# Kadarsih ( Pelet Pengasihan Lintrik )
Satu Minggu Berlalu
Hari yang dinanti-nanti oleh Kadarsih dan juga anaknya telah tiba. Hari ini dia akan mendapatkan upah atas kerjanya selama satu Minggu. Dia ikut mengantri seperti karyawan yang lain untuk menerima upah. Hasil kerja mereka diperkebunan.
Karena antrian terlalu panjang, Darno membaginya menjadi dua barisan. Barisan yang pertama Darno sendiri yang membagikan amplop, sedangkan barisan kedua Bu Darno yang membagikannya.
Tiba giliran Kadarsih. Kadarsih mengantri di barisan kedua. Dimana Bu Darno yang membagikan amplop tersebut. Dengan menundukkan kepalanya, dia melangkah ke depan. Ada tatapan tidak suka dimata Bu Darno terhadap wanita didepannya.
"Nih, upah kamu," ketusnya.
"Terimakasih, Bu," jawabnya. Dengan riang gembira, Kadarsih membawa amplop itu. Anak-anak sudah menunggu dengan tidak sabar, melihat ibunya datang mereka bersorak-sorai bahagia.
"Asyik ibu sudah gajian," ucap Aminah.
"Nanti kita beli makanan yang enak ya, Bu," ucap Adrian.
Ibu mana yang tidak sedih mendengar ucapan-ucapan polos kedua buah hatinya. Mereka begitu menginginkan makanan yang enak. Makanan yang seperti teman-temannya makan.
"Ayo buka, Bu!" pinta Aminah.
"Iya, Sayang,"
Dengan perlahan Kadarsih membuka amplop itu. Betapa terkejutnya dia, uang yang ada di amplop itu, hanyalah lembaran uang lima ribuan, berjumlah sepuluh lembar, jika ditotalkan semuanya berjumlah lima puluh ribu rupiah. Kenapa keringatku hanya dibayar lima puluh ribu rupiah? batin Kadarsih.
"Ada apa, Bu?" tanya Aminah.
"Eh, nggak apa-apa, Sayang," jawabnya, "Pergi ke pasarnya nanti ya. Sepertinya, Pak Darno salah menghitung uangnya," ucapnya.
"Nggak apa-apa kok, Bu," jawab gadis kecil itu sambil tersenyum manis.
"Mungkin Pak Darno salah memberikan upah, sebaiknya aku datangi rumahnya," batin Kadarsih.
"Ibu mau kemana?" tanya Aminah, dia melihat ibunya merapikan rambutnya.
"Aminah jaga adik ya! Ibu mau ke rumah Pak Darno. Mau menanyakan upah ibu, sepertinya Pak Darno salah deh," ucapnya.
"Tapi, Bu?"
"Sayang, pulangnya akan ibu bawakan makanan yang enak-enak," ucap Kadarsih lagi.
"Ehm, baiklah. Jangan lama-lama ya, Bu,"
"Iya, Sayang,"
Kadarsih pun buru-buru ingin menemui Pak Darno dirumahnya. Mumpung belum petang, ia sempatkan datang kekediaman Darno. Jika ditunda sampai besok pagi, Takutnya Pak Darno lupa.
Kadarsih sudah berdiri di depan pagar rumah bercat kuning. Pagarnya hanya sebatas dada saja. Dari luar rumah nampak sepi, namun mobil milik Darno ada di rumah. Dia masih berdiam diri di depan pintu pagar.
"Apakah harus masuk atau tidak? Tapi aku butuh penjelasan. Kenapa tenagaku hanya dibayar lima puluh ribu rupiah saja?" monolognya sendiri.
"Ah, lebih baik masuk saja. Aku sudah janji ingin membelikan baju dan makanan untuk anak-anak,"
Kadarsih memutuskan untuk masuk ke dalam. Dia mengetuk pintu berwarna coklat. Kayunya terbuat dari kayu jati, sehingga saat diketuk kayunya sangat keras, membuat tangannya kesakitan.
Tok ... Tok ... Tok
"Assalamualaikum?"
"Walaikumsalam," jawab seorang pria dari dalam.
"Kadarsih!" Darno mengerutkan keningnya. Dia heran dengan kedatangan wanita itu yang secara tiba-tiba.
"Masuklah!" ajaknya.
"Tidak, Pak. Disini saja,"
"Sudah masuk dulu. Nggak enak juga mengobrol diluar,"
"Baiklah," sahutnya saling menautkan jari-jarinya.
"Silahkan duduk!"
"Terimakasih banyak, Pak,"
"Ada apa? Tumben kamu datang kesini. Apakah ada masalah?"
"Ini, Pak. Saya mau menanyakan perihal uang gajian saya. Apakah benar upah saya segini, Pak?" tanya Kadarsih menyerahkan amplop kepada Darno. Darno memeriksanya. Pria separuh baya itu, nampak mengernyitkan alisnya.
"Ini pasti kerjaan ibu," batinnya.
"Maaf, mungkin istriku salah menghitung. Tunggu sebentar, akan aku ambilkan uangnya dulu," ucap pria itu berlalu ke sebuah ruangan. Dan dia keluar dengan amplop coklat juga.
"Ini!" Darno menyerahkan amplop tersebut, Kadarsih menghitung kembali uangnya.
"Pak ini terlalu banyak," ucap Kadarsih terkejut karena uang yang ada diamplop itu begitu banyaknya.
"Tidak apa-apa. Kau simpan saja lebihnya. Aku tahu, kau dan anak-anakmu sedang membutuhkan uang untuk makan dan membeli kebutuhan lain," ucapnya seraya duduk disebelah Kadarsih. Kadarsih yang diperlakukan seperti itu merasa risih. Tubuhnya beringsut sedikit untuk menjauh dari pria itu.
"Sebenarnya kamu cantik, Sih. Di poles sedikit saja, kamu terlihat sangat cantik," ucapnya menggoda. Tangan Darno menyibak rambut Darsih yang menutupi sebagian wajahnya.
"Jangan, Pak," ucapnya menepis tangan Pak Darno.
"Tenang saja. Istriku sedang tidak ada dirumah. Dia sedang pergi ke rumah ibunya,"
"Jangan, Pak. Saya nggak bisa," ucap Darsih beranjak dari tempat duduknya.
Namun Darno menahan tangan Darsih, membuat tubuh kurus itu terhuyung ke belakang, dan jatuh tepat di pangkuan Darno. Darno memeluk tubuh kurus itu, dan berniat untuk menciumnya. Namun ada suara seseorang membuka pagar rumah. Pagar itu berderit keras, membuat keduanya terkejut. Darsih langsung beranjak dari pangkuan Darno.
"Ayah?" panggil Mario.
"Sudah jauh-jauh datang kesana, tenyata ayah dan ibu sedang ke Surabaya," sungutnya. Bu Darno bermonolog sendiri.
"Apa yang kau lakukan disini?" Bu Darno membulatkan matanya melihat kedatangan Darsih.
"Maaf, Bu. Kedatangan saya kesini, saya ingin ... !" belum selesai bicara, Bu Darno sudah memotongnya.
"Kamu pasti berniat ingin menggoda suami saya. Dasar wanita murahan, tidak tahu diri!" Bu Darno memukuli tubuh Darsih dengan tasnya. Darno yang melihat aksi brutal sang istri, dia berusaha untuk mencegahnya.
"Hentikan, Bu!" bentak Darno.
"Kenapa? Bapak mau membelanya?" ketus Bu Darno.
"Tidak, ibu salah paham! Darsih datang kesini untuk menanyakan perihal uang gajinya. Kenapa ibu hanya memberikan upah lima puluh ribu kepada Darsih?" bentak suaminya. Bu Darno terhenyak. Dia menundukkan kepalanya tidak berani menatap sang suami.
"Itu-itu karena ... !"
"Sudah, Bapak sudah tahu, ibu nggak suka sama Darsih. Tapi, bukan berarti ibu bisa mengurangi upah karyawan begitu saja. Lama-lama para karyawan tidak mau bekerja ditempat kita, kalau cara ibu seperti itu!" kesal Darno.
"Maafkan ibu, Pak," ucap Bu Darno masih menundukkan kepalanya.
"Pak, Bu. Sebaiknya saya pamit. Kasihan anak-anak di rumah sendirian," ucap Darsih.
"Pulanglah, Darsih. Kasih makan anakmu dengan layak," ucap Darno memandang Darsih penuh arti.
"Iya, Pak. Terimakasih banyak,"
Bergegas Darsih pun keluar dari rumah Pak Darno. Sebelum pulang ke rumah, Darsih mampir dulu ke warung Mak Onah. Dia membeli dua porsi nasi dengan lauk ayam goreng dan rendang daging. Dia juga membeli jajanan yang diinginkan anak-anaknya selama ini.
Jika ada temannya yang memakan jajanan itu. Aminah dan Adrian hanya bisa menelan ludahnya sendiri. Pernah mereka meminta sedikit, bukannya memberi. Mereka malah mengejek dan mencaci maki. Pulang ke rumah mereka menangis sedih. Melihat kedua anaknya menangis, tentu hati seorang ibu pastinya sangat bersedih.
"Tumben, Sih. Kamu membeli banyak makanan?" tanya Mak Onah.
"Iya, Mak. Saya kan habis gajian. Saya ingin membelikan makanan yang enak untuk anak-anak saya," ucapnya senang.
"Syukurlah kalau begitu. Mak ikut senang mendengarnya," ucap Mak Onah tulus.
"Terimakasih banyak ya, Mak. Saya pamit dulu!"
"Hati-hati, Sih!"
to be continued ...
Tap Love...❤️❤️
Tap Like ...👍👍
Tap bunga ....💐💐💐
Tap kopi ...☕☕☕☕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Markonah Peseg
seruuu.....
2023-06-14
0
Chandra Dollores
padahal ngantuk berat
ketemu novel ini, tenaga naik seribu watt
hahah
2023-06-03
0
tintakering
setangkai bunga terkirim thor
2022-09-08
0