak. Dia ingin melihat kondisi rumahnya sekarang.
Darsih berhenti di depan rumahnya dulu. Yang sekarang sudah rata dengan tanah. Tidak ada yang tersisa. Dia meneteskan air matanya, mengingat kejadian yang masih berbekas jelas diingatan.
"I-bu?" suara seorang anak memanggilnya. Darsih memutar tubuhnya mencari sumber suara, yang ia yakini itu adalah suara Aminah.
"I-bu?" suara itu lagi.
"Ada apa, Sayang?" tanya Rokhim.
"Nggak, Nggak ada apa-apa," ujarnya.
Darsih mengambil tanah yang menghitam akibat kebakaran. Dia masukkan ke plastik kemudian ia simpan disakunya.
"Ayo, Bang, kita pulang!"
Pukul Dua Malam
Setelah memastikan suaminya tertidur. Darsih masuk ke sebuah kamar yang sengaja ia kunci rapat, dan tidak mengizinkan siapapun untuk masuk ke dalam, termasuk suaminya sendiri.
Ia keluarkan cinglo untuk membakar kemenyan. Seketika ruangan itu tercium wangi kemenyan yang sangat menyengat. Ia buka bungkusan yang dibawanya, dan ia taburkan di atas cinglo tersebut. Dengan membaca mantra, mulutnya komat-kamit dan menyemburkan mantra itu ke arah cinglo. Asap mengepul berwarna putih, putihnya semakin pekat mengepul dan berubah menjadi wujud dua makhluk kecil. Berwajah pucat dan mengeluarkan bau daging gosong yang sangat menyengat.
"I-bu?" panggilnya.
"Aminah? Adrian?" isak Darsih.
"I-bu, pa-nas," ujarnya.
"I-bu, I-bu, To-long!"
"Aminah? Adrian?" isak Darsih.
"Jangan tinggalkan ibu,"
"Anakku, Sayang!"
"I-bu, pa-nas," ujarnya lagi.
"Maafkan ibu, Sayang. Ibu tidak sempat menyelematkan kalian!"
"I-bu, pa-nas," ucapnya lagi.
"Kalian mau kemana?"
"Tidak, jangan tinggalkan ibu!"
"Aminah? Adrian?" teriak Darsih.
"Aaaaaaaaaaaah,"
Keringat dingin keluar dari tubuhnya. Darsih terbangun dari mimpinya. Mimpi bertemu dengan Aminah dan Adrian.
"Aminah? Adrian? Anak-anak ibu," gumam Darsih.
to be continued ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
neng ade
kasihan Aminah dan Adrian .. sebelum rumah nya terbakar kedua nya sangat kelaparan menunggu ibu yg blm plng .. padahal saat itu Darsih sedang diperkosa sm pak Darno dan dihakimi warga yg dilompati oleh bu Darno ..
2023-04-19
0
Neni Anggraini
kisah yg menyayat hati...😭
2022-08-07
1
Puja Kesuma
siapa yg bakar rumah darsih knp kog.sampe anak anaknya terbakar
2022-07-11
1