Setelah Felicie selesai melakukan sholat Subuh berjamaah dengan bik Sumi dan Tika, ia memutuskan untuk keluar dari kamar bik Sumi.
" Felicie keluar duluan ya buk, nanti kalau ketahuan sama siluman ular Felicie tidur disini, Ibu bakalan dimarahi." Felicie berjalan kearah pintu kamar.
" Kita barengan aja keluarnya, ngapain juga takut sama nek lampir itu." ucap Tika kesal mengingat Sisca.
"Iya, nak ... kita keluar sama - sama aja. Biar Ibu dan mbak mu
bantuin beres - beres barang yang mau kamu bawa nanti." Sumi menghampiri Felicie yang masih berdiri di depan pintu.
" Ibu lucu deh ..., barang apa yang mau diberesin, sejak mereka tinggal disini Felicie kan gak pernah beli baju lagi." Felicie tersenyum, ia terlihat lebih tegar pagi ini.
Sumi dan Tika hanya bisa menghela nafas mendengar omongan Felicie. Memang benar, sejak Bagas dan keluarganya pindah kerumah ini, mereka tidak pernah membelikan sepotong baju buat Felicie, kecuali waktu pengacara papanya masih hidup.
" Kog, malah sedih ... Felicie sudah membereskan barang - barang sejak kemarin. Ijasah dan foto Papa sama Mama udah Felicie taruh di apartment. Nanti paling bawa baju seadanya saja."
" Ya, udah kalau gitu kita keluar sekarang sebelum mereka pada bangun."
" Ya buk ... " jawab Felicie dan Tika bersamaan.
Mereka bertiga pun keluar bersama dari kamar, dan berjalan menuju dapur. Di dapur juga sudah ada pelayan lainnya yang sedang sibuk menyiapkan sarapan buat Bagas dan keluarganya.
" Sarapan dulu non ..." salah satu pelayan meletakkan makanan dan susu coklat hangat di meja makan yang terletak di dapur. Selama ini Felicie memang makan bersama mereka di dapur karena tidak diizinkan bergabung oleh Sisca di meja makan utama.
" Iya, non ... sebaiknya sarapan sekarang, sebelum semua gerombolan penyamun itu bangun." kata pelayan yang lainnya.
" Hahaha ... bibik bisa aja." Felicie tertawa mendengarnya.
Begitu pula dengan bik Sumi, Tika dan pelayan yang menghidangkan makanan buat Felicie tertawa. Tapi mereka tidak berani tertawa kencang karena gak ingin membangunkan Bagas dan keluarganya yang selalu bangun kesiangan jika tidak di bangunkan oleh bik Sumi.
Akhirnya mereka berlima duduk bersama dan menikmati sarapan.
Setelah selesai sarapan, merekapun segera membersihkannya agar tidak ketahuan sama Sisca.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh, bik Sumi pun bergegas pergi untuk membangunkan Bagas dan keluarganya seperti biasa.
Sementara Felicie pergi menuju kamarnya. Tika ingin ikut bersamanya tapi Felicie melarang karena gak ingin saat Sisca datang dan melihat Tika di kamar Felicie, bisa - bisa ia memarahinya dan kena pecat.
Setelah bik Sumi berhasil membangunkan Bagas dan keluarganya, ia pun kembali menuju meja makan. Disana juga sudah ada Tika dan dua pelayan yang tadi sarapan bersama Felicie. Karena Sisca dan anak - anaknya selalu meminta di layani oleh semua pelayan yang ada di rumah ini.
Kalau kata Tika, mereka itu norak, "OKBKM" alias orang kaya baru karena mencuri." Hahaha ... ada - ada saja si Tika.
Beberapa menit kemudian Bagas dan keluarganya sudah berada di meja makan.
" Mana, anak brengsek itu, Sumi ?"
tanya Sisca begitu duduk.
" Mungkin masih di kamar, nyonya ... lagi nyiapin barang - barangnya." jawab Sumi malas.
" Hahaha ... gaya banget. Apa juga yang mau diberesin sama dia. Baju - baju buluk nya itu." hina Sisca.
Bagas dan kedua anaknya, Vera dan Vina ikut tertawa mendengar perkataan Sisca.
Sedangkan Sumi, Tika dan ke dua pelayan hanya memandang sinis.
" Panggil dia kemari ! " perintah Sisca pada salah satu pelayan.
" Baik, nyonya ... " pelayan itu pergi setelah menjawab perintah Sisca.
" Ma, memangnya jam berapa acara pernikahan si miskin itu ?" tanya Vera karena sebelumnya belum menanyakan pada orang tuanya.
" Pukul dua siang ini., kita kesana nya pukul dua belas aja biar gak terlalu lama dengan jarak acara di mulai.
Sebenarnya mama juga malas pergi, kalau gak karena ingin memberi kesan baik sama Tuan William." jawab Sisca dengan raut wajah kesal.
" Bagus deh, ma ... biar Vera masih bisa tidur lagi, masih ngantuk soalnya." ucap Vera senang.
" Terus si miskin Felicie pergi bareng sama kita, ma ... ? " tanya Vina.
" Ya, enggaklah ... dia pergi sendiri aja. Dia harus pergi sekarang, karena kata Tuan William kemarin sama Papa, anaknya mau membicarakan sesuatu dulu sama Felicie sebelum pernikahan di langsungkan."
" Ohh ... baju buat nikahnya nanti mama yang belikan ? "
" Sebenarnya mama memang pengen dia pakai baju yang dari mama. Mama udah beli kebaya bekas dari tukang loak, biar dia terlihat jelek dan lusuh. Jadi suaminya langsung muak begitu melihatnya. Tapi kata Tuan William semua sudah disediakan disana. Jadi, gak jadi deh ... si brengsek itu pakai kebaya dari mama."
Bik Sumi dan Tika rasanya ingin sekali melempar piring ke wajah Sisca saat mengatakan itu. Tapi karena teringat permintaan Felicie, kalau mereka harus tetap bertahan disini terpaksa mereka menahannya.
" Enak juga si miskin itu, pasti baju yang di sediakan Tuan William bagus."
" Maka nya mama jadi kesal. Kalau dia pakai kebaya yang dari mama kan pasti dia akan terlihat menyedihkan."
" Iya, ya ma ... kenapa Papa gak minta nikahnya di buat di rumah kita aja. Jadi Vera dan Vina bisa dandanin biar si miskin itu terlihat norak dan jelek."
" Tau, tuh papa kalian cuma bisa diam dan setuju saja sama perkataan Tuan William dan anaknya."
Bagas yang sedari tadi hanya mendengarkan pembicaraan isteri dan anak - anaknya sambil sarapan langsung menghentikan suapannya begitu mendengar omongan istrinya.
" Memang mama mau Tuan William melakukan sesuatu yang buruk pada keluarga kita kalau papa menolak keinginannya." ujar Bagas marah.
" Gak, bukan gitu maksud mama,
Mas kan bisa ngasih alasan apa kek, bilang aja karena dia ponakan satu - satunya, jadi mas pengen sekali nikahnya di buat dirumah kita aja. Kalau gitukan mama sama anak - anak lebih gampang ngerjain Felicie." Sisca masih tetap menyalahkan suaminya.
" Kalau gitu, kenapa gak mama aja yang ngomong sama Tuan William." Bagas mulai kesal.
" Ih, ya gak mungkinlah ... mama kan belum pernah berurusan dengan Tuan William." Sisca mencari alasan.
" Ya, udah ... kalau gitu sebaiknya mama diam saja. Jangan banyak protes." ucap Bagas dengan suara mulai keras.
" Loh, kog malah marah, sih ? Mama kan cuma ngomong yang seharusnya Mas lakukan." Sisca tak terima dengan perkataan suaminya.
" Kamu bisa diam gak ! Kalau gak bisa melakukan sesuatu, jangan banyak protes." bentak Bagas.
Sisca melebarkan matanya dan memandang Bagas dengan tatapan marah.
" Ini semua karena anak brengsek ponakan mas. Mas bentak mama gara - gara dia. Mana lagi, anak itu lama banget ... " umpatnya kesal karena tak terima di bentak suaminya di depan pelayan.
" Felicie ... " teriak Sisca keras memanggil nama Felicie.
Felicie yang sudah mendekat ke arah meja makan pun membalas teriakan Sisca dengan teriakan.
" Apa ! Woi, aku belum tuli. Gak usah teriak - teriak juga. Susah emang kalau biasa tinggal di hutan."
Mata Sisca dan anak - anaknya langsung melotot mendengar omongan Felicie yang berani menghinanya. Sisca pun langsung bangkit dan ingin menampar Felicie.
" Coba aja kalau berani nampar aku, biar aku patahin lagi tuh tangan." ancam Felicie dengan dingin.
Sisca langsung menurunkan tangannya. Ia merasa takut dengan ancaman Felicie. Karena ia pernah mengalami saat kakinya di patahkan oleh Felicie ketika Sisca ingin mengerjainya. Vera dan Vina juga ikut mengkerut mendengar perkataan Felicie, apalagi melihat wajahnya yang terlihat sangat dingin.
" Mau ngomong apa ? Bicaranya pelan - pelan saja, aku masih bisa dengar dengan jelas." tanyanya datar.
" Lihat itu mas, ponakan mu kurang ajar, banget." Sisca mengadu pada Bagas.
Felicie hanya menarik sudut bibirnya sedikit melihat tingkah Sisca.
" Udah, biar Papa ngomong dulu sama dia. " Bagas tak menanggapi Sisca.
Sisca melihat dengan tatapan kesal pada Bagas karena tak mendengarkannya.
" Duduk kamu ! " perintah Bagas pada Felicie.
Dengan cuek Felicie pun duduk di depan Bagas. Lalu menatap dingin semua yang ada di meja makan.
Bik Sumi dan yang lain mengulum senyum dari tadi melihat sikap Felicie pada Sisca.
Felicie memang terbiasa bersikap dingin jika dihadapan Bagas dan keluarganya ataupun orang lain.
" Sekarang juga kamu harus pergi
kerumah Tuan William. Ada yang ingin di bicarakan terlebih dahulu
oleh Tuan Aaron calon suamimu dengan kamu. Nanti di sana, kamu jangan membuat malu dengan tingkah bar - barmu itu." ucap Bagas menatap tajam ke arah Felicie.
Felicie balas menatap Bagas dengan dingin.
" Baik, aku akan melakukannya tapi ada syaratnya."
Sisca dan anak - anaknya langsung melotot kearah Felicie.
" Eh, gak usah kurang ajar. Kamu gak punya hak buat Ngajukan syarat apapun." bentak Sisca dengan kasar.
" Ya, udah kalau gak mau, aku bakalan batalin pernikahan ini." ancam Felicie.
"Kamu gak bisa seenaknya batalin pernikahan. Kamu mau perusahaan dan rumah ini disita sama Tuan William." Sisca dengan wajah memerah karena marah mencoba menggertak Felicie.
"Iya, kamu mau kita tinggal di jalan." Vera dan Vina ikut membentak Felicie.
" Memangnya aku peduli. Kalau Tuan William mengambil semuanya, biarin aja. Malah bagus, dong ... jadi kalian bisa merasakan hidup di jalanan lagi." jawab Felicie sinis.
Rasanya saat ini ingin sekali Felicie berteriak mengatakan, kalau ia sudah tahu jika Bagas yang berhutang bukan Papanya.
Seharusnya mereka yang menanggungnya. Kenapa harus Felicie ? Tapi demi menyelamatka perusahaan Papa, ia rela mengorbankan diri untuk menerima pernikahan ini.
Sementara itu wajah Sisca dan anak - anaknya langsung berubah pucat begitu mendengar perkataan Felicie. Sisca langsung terdiam, gak berani mengeluarkan suara.
Ia sama sekali tidak menyangka kalau Felicie berani mengambil keputusan seperti itu. Bisa gawat jika Felicie benar - benar melakukannya. Sisca gak ingin merasakan hidup susah seperti dulu lagi. Ia lalu memandang Bagas tetapi malah tatapan marah Bagas yang di dapatnya.
" Kenapa diam ? Kalian takut hidup di jalanan ? Harusnya kalian sudah biasa, dong ... dulu sebelum tinggal di rumah orang tua ku, kan pernah merasakan tidur di emperan toko."
" Eh, dulu rumah Pak Bagaskan juga di sita sama Bank makanya tidur di emperan. Apa jangan - jangan kali ini sebenarnya Pak Bagas juga yang berhutang pada Tuan William, bukan Papa." Felicie memandang remeh kearah mereka.
Bik Sumi, Tika dan pelayan lain sangat senang melihat Felicie melakukan ini. Mereka ingin sekali
tertawa melihat wajah Sisca dan kedua anaknya yang berubah pucat.
Begitu mendengar perkataan Felicie, Bagas dan Sisca terlihat agak salah - tingkah dan wajah mereka semakin memucat.
" Itu gak benar. Kamu jangan ngomong sembarangan." bantah Bagas untuk menutupi rasa takutnya.
" Aku kan cuma bilang jangan - jangan, siapa tahukan Pak Bagas berbohong." sindir Felicie.
" Tentu saja saya tidak berbohong. Papa kamu yang berhutang sama Tuan William." ucap Bagas tetap berbohong.
" Oh, baguslah kalau itu memang benar. Karena aku gak akan pernah mengampuni siapapun yang berani menjelek - jelekkan Papa ku" ancam Felicie dengan wajah yang sudah mulai memerah karena menahan emosi.
Bagas dan Sisca saling berpandangan, terlihat sekali mereka sedang mencoba mengatasi rasa takut di hatinya mendengar ancaman Felicie.
" Bagaimana, apa masih gak mau mendengar syarat dari ku ? " dengan tatapan sinis dan dingin Felicie melihat wajah mereka.
" Baiklah, apa syaratnya ? " Bagas akhirnya mengalah walau hatinya geram sekali melihat Felicie.
Bagas gak ingin kalau Felicie membatalkan pernikahannya yang tinggal beberapa jam lagi. Jika Felicie benar - benar melakukan seperti yang di katakan nya maka ia dan keluarganya akan hidup susah lagi. Mereka akan terusir dari perusahaan dan rumah mewah ini. Bagas dan keluarganya sudah sangat nyaman dengan keadaan sekarang. Ia tidak perlu lagi bersusah - payah untuk mencari uang.
" Sebelum aku mengatakan syaratnya, tolong suruh Pengacara Pak Bagas datang kemari untuk mengesahkan perjanjian di antara kita. Agar di masa depan tidak ada yang mengingkari kesepakatan ini dan aku baru akan mengatakan syaratnya jika Pengacara sudah ada disini." Felicie sudah merencanakan ini dengan matang saat ia terpuruk semalam.
Bagas tak habis fikir, Felicie ternyata sangat pintar. Bukan seperti yang dibayangkannya. Selama ini ia bersikap tak peduli
apapun yang di lakukan Bagas dan keluarganya pada Felicie.
" Udah, telepon sekarang. Waktu terus berjalan atau anda mau aku sekarang pergi untuk membatalkan pernikahan." perintah Felicie cuek sambil melihat ponselnya.
" Baik, baik ... Om akan menelponnya sekarang." sahut Bagas panik.
Lalu dengan cepat ia menghubungi nomer pengacaranya.
Senyum smirk tercetak di wajah Felicie melihat kepanikan Bagas.
Tidak lama kemudian, Pengacara yang di tunggu pun datang. Ia berjalan dengan tergesa - gesa menghampiri Bagas.
" Bagas, apa benar kamu mau melakukan ini ? " tanyanya belum yakin.
" Ya, sebaiknya kamu tulis saja apa yang di sebutkan oleh Felicie.
Aku sudah gak punya banyak waktu lagi. Kerjakan saja yang ku perintahkan. " jawab Bagas dengan raut muka gelisah karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan, sedangkan Felicie harus pergi secepatnya ke rumah Tuan William.
" Baiklah, kalau itu sudah menjadi keputusanmu." ucap sang Pengacara.
" Sekarang katakan syaratnya ! " ucap Bagas.
" Baiklah, saksi dari pihakku, Buk Sumi dan Mbak Tika, mereka ikut menanda - tangani perjanjian kita."
" Sudah, terserah kamu mau melakukan apa. Katakan aja syarat - syaratmu." Bagas semakin tidak sabar.
" Okey, Ini syarat - syarat dari gue :
Aku gak mau Pak Bagas menjadi wali dalam pernikahan ini, pakai wali hakim saja.
Gak ada gunanya juga kan kalau anda jadi wali. Kalau beneran wali seharusnya gak tega dong menjual keponakan sendiri.
Wajah Bagas berubah menegang mendengar omongan Felicie.
Sedang Felicie tersenyum sinis melihat perubahan yang terjadi di muka Bagas.
Aku mau setelah menikah kita tidak pernah ada hubungan lagi dalam hal apapun dengan kata lain kalian semua bukanlah keluargaku lagi. Jadi, jika suatu saat Pak Bagas dan keluarganya melakukan hal - hal yang merugikan, gak ada sangkut - pautnya denganku lagi.
Kali ini Bagas terlihat senang dengan syarat kedua yang di katakan Felicie. Bagas memang ingin menyingkirkan Felicie agar dia bisa sepenuhnya memiliki semua aset milik adiknya.
Aku akan segera minta bercerai dari Tuan Aaron, jika ada yang berani memecat semua yang bekerja disini. Gue sama - sekali gak peduli dengan ancaman Tuan William.
Bagas dan keluarganya terlihat sangat ingin menerkam Felicie mendengar kata - katanya. Tapi mereka hanya bisa diam karena takut. Mereka tahu sifat Felicie, ia pasti akan melakukan yang telah dikatakannya.
Aku mau uang sebesar satu milyar dan itu harus sekarang juga buat jaminan hidupku. Siapa tahu Tuan Aaron suatu saat udah muak , lalu menceraikan aku. Jadi aku masih punya pegangan untuk bertahan hidup. Seperti kalian, aku gak mau, dong tidur di emperan. Kalau aku yang diceraikan, perusahaan dan rumah pasti gak akan disita.
Udah cuma ini aja syaratnya, gak beratkan ?" ucap Felicie setelah selesai mengatakan syarat - syarat yang diinginkannya.
Bagas langsung terduduk lemas mendengarnya. Sedangkan Sisca yang gak terima harus memberikan uang sebanyak itu untuk Felicie, langsung meradang.
Uang itu bisa dipakainya untuk shopping barang - barang bermerk yang sekarang menjadi hobbi baru buat Sisca dan anak - anaknya.
" Kamu gak bisa seenaknya begitu, kamu kan tahu Perusahaan kan sedang bermasalah karena hutang yang dibuat oleh Papamu. Jadi gak mungkin Om kamu punya uang sebanyak itu." bentak Sisca dengan wajah nek lampir nya.
" Kalau aku sih gak masalah kalau kalian gak setuju dengan syarat yang ku buat. Aku tinggal pergi menemui Tuan William." Felicie dengan cuek bangkit dari tempat duduknya dan berpura - pura akan pergi dari rumah ini.
Bagas dan Sisca langsung panik melihatnya. Bisa gawat kalau Felicie beneran pergi.
Sedangkan Perusahaan saat ini lagi menanjak dan banyak mendapat proyek karena dukungan dari Tuan William. Banyak sekali perusahaan besar yang ingin bekerja - sama dengan Perusahaannya. Itu terjadi karena
Tuan William sangat senang, anaknya bersedia menerima pernikahan ini.
Bagas tidak ingin keberuntungannya itu cepat berakhir, ia banyak menghasilkan uang dari proyek - proyek yang sedang di kerjakan, hanya karena Felicie membatalkan pernikahan.
Setelah berfikir keras, Bagas akhirnya memutuskan untuk menerima syarat yang dikatakan Felicie. Gak masalah dia harus mengeluarkan uang sebesar itu, karena dia bakalan dapat lebih dari proyeknya.
" Baiklah, Om menerima semua syarat dari mu. Tapi uang sebesar itu tidak bisa di cairkan sekarang. Butuh beberapa hari baru bisa di cairkan." ucap Bagas dengan hati berat.
" Sudah, kamu diam saja. Jangan ikut campur. Ini semua demi kebaikan kalian juga." hardik Bagas.
" Okey, aku akan memberi waktu dua hari buat mencairkannya.
Hari ini aku akan menikah, aku mau Pak Bagas mencairkan lima ratus juta sebelum pukul satu, lalu besok aku sudah harus menerima sisa uang nya. Jika kalian tidak melakukannya jangan salahkan aku, yang akan berbuat sesuatu dan itu pasti membuat kalian malu." ancam Felicie dengan wajah serius.
" Baiklah ... Baiklah ... Om akan segera mencairkannya."
" Okey, aku akan menunggunya di rumah Tuan William. Nanti bawanya pakai koper aja, jadi Tuan William akan berpikir kalian membawa pakaian buatku."
Bagas dan keluarganya sudah tidak bisa berkata apa - apa lagi.
Bagas hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda ia menyetujui perkataan Felicie.
" Oya, satu lagi ... jangan lupa salinan perjanjian yang kita buat.
Nanti harus sudah selesai sebelum aku menikah dengan Tuan Aaron."
" Baik ... " Pengacara yang merupakan temannya Bagas hanya bisa mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya.
Kali ini mereka semua benar - benar tidak menyangka, anak yang masih berusia tujuh belas tahun bisa berfikir secermat ini.
" Karena semua sudah selesai, aku akan segera pergi kerumah Tuan William. Tadi Pak Bagas bilang, kalau anaknya mau bicara hal penting denganku."
Felicie lalu berjalan mendekati Bik Sumi dan Tika untuk berpamitan.
Ia lalu memeluk mereka tanpa mengatakan apapun.
Bik Sumi yang sedang menahan air matanya agar tidak jatuh, benar - benar merasa bangga dengan keberanian Felicie. Begitu juga dengan Tika.
Mereka tidak menyangka, Felicie kini sudah dewasa. Karena bagi Sumi dan Tika, Felicie tetaplah anak kecil yang menggemaskan.
Setelah puas memeluk bik Sumi dan Tika, Felicie melangkah dengan tenang ke luar dengan membawa ransel miliknya dan berjalan lurus tanpa menoleh kebelakang sedikitpun.
Begitu Felicie keluar, Bagas langsung membanting barang dengan keras ke lantai.
Amarah yang ditahannya sejak tadi akhirnya terlepas juga.
Sisca hanya bisa mematung melihat semua hal yang baru saja terjadi.
**********************************
* Mohon dukungan dari semua ya ... 😀😀
" Jangan lupa beri like, koment, vote dan hadiahnya. ❤️❤️
* Mohon maaf jika ada salah dalam penulisan kata.
* Semoga kalian menyukai cerita yang mommy buat.
* Terima kasih .... 🙏🙏🙏😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Wiwik Murniati
semangat. saya baca nya ,,,,,,aku suka sama sikab tegas nya pelensia
2023-02-09
1
Agasaka
bru mampir mddhn seru
2022-07-31
1