Episode 6 : Tragedi 2

# Kadarsih ( Pelet Pengasihan Lintrik )

Tok .. Tok .. Tok

"Ibu pulang, Ibu pulang! Ayo kak, cepat buka pintunya!" ucap Adrian kepada kakaknya.

"Iya, Kakak buka dulu ya!"

Aminah membuka kunci rumahnya. Nampak seorang pria berdiri di depan pintu rumahnya.

"Ayah?" teriak Aminah. Gadis kecil itu langsung memeluk sang ayah.

"Aminah, Ayah kangen sama kalian," ucapnya.

"Ayah?" teriak Adrian sangat senang.

"Adrian, jagoan ayah," Adrian berhambur kepelukan sang ayah.

"Sudah pelukannya!" ketus Mawar yang sedari tadi menyaksikan drama menyedihkan didepannya. Mawar berusaha melepaskan tangan Adrian ditubuh suaminya. Kedua anak itu menatap tidak suka dengan wanita didepannya.

"Mana ibu?"

"Ibu sedang pergi, Yah. Ibu sekarang bekerja, dan belum pulang," jawab Aminah.

"Ini adalah kesempatanku untuk mengambil surat rumah," batin Wiranto.

Wiranto masuk ke dalam rumah begitu saja. Aminah berusaha untuk melarang, tapi, tenaga anak sekecil itu mana mungkin bisa menghadang tubuh kekar ayahnya.

Wiranto masuk ke kamar sempit yang mungkin ukuran kamarnya hanya 3 x 3 meter saja. Dengan mudah ia menemukan surat rumah. Surat yang tersimpan rapih diantara tumpukan baju mantan istrinya. Terbit senyum lebar dibibir tebal Wiranto.

"Beruntungnya aku," batinnya.

"Apa yang ayah ambil?" tanya Aminah.

"Ini surat-surat ayah yang tertinggal. Ayah harus mengambilnya," sahut Wiranto, "Ayah harus pergi!"

"Ayah mau kemana lagi?"

"Ayah akan membelikan baju-baju yang bagus buat kalian," bohongnya, "Kalian tunggu saja disini!"

"Baiklah,"

"Bagus. Jadilah anak yang penurut!" ucap Wiranto mengelus puncak kepala Aminah.

Setelah keinginannya tercapai, Wiranto dan juga istrinya, langsung pergi begitu saja. Sikecil Adrian hanya bisa memandang kepergian ayahnya dari pintu rumah. Aminah mendekati adiknya yang menatap kepergian sang ayah.

"Adrian lapar, Kak. Kenapa ibu tidak pulang-pulang?" ucapnya.

"Sabar ya, pasti ibu sedang membeli makanan enak untuk kita," jawab Aminah.

"Kenapa tadi ayah tidak membelikan kita makan?" tanya Adrian menahan perih diperutnya. Bahkan mereka tidak tahu ini sudah jam berapa. Karena dirumah mereka memang tidak ada jam terpasang.

Hari sudah mulai petang, Ibunya tidak kunjung pulang. Adrian mulai ketakutan. Karena tidak ada penerangan di rumahnya. Biasanya Darsihlah yang menyalakan lilin sebagai penerang rumahnya. Namun, dia belum juga kembali.

"Kakak, Aku takut!" ucap Adrian.

"Jangan takut, Dek. Ada kakak disini," sahut Aminah.

Aminah mencari lilin di kotak kaleng bekas. Biasanya, Darsih menaruh lilin di kaleng bekas. Aminah menemukan lilin, yang ukurannya tidak terlalu panjang, karena sisa tadi malam. Dia berusaha menyalakan lilin dengan pemantik rokok. Pertama tidak berhasil, karena berkali-kali tertiup angin. Entah kenapa angin hari ini lumayan besar. Untuk yang kedua kali, akhirnya Aminah berhasil menyalakan lilin. Adrian bersorak senang.

"Ayo kita tunggu ibu di luar. Biarkan lilinnya disini!" Aminah menaruh lilin didekat jendela, dekat dengan korden. Mereka menunggu ibunya diteras rumah.

Kadarsih menangis dipojok ruangan. Dia tidak menyangka kalau hari ini adalah hari tersialnya. Dia telah dinodai oleh seorang pria yang sepantasnya menjadi pamannya sendiri.

Dengan langkah tertatih dia menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Meskipun dia bukan seorang perawan, tapi, disetubuhi berkali-kali membuat bagian intinya merasa perih dan pegal. Dengan sisa tenaga, dia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Selesai memakai pakaiannya kembali, sayup-sayup Darsih mendengar suara ribut diluar. Suaranya semakin keras, terdengar, ada bantingan benda-benda juga. Darsih semakin ketakutan. Dia berdiam diri di kamar mandi, tanpa berani keluar.

Tok ... Tok ... Tok

Suara ketukan keras di kamar mandi. Membuat dirinya terhenyak, dan bergidik ngeri. Suara ketukan berganti dengan suara gedoran pintu, membuat Darsih harus membuka pintu itu. Nampak Bu Darno melototkan matanya dengan tajam.

"Dasar pel\*cur! Wanita mur\*h\*n! Tidak tahu diuntung!" Bu Darno menarik rambut Darsih dengan sekuat tenaga.

"Aduh, sakit, Bu. Sakit!" pekiknya mengaduh kesakitan.

"Bu lepaskan dia!" bela Darno melihat Darsih kesakitan.

"Kenapa? Bapak mau membelanya?" marah Bu Darno menatap tajam ke arah suaminya, " Dasar pria tua bangka. Sudah tua, matanya masih juga jelalatan. Apa kau tidak malu, ketahuan selingkuh, hah?"

"Ibu salah paham,"

"Salah paham apanya? Dan kamu ... !" Bu Darno menatap nyalang ke arah Darsih. Darsih hanya menundukkan kepalanya dengan terisak.

"Bukan salah saya, Bu. Bapak yang memaksa saya untuk ... !"

PLAKKK ...

Sebuah tamparan keras berhasil mendarat dipipi mulus Kadarsih. Rasanya sangat panas dan perih. Ada cairan segar yang mengalir disudut bibirnya.

"Wanita mur\*h\*n, pel\*cur. Mati Kau!" umpatnya. Saat Bu Darno akan menyakiti Darsih lagi, tubuhnya ditahan oleh sang suami. Darsih yang melihat kesempatan itu, dia berlari keluar. Dengan sisa tenaganya, dia berlari untuk pulang.

Bu Darno tidak habis akal, dia berlari dan berteriak sekencang mungkin, meneriaki wanita itu. Wanita yang sudah membuat amarahnya memuncak.

"Dasar pel\*cur. Tangkap dia!" teriak Bu Darno. Membuat para tetangga yang kebetulan baru pulang sholat Maghrib, menjadi penasaran dengan keributan yang terjadi.

"Ada apa, Bu Darno?" tanya Bu Wati.

"Darsih, wanita pel\*cur. Dia menjajakan dirinya untuk mendapatkan uang. Awas saja suami kalian bisa kena rayuannya. Cepat usir wanita hina itu dari kampung kita!" ucap Bu Darno kepada para ibu-ibu.

"Wanita hina harus diusir dari kampung, kalau tidak, kampung kita akan menjadi sial," ucap Bu Heni mengompor-ngompori.

"Usir! Usir! Usir!" teriak mereka ramai.

Satu persatu warga kampung bersatu dan marah setelah mendengar hasutan Bu Darno. Berbondong-bondong mereka mencari keberadaan Kadarsih yang lari kepersawahan.

"Usir wanita hina! Usir pel\*cur dari kampung kita!"

"Usir!"

"Usir!" teriak para warga bersatu.

Kadarsih yang ketakutan lari tunggang langgang, bingung mau kemana. Karena warga meneriakkan namanya. Nyalinya begitu ciut, dia pasrah dengan apa yang dilakukan warga kepadanya.

"Itu dia!" teriak salah satu warga. Mereka mencegat Kadarsih untuk berlari. Salah satu warga melemparinya dengan batu, dengan mengumpat dan sumpah serapah.

"Pel\*cur, pel\*cur, pel\*cur!"

"Usir, usir, usir!" teriak mereka serentak.

"Usir pel\*cur ini. Dia sudah menggoda suami saya, agar tidur bersamanya. Jangan biarkan dia tinggal lebih lama didesa. Bisa-bisa suami kalian yang tidur dengannya!" teriak Bu Darno.

"Tidak, itu semua bohong. Saya diperkosa. Pak Darno yang memaksa saya!" isaknya.

"Suami saya tidak akan tergoda jika bukan kamu duluan yang menggoda!" hardik Bu Darno.

"Pak?" panggil Bu Darno. Pak Darno mendekat ke arah istrinya yang sedang menyidang Kadarsih didepan kerumunan warga desa.

"Katakan kepada semua orang. Siapa yang menggoda terlebih dahulu?" tanya Bu Darno menatap tajam ke arah suaminya. Pak Darno bingung harus menjawab apa, dia mendapatkan tatapan memangsa dari sang istri.

"Kadarsih yang sudah merayu saya," jawab Pak Darno. Kadarsih hanya menatap lesu ke arah pria yang sudah menyetubuhinya. Dan sekarang pria itu malah memutar balikkan fakta. Hatinya sangat hancur dan sedih. Dia tidak menyangka nasibnya benar-benar sangat buruk dan memprihatinkan. Dia hanya pasrah dengan nasibnya.

to be continued......

Terpopuler

Comments

Chandra Dollores

Chandra Dollores

yahhh... kok ternoda sehhhh

2023-06-03

0

neng ade

neng ade

Bu Darno udh sangat keterlaluan.. pak Darno pun pria yg sangat jahat dan licik .. aku kasihan sm ke 2 anak nya Darsih

2023-04-18

0

Ima Diah

Ima Diah

tunggu pembalasan si Pitung.....😄😄😄😄😄😄

2023-02-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!