Episode 13 : Kembalinya Kadarsih

Satu Bulan Berlalu

Sudah satu bulan lamanya, proyek pembangunan kontrakan di atas tanah milik Kasarsih, belum juga dimulai. Semua pekerja takut, mereka memilih untuk pulang ke kota dan mencari pekerjaan yang lain. Pasalnya, saat bata pertama akan dipasang sebagai pondasi bangunan, keesokkan paginya pekerja yang memasang bata itu, akan sakit demam yang tidak kunjung sembuh. Padahal sudah meminum obat dan pergi ke dokter.

Hal aneh juga sering terjadi, jika malam telah tiba. Para pekerja sering diganggu oleh makhluk tak kasat mata. Bahkan secara terang-terangan mereka menampakkan diri, membuat para pekerja tidak betah, dan memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Akhirnya sampai sekarang pembangunan terhenti karena tidak adanya pekerja yang mau bekerja di sana.

"Eh, Bu Wati. Apa kabar? Kok sekarang saya jarang ketemu ibu sih?" tanya Bu Henny, saat mereka bertemu di warung Mak Onah.

"Iya, Bu. Kalau sudah Maghrib, Saya sekarang di dalam rumah. Saya nggak berani keluar," jawab Bu Wati.

"Lho, kenapa?"

"Emangnya ibu nggak dengar desas-desusnya?"

"Nggak tuh,"

"Desa kita sekarang jadi angker, semenjak peristiwa kebakaran rumah Kadarsih," ucap Bu Wati.

"Ah, masa sih? Kemarin saya keluar habis isya, ke desa sebelah untuk kondangan. Pulangnya malam, dan saya tidak mengalami kejadian yang aneh tuh," jawab Bu Henny.

"Ish, Bu Henny. Warga disini tuh melihat sendiri, arwahnya Aminah dan Adrian tidak tenang. Mereka gentayangan dan mengganggu semua orang yang lewat," terang Bu Wati, "Kalau ibu nggak percaya, tanya saja Pak kumis. Dia mengalami sendiri kejadian yang aneh,"

"Masa sih? Ah, Saya belum percaya dengan yang kayak gitu-gituan. Orang yang sudah meninggal, mana bisa menampakkan diri lagi," cebiknya.

"Sudah dulu ya, Saya mau cepat-cepat pulang. Saya mau mampir ke warung Bu Mira. Mau belanja di sana. Saya mau stock makanan yang banyak, biar kalau malam nggak keluar rumah lagi,"

"Oya, sudah. Hati-hati, Bu Wati,"

"Iya, saya permisi dulu!"

"Aneh banget tuh, Bu Wati," batin Bu Henny menatap kepergian Bu Wati dengan tergesa-gesa.

"Bu Henny ini pesanannya?" ucap Mak Onah, membuat lamunannya buyar.

"Eh, iya, Mak. Terimakasih," jawab Bu Henny, "Oya, Mak. Emang apa benar, di desa kita ada kejadian aneh?" tanya Bu Henny kepada Mak Onah.

"Kejadian apa?"

"Tuh kata Bu Wati,"

"Nggak ada apa-apa kok. Jangan mudah percaya omongan orang. Lagian mana ada sih, orang yang sudah meninggal terus bangkit lagi?"

"Iya, juga kata Mak Onah," batin Bu Henny.

"Memangnya satu Minggu ini, Bu Henny kemana?"

"Oh, saya di rumah kakak saya. Kakak saya sedang ada hajatan di kota. Anak sulungnya menikah. Dan dirayakan besar-besaran. Saya sebagai seorang adik, membantunya di sana!"

"Oh, begitu. Pantas saja rumah terlihat sepi,"

"Iya, Mak. Semua keluarga ke kota. Jadi rumah sepi," sahutnya sambil tersenyum, "Iya, sudah, Mak. Jadi berapa lauknya?"

"Lima puluh lima ribu,"

"Ini, uangnya. Terimakasih ya, Mak,"

"Sama-sama,"

Darsih berjalan menyusuri desa Sukasari. Desa Sukasari terletak bersebelahan dengan Desa Sukorejo ( rumahnya dulu ). Dengan berjalan kaki Darsih sampai ke Desa tersebut.

Darsih mencari kontrakan untuk tempat tinggalnya sekarang. Tidak mungkin dia tidur di sembarang tempat, tanpa arah dan tujuan. Dia melangkahkan kakinya, dan berhenti di sebuah pondok kayu. Perjalanan yang cukup panjang membuat kakinya terasa lelah. Ia pun beristirahat sebentar di pondok tersebut.

Dua orang pemuda melihat seorang wanita cantik sedang beristirahat di pondok. Mereka saling berpandangan dan melempar senyum. Seolah-olah ada mangsa yang empuk untuk mereka santap. Mereka mendekat ke arah Darsih, dan menyapanya.

"Selamat siang, Nona cantik. Kenapa duduk disini sendirian?" tanya salah satu seorang pemuda.

"Selamat siang. Saya sedang beristirahat sejenak disini!" jawab Darsih. Darsih mengamati ada gelagat yang tidak baik pada dua pemuda di depannya.

"Oh, istirahat," jawab mereka manggut-manggut.

"Saya sedang mencari kontrakan, Apakah kalian bisa membantu?" tanya Darsih dengan ramah. Senyuman yang ia tampilkan membuat kedua pemuda itu seperti di sihir. Mereka mengangguk dengan patuh.

"Apakah kalian tahu?" mereka mengangguk lagi.

"Siapa nama kalian?"

"Warsito, Nyai,"

"Darto, Nyai,"

"Bagus. Sekarang tunjukkan di mana saya bisa mendapatkan kontrakan yang murah, besar dan sangat nyaman!"

"Di juragan Rokhim, Nyai," jawab salah satu pemuda.

"Maukah kalian mengantarkan ku?" mereka berdua mengangguk pelan. Kedua pemuda itu mengantarkan Darsih ke rumah juragan Rokhim. Seorang duda separuh baya, juragan kontrakan di Desa Sukasari. Dia salah satu yang terkenal di Desa Sukasari.

Tok .. Tok ... Tok

"Permisi!"

"Juragan?" panggil Darto dengan suara yang keras. Suara derap langkah seseorang dari dalam, membuka pintu.

"Darto, Warsito! Ada apa?" tanyanya penuh dengan selidik.

"Ada seorang wanita cantik mencari kontrakan, Juragan," ucap Warsito.

"Siapa?"

"Tuh!" tunjuk Darto ke arah Kadarsih. Darsih tersenyum sangat manis. Menampilkan deretan giginya yang putih berseri-seri.

"Cantik sekali," gumam juragan Rokhim. Namun masih bisa didengar ditelinga Darsih.

"Apakah Bapak yang bernama juragan Rokhim?" tanyanya.

"Ia, benar. Itu saya," jawabnya, maniknya tidak berhenti menatap Kadarsih. Dadanya berdesir aneh saat menatap manik wanita cantik didepannya.

"Kalian boleh pergi!" suruh Darsih.

"Baik, Nyai," jawab mereka. Tubuh mereka berbalik meninggalkan dua manusia yang berbeda generasi itu.

"Silahkan duduk!" Rokhim mempersilahkan Darsih untuk duduk.

"Terimakasih," sahutnya.

"Perkenalkan, nama saya Kadarsih. Panggil saya Darsih. Kedatangan saya kesini. Saya ingin mencari kontrakan. Apakah masih ada kontrakan yang kosong?"

"Ada. Kamu mau yang seperti apa?"

"Bagi seorang wanita yang sendirian seperti saya. Tentu saya menginginkan yang sederhana, nyaman dan terutama murah," geraknya.

"Tentu. Kamu datang ke orang yang tepat! Saya mempunyai kontrakan yang besar, lengkap dengan isinya. Dan kamu bisa menempatinya,"

"Aduh, Pak Rokhim. Kalau besar, pasti harga sewanya mahal!"

"Tidak usah memikirkan pembayaran! Kamu bisa menempatinya sekarang, Bagaimana?" tawar Rokhim.

"Baiklah, Saya setuju,"

Rokhim mengantarkan Darsih ke kontrakannya. Kebetulan kontrakan Rokhim tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Hanya berjarak sekitar 20 meter dari rumah Rokhim.

"Ini dia rumahnya," ucap Rokhim.

"Wah, rumahnya besar sekali! Pasti sewanya mahal?"

"Tidak usah dipikirkan," sahut Rokhim.

"Ayo, Silahkan masuk!"

Kadarsih melihat kondisi rumahnya. Rumah yang lumayan besar, bahkan dua kali lipat lebih besar dari rumahnya dulu. Rumah ini berdinding kayu, namun nampak sangat nyaman jika ditempati. Darsih masuk ke dalam rumah. Sudah lengkap dengan ruang tamu dengan meja dan kursinya. Ada ruang makan dan dapur kecil tanpa sekat. Satu kamar mandi. Dan dua kamar tidur.

"Wah, rumahnya nyaman sekali, Juragan,"

"Kau suka?" Darsih menganggukkan kepalanya. "Jika, Kau menjadi istriku pasti apa yang kumiliki akan menjadi milikmu juga," ujarnya.

"Ah, juragan bisa saja. Lagipula saya kan baru mengenal juragan. Dan juragan juga baru mengenal saya!"

"Ha ... Ha ... Ha." tawanya.

"Saya cuma bercanda," gelaknya.

to be continued ....

Terpopuler

Comments

Pipi Tembem

Pipi Tembem

pelet juraganny dulu lalu miliki rumahny..

2022-08-23

0

Wong kam fung

Wong kam fung

Kadarsih

2022-08-08

0

Rose_Ni

Rose_Ni

kalo melet jgn tanggung2,gaet sultan Sih😎

2022-08-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!