Episode 5 : Tragedi 1

# Kadarsih ( Pelet Pengasihan Lintrik )

"Kau akan menyesal Kadarsih! Aku akan pastikan, kau dan anak-anakmu akan pergi dari rumah itu tanpa uang sepeserpun!" ucap Wiranto.

Kadarsih yang mendengar ucapan demi ucapan Wiranto. Dia lari ke dapur, dan mengambil parang yang panjang. Dia keluar dengan menodongkan parang tersebut.

"Sampai hati Kau menyakiti anak-anakku. Dengan parang ini aku menghabisi mu. Dan aku pastikan dengan tanganku sendiri!" gertak Kadarsih mengacungkan parangnya. Membuat Mawar ketakutan, dan bersembunyi di belakang punggung sang suami. Wiranto juga tidak kalah terkejutnya, dengan keberanian yang ditunjukkan Kadarsih. Pasalnya, dulu wanita yang sudah dinikahinya hingga memiliki dua orang anak, adalah wanita yang lembut, sopan dan memiliki budi pekerti yang baik. Ternyata keadaan ekonomi yang merubah semuanya. Menjadi seorang wanita yang garang dan galak.

Aminah dan Adrian menangis melihat ibunya yang marah-marah dengan membawa sebilah parang. Mereka ketakutan, saking ketakutannya mereka bersembunyi di belakang pintu kamar. Kadarsih mencari keberadaan buah hatinya.

"Aminah? Adrian?" panggilnya. Mereka menyembulkan kepalanya diantara celah pintu. Kadarsih tahu bahwa anaknya ketakutan, dengan lembut diapun memanggil Aminah dan Adrian agar mendekat.

"Ibu, Ada apa? Kenapa ibu marah-marah ke ayah?" tanya Aminah.

"Tidak, Sayang. Siapa bilang ibu marah sama ayah? Ibu hanya berusaha mengusir setan jahat ditubuh ayahmu," jawab Kadarsih. Aminah hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Kadarsih.

"Sekarang, ibu mau bekerja. Kalian tinggal dirumah ya? Nanti siang ibu pulang membawa makanan enak buat kalian," bujuk Kadarsih kepada kedua buah hatinya.

"Iya, Bu. Aminah akan menjaga adik dengan benar. Ibu semangat kerjanya ya! Semoga Minggu ini ibu bisa mendapatkan gaji yang banyak, biar Aminah dan Adrian bisa beli jajan lagi," ucap Aminah polos.

"Iya, Sayang. Ibu akan semangat bekerja demi kalian. Upah ibu Minggu ini, akan ibu belikan kalian baju yang bagus. Yang tidak bolong," ucap Kadarsih tergelak.

"Iya, Bu,"

"Ingat, jangan kemana-mana. Kalau ada ayah datang, jangan kasih masuk. Kalian mengerti!" mereka menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

Kadarsih melenggang pergi meninggalkan rumah menuju perkebunan milik Pak Darno. Belum ada orang yang datang. Sembari menunggu dia menyiapkan tunas pohon pisang yang akan ditanam oleh Pak Mat dan kawan-kawan.

Sedang sibuk menyiapkan segala sesuatu. Dari arah belakang ada seseorang yang memeluknya. Sontak dia sangat terkejut. Kadarsih memutar tubuhnya ke belakang.

"Pak Darno?" Darsih membulatkan matanya.

"Darsih, hari ini kamu wangi sekali," lirihnya.

"Jangan begini, Pak," Darsih berusaha untuk melepaskan pelukan Pak Darno.

"Kenapa? Aku tahu kau sengaja membeli sabun yang wangi supaya aku bisa memelukmu kan?" ucap pria tua itu.

"Tolong lepaskan saya, Pak. Sebentar lagi para pekerja yang lain datang!" ujarnya. Darno baru menyadari bahwa dirinya sedang berada diperkebunan. Darno melepaskan pelukannya di tubuh wanita itu. Dia mengusap mukanya kasar.

"Hampir saja," batin Darno. Satu persatu pekerjanya datang, dan menyapa juragan Darno dengan ramah. Ada rasa curiga dihati mereka, melihat gelagat aneh juragannya.

"Pagi, Pak,"

"Pagi,"

"Tumben Pak Darno sudah di sini," ucap Pak Mat.

"Iya, Saya ingin mengecek perkebunan," elaknya, "Pak Mat, Apakah hari ini tunas pisang, sudah bisa ditanam?"

"Sudah, Pak," jawab Pak Mat.

"Bagus, bagus. Saya suka dengan pekerjaan kalian semua," puji Pak Darno, "Nanti ambil pupuk di kantor, ya, Pak!"

"Iya, Pak," jawab Pak Mat.

Setelah berkeliling cukup lama, akhirnya pria tua itu pergi meninggalkan perkebunan. Pak Mat bisa melihat rasa ketakutan pada raut muka Kadarsih.

"Apa yang dilakukan pria tua itu kepadamu, Sih?" tanya Pak Mat.

"Tidak ada, Pak," jawabnya, namun tubuhnya bergetar hebat.

"Kamu harus berhati-hati dengan pria tua bangka itu, Sih. Dia bukan hanya ancaman. Dia bisa membuat masalah dalam kehidupan kamu!" tutur Pak Mat.

"Iya, Pak. Saya akan mengingat nasehat Bapak," ucap Kadarsih.

"Sudahlah, sekarang, Ayo kita bekerja!"

Jam makan siang tiba, semua pekerja menaruh cangkul dan sabitnya. Mereka menggelar tikar untuk menikmati makan siang yang dibawa dari rumah. Sebelum menikmati makan siangnya, mereka mencuci tangan dan kaki di pancuran yang airnya mengalir ke parit-parit.

"Pak Mat, Saya izin pulang dulu! Saya mau membeli nasi buat anak-anak dirumah," pamit Kadarsih.

"Iya, Sih. Hati-hati," sahut Pak Mat.

Kadarsih pergi meninggalkan perkebunan. Di jalan dia dicegat oleh Tarman.

"Sih, tunggu!"

"Ada apa Mas Tarman? Saya mau pulang, anak-anak belum makan siang," ujarnya.

"Kamu disuruh Pak Darno datang ke kantor. Katanya ada sesuatu yang harus diambil untuk tanaman," ucap Tarman.

"Apa memangnya, Mas?"

"Sudah, kamu ke sana saja dulu. Mungkin saja pupuk atau apa gitu. Aku kurang tahu," jawabnya.

"Baiklah, Saya ke sana dulu!"

"Biar lebih cepat, bagaimana kalau saya boncengin sampai kantor Pak Darno!" tawar Tarman.

"Boleh. Tapi nggak ngrepotin kan, Mas?"

"Nggak, Monggoh!"

Dengan dibonceng Tarman, Darsih sampai di depan kantor Darno. Sebenarnya itu adalah salah satu rumah Darno. Tapi dialihfungsikan menjadi kantor oleh Darno sendiri.

Ruang tamu ia jadikan untuk kantor. Satu kamar untuk gudang penyimpanan pupuk dan alat pertanian. Dan satu ruangan lagi untuk kamar pribadinya. Tarman hanya mengantarkan sampai depan pagar. Kemudian dia langsung pulang ke rumah untuk makan siang bersama anak dan istrinya.

Tok .. Tok ...Tok

Kadarsih mengetuk pintu. Tidak ada sahutan dari dalam. Ia mengulangi ketukannya kembali. Terdengar derap langkah kaki dari dalam ruangan.

"Darsih, Ayo masuk!" Darno mempersilahkan Darsih masuk ke dalam. Darsih yang bingung dengan gelagat majikannya, dia menolak dan memilih untuk berdiri di luar.

"Ayo, Masuk!" Darno menarik tangan Darsih.

"Saya menunggu di luar saja," jawabnya.

"Masuklah dulu. Nggak enak juga kalau ngomongin masalah pekerjaan di luar kantor," ucapnya.

"Ada apa sih, Pak? Bapak mau menyuruh saya apa?"

"Masuklah dulu!" ajaknya. Kadarsih pun menuruti perintah juragannya. Entah setan darimana, Darno tiba-tiba mengunci pintunya. Membuat Darsih ketakutan.

"Apa yang Bapak lakukan? Kenapa pintunya dikunci?"

"Tenang Darsih, Tenang! Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku mencintaimu. Aku ingin menikahimu," ujar Darno.

"Tidak. Saya tidak mau!" Darno memaksa dirinya untuk memeluk tubuh kurus itu.

"Saya tidak mau, Pak. Tolong lepaskan saya. Saya mohon!" pinta Darsih.

"Ikut saya!"

"Tidak, Saya tidak mau. Jika Bapak mendekat saya akan berteriak!"

"Silahkan kamu berteriak. Tidak ada yang akan mendengarmu. Wanita miskin seperti dirimu, siapa sih yang mau percaya?" ejek Darno tertawa lebar.

"Dasar bajing\*n!" isaknya mulai ketakutan.

"Kamu kan sudah saya beri uang. Seharusnya kamu menurut dengan saya. Tidak akan sakit kok, kamu juga pasti akan menikmatinya!"

"Biadab!" Darsih hendak memukulkan vas bunga yang ada didepannya, ke kepala Darno. Namun Darno berhasil menahan tangan kurus itu.

"Tidak tahu terima kasih!"

PLAKKK ...

to be continued ...

Terpopuler

Comments

Yuli

Yuli

mainkan secara adat sih, jentuskan 🤣🤣🤣

2023-01-23

1

akbr

akbr

mentang-mentang juragan

2022-12-10

0

tintakering

tintakering

coba kepalanya kena vas bunga😁

2022-09-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!