Episode 2 : Bekerja Di perkebunan

# Kadarsih ( Pelet Pengasihan Lintrik )

Kadarsih berjalan dengan menggandeng dua buah hatinya. Dia benar-benar merasa jengkel dengan ucapan nyinyir tetangganya. Terutama Bu Darno.

Bu Darno adalah wanita separuh baya yang terkenal kaya di kampungnya. Rumah dan kontrakannya banyak, sawahnya berhektar-hektar. Wanita paruh baya itu, meskipun usianya sudah berkepala empat, namun tubuhnya masih singset seperti umur dua puluhan. Wajahnya juga nampak masih muda, mungkin perawatan dari salon mahal yang selama ini merawatnya.

Pak Darno sendiri adalah juragan tanah yang kaya raya. Pria separuh baya ini, bekerja sebagai makelar tanah, kebun dan sawah. Dia juga memiliki banyak sawah dan perkebunan. Persawahan dan perkebunan di kampung itu sebagian besar miliknya.

Pasangan separuh baya itu memiliki anak yang masih kecil. Sepantaran dengan usia anak Kadarsih. Karena dulu, memang Bu Darno sengaja menunda usia kehamilannya.

Anak Bu Darno bernama Mario. Anak laki-laki yang super nakal. Jika dijalan berpapasan dengan Amina dan Adrian, Mario akan membully mereka hingga menangis. Membuat Kadarsih terkadang geram sendiri melihat kelakuan nakal Mario.

Hari ini untuk mencari uang tambahan, Kadarsih terpaksa memohon kepada Pak Darno meminta pekerjaan. Salah satu karyawan Pak Darno, menyuruh Kadarsih untuk masuk ke kantor.

"Sih, jangan bawa anak. Tinggalkan saja mereka disini dulu. Jika ingin membahas masalah pekerjaan, Pak Darno paling tidak suka ada keributan atau suara berisik," ujar Tarman. Orang yang membantu Kadarsih mencarikan pekerjaan.

"Anak-anak, tunggu ibu disini. Ibu akan menemui Pak Darno dulu!" ucapnya.

"Baik, Bu," jawab Aminah. Berbeda dengan Andrian, dia merengek minta ikut masuk ke dalam.

"Jangan, Nak. Ibu mau membicarakan masalah penting dengan Pak Darno. Masalah pekerjaan, jika ibu punya uang banyak, nanti ibu ingin mengajak kalian ke pasar membeli baju, Bagaimana?"

"Hore, ke pasar," ujarnya riang.

Kadarsih masuk ke ruangan Pak Darno. Pak Darno yang sedang memeriksa buku laporan keuangan, menyuruh duduk wanita itu.

"Duduklah!" ucapnya, "Apa keperluan mu? Katakan!"

"Saya ingin meminta pekerjaan, Pak. Saya mohon, terimalah saya bekerja di perkebunan, Bapak," pintanya. Manik tua itu menatap Kadarsih dengan tatapan memangsa.

"Baiklah, Kau aku terima bekerja disini. Tapi, kerja yang rajin!" tuturnya.

"Benarkah, Pak. Terimakasih banyak, Pak!" ucap Kadarsih lugu. Kadarsih mencium punggung tangan pria itu.

"Sudah, sudah. Besok kau sudah mulai bekerja!"

"Baik, Pak. Terimakasih banyak. Saya pamit dulu!" pamitnya dijawab anggukan kepala Pak Darno.

Wanita itu melangkahkan kakinya dengan hati berbunga-bunga, karena mulai besok dia akan bekerja. Dan hasilnya akan Ia belikan makanan kesukaan anak-anaknya.

Saat berjalan dengan menggandeng anak-anaknya, di pintu gerbang dia berpapasan dengan Bu Darno. Bu Darno menatapnya dengan sinis.

"Sedang apa kau dikantor suamiku?" tanyanya sinis.

"E-e-e, Saya ... !"

"A-e-a-e. Ditanya seperti orang bisu saja," kesal Bu Darno, "Apa yang kau lakukan di kantor suamiku? Kau mau menggoda suamiku dengan tampang jelekmu itu?" ejeknya.

"Ciiiiih, dasar munafik. Kau bilang tidak membutuhkan bantuan siapapun, nyatanya kau kesini meminta sumbangan kan?" cecar wanita itu.

"Ibu salah paham. Saya datang kesini untuk ... !" belum menyelesaikan kalimatnya, Bu Darno kembali mengejeknya.

"Dasar wanita miskin, gembel, bau. Sana jauh-jauh dari kantor suamiku. Keluargaku akan ketiban sial jika kau dan anak-anakmu datang kesini," ejeknya sambil mengusir tubuh kurus itu.

"Ayo anak-anak kita pergi," ajak Kadarsih kepada kedua anaknya.

☄️☄️☄️☄️☄️

Keesokkan harinya, sebelum pergi ke perkebunan. Kadarsih membawa bekal makanan dan minuman, supaya saat anaknya kelaparan dan kehausan, mereka tidak rewel. Singkong rebus dan air putih cukup mengenyangkan, menurut Kadarsih.

Pukul tujuh pagi mereka berangkat dari rumah menuju perkebunan. Para karyawan Pak Darno yang sudah mengenal baik wanita itu, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bersosialisasi. Mereka langsung akrab. "Sih, buang sampah plastiknya. Dan daun yang kering-kering kumpulkan menjadi satu didalam wadah, untuk pupuk organik," suruh Pak Mat. Seorang pria tua yang sudah lama bekerja di perkebunan itu.

"Baik, Pak Mat," ujarnya.

Dengan dibantu oleh kedua anaknya, Kadarsih membersihkan sampah-sampah yang memenuhi perkebunan Pak Darno. Rencananya perkebunan ini akan ditanami pohon pisang disisi kanan, dan tanaman singkong disisi kiri.

Jam makan siang Kadarsih dan anak-anaknya sudah tiba, begitu juga karyawan yang lain. Mereka membuka bekalnya masing-masing. Pak Mat sedari tadi memperhatikan Kadarsih dan kedua anaknya, mereka hanya makan siang dengan singkong dan air putih. Pak Mat merasa sangat iba. Dia pun memberikan sebagian makan siangnya untuk Aminah dan Adrian.

"Terimakasih banyak, Pak Mat," ucap Kadarsih kepada pria tua itu. Aminah dan Adrian makan dengan lahap, padahal hanya dengan sayur lompong dan ikan asin saja.

"Kenapa kau tidak menikah lagi saja, Sih?" tanya Pak Mat.

DEGH ...

Tatapan Kadarsih beralih ke Pak Mat. Kemudian dia tersenyum getir. Bagaimana dia mau menikah lagi? Siapa yang akan melirik ke wanita jelek, lusuh, jauh dari kata cantik dan berkulit hitam seperti dirinya.

"Pak Mat ada-ada saja," gelaknya.

"Lho, Saya serius, Sih!"

"Mana ada laki-laki yang mau dengan saya, Pak?"

"Jika ada, kamu mau?" tanya Pak Mat. Kadarsih membuang nafasnya kasar.

"Saya belum sempat berpikir kearah situ, Pak. Saya ingin membesarkan anak-anak dulu," jawabnya.

"Tapi, mereka butuh figur seorang ayah, Sih," ujar Pak Mat, "Dengan kamu menikah lagi, beban dipundak mu akan sedikit berkurang," imbuh Pak Mat. Kadarsih nampak berfikir.

"Saya belum berpikiran sejauh itu, Pak Mat,"

"Sebaiknya kau pikirkan lagi ucapanku,"

"Memangnya Pak Mat mempunyai teman atau saudara yang mau menikah dengan janda seperti saya?" tanya Kadarsih penasaran.

"Ada, teman saya. Dia memang sudah tidak muda lagi. Dia seorang duda dengan dua belas anak. Tapi dia sangat kaya," jawab Pak Mat, "Usianya kira-kira lima puluh lima tahun,"

"Apa?" Kadarsih tersenyum kecut, "Itu pantasnya jadi bapak saya, Pak,"

"Darsih, Darsih. Jaman sekarang banyak Kakek-kakek menikahi perawan. Dan perawan juga nggak nolak. Nah, kamu kan janda, anak dua. Menurut saya, jika menikah dengan orang seperti dia, hidup kamu dan anak-anakmu akan makmur dan sejahtera," tutur Pak Mat.

"Nanti akan saya pikirkan dulu, Pak," sahutnya.

"Baiklah. Pikirkan saja dulu," ujar Pak Mat, "Jika kamu memang bersedia, akan saya pertemukan kamu dengannya,"

"Baik, Pak. Nanti saya akan memberikan kabar kepada Bapak, jika hati saya sudah mantap,"

"Baiklah, saya tunggu," sahutnya, "Pikirkan dengan matang. Pikirkan untuk kebaikan anak-anakmu. Masa depannya, dan kehidupannya kelak,"

"Baik, Pak. Terimakasih banyak,"

Selesai jam kerja, Kadarsih bersiap-siap untuk pulang. Sedari tadi kedua anaknya sangat rewel, mungkin karena tubuh mereka kecapean.

"Baiklah, Ayo kita pulang!" ajak Kadarsih kepada anak-anaknya.

to be continued ...

Terpopuler

Comments

Chandra Dollores

Chandra Dollores

q datang telat tapi tenang q bawa byk oleh2 dr kampuangg heheh

2023-06-03

0

neng ade

neng ade

walaupun duda kaya tapi punya anak nya itu sampai 12 an .. alih2 mau hidup enak yg ada malah semakin sengsara

2023-04-18

0

Chieda

Chieda

ceritanya menarik ...ko sepi sih

2023-03-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!