Episode 8 : Terusirnya Kadarsih

# Kadarsih ( Pelet Pengasihan Lintrik )

"Hey, Bu. Kami sudah membeli tanah ini dari pemiliknya bernama Pak Wiranto,"

"Tidak mungkin. Ini rumah milik saya. Milik anak-anak saya, bukan milik laki-laki brengsek itu!" sergahnya.

"Ujang, ambilkan surat-suratnya!" suruh pria berdasi itu. Seorang pria berperawakan kurus datang membawa map berisi surat-surat.

"Ini, Pak," pria berdasi menerima map itu, dan memperlihatkannya kepada Kadarsih.

DEGH ...

"I-ni ti-dak mung-kin," lirih Kadarsih terduduk lemas, "Ini adalah tanah saya. Ini adalah hak saya. Dia tidak bisa menjual tanpa seizin saya," marah Kadarsih.

"Bagaimana Anda mendapatkan sertifikat rumah? Hah?" ketus Kadarsih.

"Kau tanyakan sendiri kepada Pak Wiranto. Aku mana tahu. Aku hanya membelinya. Ada surat ada uang. Itu adalah hukum perbisnisan," jawab pria itu.

"Ti-dak. Aku tidak akan pergi dari tanahku. Rumahku. Kalian yang harus pergi dari sini!" usir Kadarsih.

"Enak saja,"

"Jang, usir wanita ini dari sini! Keberadaannya mengganggu pekerjaan kita!" suruh pria itu kepada anak buahnya.

"Lepaskan aku! Lepaskan!" berontak Kadarsih.

"Ayo pergi!" usir anak buah pria berdasi.

"Tidak. Ini tanah milikku!"

Mereka mendorong tubuh Kadarsih hingga terjungkal ke belakang. Sebuah mobil putih berhenti tepat di depan Kadarsih. Wiranto dan juga mawar keluar dari mobil tersebut. Mereka menyunggingkan senyum, tanpa ada perasaan bersalah sedikitpun.

"Dasar laki-laki tidak tahu diri. Sampai hati kau merebut semuanya dariku. Aku baru saja kehilangan anak-anakku. Dan sekarang kau juga ingin mengambil lahan rumah ini," marah Kadarsih.

"Maafkan aku, Sih. Aku butuh uang," ujarnya sangat enteng, "Rencananya aku ingin membagi dua denganmu. Ternyata harga tanahnya sangat murah. Jadi, aku minta maaf kalau kau tidak mendapatkan sedikitpun hasilnya,"

"Coba kalau sejak awal kau bersikap baik kepadaku, pasti aku akan membagi sedikit untukmu," gelaknya.

"Makanya jadi wanita itu jangan kebanyakan gaya," kekeh Mawar mengejek.

"Dasar penjahat!" Darsih memukul wajah Wiranto dengan brutal.

Bugh ... Bugh ... Bugh

"Rasakan!"

"Ah, Sakit," pekik Wiranto.

"Mas?"

"Tolong, Tolong. Ada wanita gila mengamuk!" teriak Mawar.

"Tolong!"

"Darsih hentikan!" pekik Wiranto.

Wiranto mendorong tubuh Darsih hingga terjerembab jatuh ke tanah.

"Wanita gila," umpatnya.

"Bangs*t, kau memang baj*ng*n!" teriak Darsih.

"Kembalikan tanahku!" teriak Darsih membabi buta.

Suara keributan terdengar sampai ditelinga Bu Darno. Dia bergegas ingin melihatnya. Dari balik pepohonan, Bu Darno melihat Kadarsih yang didorong oleh mantan suaminya sendiri hingga terjatuh. Terbitlah senyum licik di bibirnya.

Dia mengumpulkan warga untuk memprovokasi mereka, supaya Kadarsih benar-benar terusir dari kampungnya. Rasa benci yang sudah menutupi hatinya, membuat dia harus mengusir perempuan itu dari desa.

"Usir, usir, usir!" teriak para warga kembali menggema. Darsih yang sudah berada ditengah kerumunan orang, dia merasa ciut hatinya ketakutan.

"Usir, pezina dari desa kita!" teriak mereka jelas ditelinga Wiranto. Wiranto yang tidak mengerti, ia pun bertanya kepada salah satu warga di sana.

"Ada apa? Kenapa semua warga tidak suka dengan Kadarsih?" tanya Wiranto.

"Kadarsih seorang pezinah. Dia sudah berselingkuh dengan Pak Darno. Dan perbuatannya diketahui oleh istrinya," bisik salah satu warga.

Seperti mendapatkan angin surga. Wiranto tersenyum bahagia. Dengan warga yang tidak suka keberadaannya, membuat dia tidak usah bersusah payah untuk menyingkirkan wanita yang sudah menjadi penghalangnya selama ini.

BUGH ...

BRAKK ...

Salah satu warga mendorong tubuh kurus itu hingga kembali terjatuh. Bu Darno menarik selendang warna merah yang menutupi kepala Darsih yang pelontos. Sontak mereka tertawa terbahak-bahak, mereka mengejek dan menghina penampilan Darsih sekarang. Kadarsih jatuh tersungkur dengan kilatan mata yang memerah. Dia berdiri dengan menarik selendangnya, dan menutupi kepalanya kembali.

"SUDAH CUKUP KALIAN MENERTAWAKANKU? KALIAN SEMUA MEMANG BUKAN MANUSIA. KALIAN SEMUA ADALAH MANUSIA TERKUTUK. AKU KADARSIH, AKAN PERGI DARI KAMPUNG INI. DAN AKU AKAN MENUNTUT BALAS ATAS PENGHINAAN YANG KALIAN LAKUKAN TERHADAPKU. TERUTAMA KAU!" Darsih menatap tajam ke arah Bu Darno.

"DAN KAU, KAU JUGA!" Darsih menatap ke Bu Heni dan Bu Wati.

"DAN KAU BAJ*NG*N!" Darsih menatap mantan suaminya dengan tatapan kebencian.

"Suami kalian akan bertekuk lutut di hadapanku. Hingga kalian sendiri yang akan meminta pengampunan dariku!" kilat mata Kadarsih menatap tajam ke arah orang-orang yang sudah tega mengusirnya. Mereka tertunduk takut melihat kilatan merah kebencian yang terpancar dari mata Kadarsih. Saat Kadarsih berjalan melewati kerumunan itu, tak seorangpun yang berani untuk bersorak Sorai.

Kadarsih pergi meninggalkan kampungnya, dengan perasaan yang hancur. Rasa sakit yang ada di dadanya membuat dia bertekad untuk pergi dari desanya. Dia berjalan melewati persawahan, perkebunan, dan jalan raya.

Sesekali dia berhenti untuk beristirahat. Menyeka keringatnya, dan menelan salivanya. Tenggorokannya terasa kering, bibirnya pecah-pecah. Dia tidak membawa apapun, dan sama sekali tidak memiliki uang.

Dia duduk di sebuah gubuk kecil, bekas kandang kambing yang sudah lama tidak digunakan. Dia termenung, menangis sendirian. Tidak satupun orang yang perduli dengannya, tidak satupun orang yang iba dengan kondisinya. Sekarang dia tidak memiliki penyemangat untuk hidupnya. Hatinya terasa sangat gersang dan sakit. Seperti ditusuk sembilu, ditempa dengan besi berkarat. Dadanya terasa sangat sesak. Air matanya terus mengalir membasahi pipi, tanpa ia pinta.

Beban hidup yang ia jalani terasa sangat berat. Namun dia bisa tegar selama anak-anak masih ada disisinya, namun sekarang dia sudah tidak memiliki tujuan untuk hidup. Dia berjalan melangkah ke hutan, dan berdiri tepat di tepi sungai yang arusnya sangat deras. Dia memejamkan mata dan menjatuhkan dirinya ke sungai.

BYURRRRRRR .......

☄️☄️☄️☄️☄️

***Satu Minggu Berlalu***

Para pekerja bangunan sedang membersihkan sisa puing-puing bangunan yang hangus karena terbakar. Mereka merasakan hal yang ganjil saat sedang melakukan pekerjaannya.

Puing-puing yang sudah dibersihkan tiga hari yang lalu. Keesokkan paginya, kembali seperti semula. Itu membuat para pekerja harus ekstra membersihkannya kembali.

"To, aneh ya. Kemarin padahal sudah bersih. Kenapa reruntuhan itu kembali ke tempat semula?" tanya Karman kepada Anto, seorang pekerja bangunan.

"Mungkin saja ada warga yang jahil. Mereka sengaja, supaya pekerjaan kita tidak selesai-selesai," jawab Anto.

"Mana mungkin, To. Apa tujuannya coba?"

"Iya, juga sih, ini memang sangat aneh," sahut Anto.

"Aku dengar dari warga. Kalau tempat ini habis terbakar. Dan ada dua korban anak kecil yang hangus terbakar," ujarnya.

"Beneran? Kamu jangan nakut-nakutin ah!" kesal Anto. Entah kenapa tiba-tiba bulu kuduknya berdiri.

"Yuk, kita kerja lagi!" ajak Anto.

"Hey, kalian semua! Buang semua sisa-sisa puing dikebun karet sana! Biar agak menjauh dari lokasi!" suruh Ridwan, mandor proyek tersebut. Rencananya, bekas rumah Kadarsih akan dibuat rumah kontrakan bertingkat oleh pembelinya.

"Baik, Pak!" jawab tujuh pekerja dengan serentak.

Karman dan Anto membuang kayu-kayu yang sudah hangus di perkebunan karet. Tiba-tiba Karman merasa ingin buang air kecil. Dia pun bersembunyi di balik pohon karet untuk membuang hajatnya.

Srrrrrrrrrrrr ...

"Lega," gumamnya.

Plukk ...

"Auw," pekik Karman. Seseorang menimpuknya dengan biji karet.

"Siapa sih yang berani jahil?" kesalnya.

Hiks ... Hiks ... Hiks

"Siapa ya?" batin Karman di dalam hati. Dia mendengar tangisan seorang anak kecil. Sungguh menyayat hati. Karman melihat seorang anak kecil tertunduk, sedang menangis pilu.

"Dek, kamu kenapa? Kamu nyasar? Mana orang tuamu?" tanya Karman memegang bahu anak kecil itu. Anak kecil itu menengok ke arah Karman. Betapa terkejutnya Karman. Wajah anak itu hangus tidak terbentuk. Matanya menyala merah menatapnya.

"Se-se-setan," teriak Karman lari terbirit-birit ketakutan.

Hi ... hi .... hi ...

Suara kekehan anak kecil menggema di perkebunan karet.

to be continued ...

Bantu like, favorit dan kasih bunga yuk....

Yang sudah like, dan kasih bunga, Saya doakan rezekinya lancar.....

Sun jauh dari Author....😘😘😘😘

Terpopuler

Comments

Patrish

Patrish

kasihan jiwa Aminah dan Andra.. tidak tenang...

2023-02-05

0

Gede Artha

Gede Artha

cerita yg sangat Bagus..

2022-11-01

1

Joveni

Joveni

penasaran... rumahnya terbakar karena anakny darsih nyalain lilin atau dibakar orang? sungguh orang" laknat...

2022-09-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!