Felicie menggunakan taksi untuk pergi menuju mansion nya Tuan William. Walau di hatinya ada rasa khawatir karena harus menghadapi semua ini sendiri, tapi ia sudah bertekad tidak akan menyerah walau apapun yang nanti akan terjadi.
Sementara itu, di rumah Bagas sibuk menghubungi bank untuk segera mencairkan uang yang diminta oleh Felicie. Ternyata dengan menjual nama Tuan William di beberapa bank, Bagas bisa dengan mudah mencairkannya. Bagas bahkan mengatakan kalau ia dan Tuan William akan menjadi besan, makanya pihak bank langsung menyetujui permintaannya. Uang sebesar satu milyar, tersedia dalam waktu cepat.
Ya, ia memutuskan untuk memberikan semua uang yang diminta Felicie. Karena setelah ini, Bagas tidak ingin lagi berhubungan dalam hal apapun dengan anak itu, sama seperti keinginan Felicie tadi.
Setelah Felicie menikah dengan Aaron, anak Tuan William. Bagas dan keluarganya akan aman.
Kini Perusahaan dan rumah ini akan segera menjadi miliknya.
Makanya walaupun dengan berat hati karena harus mengeluarkan uang sebanyak itu pada Felicie, ia tetap menyetujuinya karena Bagas tahu, ia akan lebih banyak mendapatkan uang dari Perusahaan. Proyek - proyek bernilai milyaran sudah di tangannya.
" Ambil koper dan segera masukkan semua uang ini, agar kita bisa membawanya saat anak itu menikah nanti." perintah Bagas pada istrinya.
" Mas, kamu beneran akan memberi uang sebanyak ini sama anak brengsek itu ? " tanya Sisca kesal, karena masih tetap gak setuju.
" Maksud mama ? Memangnya mama mau kalau Papa gak jadi memberikan uang ini pada anak itu lalu dia membatalkan pernikahannya ? Mama sudah siap hidup seperti dulu ? " tanya Bagas dengan wajah marah.
" Sebaiknya mama dan anak - anak diam saja, gak usah banyak protes. Ini semua demi kebaikan kita juga. Sekarang, pergi ambilkan koper !" perintah Bagas serius.
Sisca langsung tak berani mengucapkan sepatah katapun lagi.
Ia tahu apa yang dikatakan suaminya memang benar, tapi ia tetap aja gak rela harus membagi harta mereka pada Felicie.
Dasar nek lampir, seenaknya aja mengakui kalau harta ini miliknya.
Apa dia gak tahu apa, kalau makan harta anak yatim itu dosa !!!
Dengan langkah berat Sisca melangkah pergi menuju kamarnya untuk mengambil koper dan di ikuti oleh kedua anaknya.
Sebelum Felicie tiba di mansion, ia terlebih dulu menghubungi dua teman terbaiknya Devan dan Airin.
Airin adalah teman sebangkunya waktu sekolah menengah atas. Sedangkan Devan, teman Felicie saat dulu mereka berlatih bela diri ditempat yang sama. Ia mengenalkan keduanya, hingga akhirnya Devan dan Airin saling menyukai dan saat ini mereka sedang menjalin sebuah hubungan.
Mereka sangat tahu masalah apa yang sedang menimpa Felicie, saat ini. Walau pun Felicie tetap tidak memberitahu mereka semua tentangnya, seperti ia memiliki apartment dan lain - lain.
Karena Felicie tetap menjaga rahasianya dengan sangat rapat. Ia hanya tidak ingin membagi semua tentang dirinya, walau pada sahabat dekatnya sendiri.
Mereka hanya tahu apa yang ingin Felicie ceritakan saja.
Walau sekarang mereka bertiga tidak terlalu sering bertemu karena kesibukan Felicie yang harus bekerja tapi mereka tetap saling berhubungan melalui telepon.
" Halo Felicie, Lo dimana ? " suara manja Airin terdengar di ponselnya.
" Hmm ... gue lagi menuju mansion Tuan William." Felicie menjawab lalu menjauhkan ponsel dari telinganya.
Karena ia tahu pasti Airin akan meneriakinya.
" Felicie, jangan gilak deh Lo." teriak Airin dengan keras.
" Gue harus melakukan ini." ujar Felicie setelah tak terdengar teriakan Airin lagi.
" Gak, gue dan Devan gak setuju.
Pokoknya Lo harus ikut pergi dengan kami ke Amerika." sahut Airin marah.
"Maaf, Ai ... gue gak bisa pergi bareng kalian. Gue akan menikah hari ini." suara Felicie terdengar serius.
" Gak bisa. Lo harus tetap pergi dengan kami. Kita bertiga berangkat dan kuliah bersama di sana. Ngapain juga Lo harus ikuti kemauan si Bagas sialan itu." kata Airin emosi.
Terdengar jelas kalau Airin sangat marah dengan keputusan Felicie. Ia benar - benar tidak setuju, Felicie harus mengorbankan masa depannya hanya demi Bagas. Felicie anak yang pintar dan berprestasi. Airin sangat menyayangkan kalau ia sampai tidak melanjutkan pendidikannya.
" Gue punya alasan sendiri, Ai ... "
ujar Felicie dengan nada sedih, karena ia tidak bisa menceritakan rencananya.
" Gue gak mau tahu dan gak mau dengar, pokoknya Lo harus tetap ikut dengan kami. Nih, Devan mau ngomong sama Lo." kata Airin kesal dan tetap memaksa Feliece lalu memberikan ponselnya pada Devan.
" Felicie, semua yang gue dengar tadi, beneran ? " tanya Devan lebih dewasa.
" Ya, semua benar, Dev ... ini, bentar lagi gue udah mau nyampe di mansion nya Tuan William."
" Apa Lo, udah mikirin dengan serius keputusan yang Lo ambil ?".
" Tentu saja, gue sudah memikirkannya dengan matang sebelum mengambil keputusan. Lo dan Airin gak usah khawatir."
" Hmm ... gue tahu sifat Lo. Lo gak akan pernah menarik kembali kalau udah mengambil sebuah keputusan."
" Lo benar. Gue menghubungi Lo berdua hanya ingin memberitahu kalau gue gak akan bisa mengantar kalian berdua ke bandara besok. Gue gak mungkin bisa keluar sehari setelah menikah."
" Gue mengerti, tapi teman Lo yang satu ini dari tadi mencak - mencak dan marah terus karena elo lebih memilih menikah dari pada ikut pergi bersama kami." jawab Devan.
" Tolong bilang dengan pacarmu yang manja itu, suatu saat gue pasti akan menyusul kalian berdua di sana tapi bukan sekarang. Jadi, jangan ngambek apalagi ngomel - ngomel gak jelas kaya gitu. Sakit telinga gue dengarnya, nih ... ". Felicie sengaja mengejek Airin.
" Apa Lo bilang, gue manja ?
Bagus, dong ... dari pada lo udah keras - kepala, dingin kaya es lagi."
sahut Airin setelah merebut ponsel dari Devan.
Felicie tertawa pelan mendengar Airin mengejeknya.
" Gue udah nyampe, nih ... semoga Lo berdua tetap baik - baik saja.
Jangan suka bertengkar karena nanti di sana gak ada gue yang bisa nemani elo biar gak nangis seharian. Okey ... " Felicie menasehati Airin.
" Felicie .... " terdengar suara Airin yang mulai menangis.
" Felicie, Lo harus tetap beri kabar ke kami. " kini Devan yang kembali bicara dengan Felicie karena Airin sudah menangis sesugukkan.
" Ya, gue harus turun sekarang.
Sampai jumpa lagi dan save flight." Felicie langsung menutup panggilan dari ponselnya, karena tak ingin jadi lemah mendengar rengekan Airin.
Ia lalu berjalan sedikit setelah turun dari taksi. Karena taksi tak diijinkan masuk sampai ke gerbang mansion. Tapi baru saja ia ingin melewati gerbang mansion, Felicie di hadang oleh dua orang pria berbadan besar.
" Siapa kamu ? " tanya mereka dengan wajah menyelidiki.
Setelah mereka terpana sejenak melihat wajah Felicie yang bule dan sangat cantik. Apa saudaranya Tuan William ? pikir mereka. Tapi dengan cepat mereka tersadar dengan tugas mereka.
" Saya, Felicie Harsaka ... tolong beritahu Tuan William kalau saya sudah tiba disini." ucap Felicie dengan wajah dinginnya.
" Baik. Tapi sebaiknya kamu menunggu disini. Jika Tuan William tidak mengenalmu, kami gak akan segan - segan untuk menghukum kamu." ancam penjaga mansion.
" Silahkan saja." jawab Felicie datar.
Salah - satu dari pria bertubuh besar itu berjalan menuju mansion, sementara yang satunya lagi diluar menjaga Felicie. Sesekali pria itu melirik ke arah Felicie.
" Wanita ini sangat cantik dan kelihatannya masih sangat muda.
Ada perlu apa dia ingin menemui Tuan William ? " tanyanya penasaran dalam hati.
Felicie yang sebenarnya tahu kalau pria ini terus memperhatikannya tetap berdiri dan menunggu dengan wajahnya yang dingin. Ia tidak terlalu perduli selagi pria ini tidak mengusiknya.
Tidak berapa lama, pria yang masuk tadi datang dengan wajah pucat. Ia lalu menghampiri Felicie dan membungkuk dengan hormat.
Pria yang bersama Felicie melihat dengan tatapan penuh tanda tanya " Siapa sebenarnya wanita ini ? ".
" Silahkan masuk, nona ... Tuan William sudah menunggu." ucapnya dengan sopan.
" Baik ... " jawab Felicie singkat.
Ia berjalan mengikuti pria yang menghadap Tuan William tadi.
Semakin dekat dengan pintu mansion, wajah Felicie bertambah lebih dingin dari sebelumnya.
Hingga pria yang bersama Felicie merasa takut dengan aura yang di perlihatkannya.
Begitu di dalam mansion, Felicie melihat kalau ruangan ini sudah di hias dengan sangat mewah. Memang dari luar seperti tidak terjadi apa - apa tapi sangat berbeda begitu masuk ke dalam.
Terlihat pelayan sibuk menata beberapa jenis makanan yang biasa tersedia di hotel mewah.
" Permisi Tuan, ini nona Felicie nya." kata penjaga itu dengan hormat.
" Baik, kamu boleh keluar sekarang." perintah Tuan William tegas pada pria itu.
" Baik ... " pria itu segera pergi meninggalkan Felicie dan Tuan William berdua di ruang tamu.
" Selamat datang di mansion saya, nak ... Ternyata benar berita yang saya dengar. Wajahmu sangat cantik seperti mamamu." ucap Tuan William tersenyum melihat Felicie.
Dahi Felicie langsung berkerut mendengar perkataan Tuan William.
" Apa Tuan William pernah bertemu dengan mama ?" tanya Felicie dalam hati.
Karena penasaran ia pun menanyakannya.
" Maaf, Tuan ... anda mengenal mama saya ? ".
" Tentu saja, mama kamu teman dekatnya adik saya waktu masih tinggal di Perancis." jawab Tuan William dengan raut wajah senang.
Felicie terkejut tapi ia hanya menganggukkan kepalanya saja. Setahu Felicie, waktu ia tahu akan menikah, lalu mencari tahu mengenai Tuan William dan anaknya.
Tuan William asli keturunan Inggris, bagaimana mungkin ia bisa menetap di Perancis. Ia pun memutuskan tidak ingin tahu lebih jauh.
Karena saat ini ia tidak dalam posisi bisa mempercayai siapapun, terutama orang yang baru di kenalnya.
Felicie mengalihkan pembicaraan dari topik mengenai mamanya.
" Maaf, Tuan William ... tadi Pak Bagas mengatakan pada saya kalau anak anda ingin berbicara terlebih dahulu dengan saya sebelum pernikahan ? " ucap Felicie tetap dengan raut dingin
di wajahnya.
William memperhatikan raut wajah Felicie. Anak yang sekarang berada di hadapannya ini sangat terlihat berbeda dengan yang pernah ditemuinya saat masih kecil. Felicie yang dulu selalu berwajah ceria dan ramah. Tetapi sekarang terlihat sangat dingin. Sikapnya sekarang mirip dengan Aaron anaknya, angkuh dan dingin.
Felicie seperti membangun sebuah tembok yang tebal agar orang tidak bisa mendekatinya.
" Tuan ... " panggil Felicie karena melihat William hanya diam tak menjawab pertanyaannya tadi.
Panggilan dari Felicie menghentikan lamunan William.
" Oh, ya ... saya sampai lupa.
Benar, anak saya Aaron ingin bertemu dan membicarakan sesuatu denganmu sebelum pernikahan di langsungkan." jawab William.
" Satu hal lagi, mulai hari ini kamu jangan memanggil saya Tuan lagi. Kamu harus memanggil saya dengan sebutan Daddy sama seperti Aaron anak saya." ucap William lagi dengan senyum ramah.
Walau Felicie heran tapi ia tetap melakukannya. Karena yang paling penting baginya sekarang semua harus berjalan dengan lancar seperti yang di inginkan Felicie.
" Baiklah, kalau itu maunya Tuan.
Saya akan memanggil Daddy mulai hari ini." sahut Felicie.
" Bagus, saya sangat senang. Sekarang saya telah memiliki seorang anak perempuan yang cantik." William menghampiri Felicie lalu menepuk bahunya.
Walau Felicie kaget atas perlakuan Tuan William, ia tetap tidak merubah raut wajahnya.
Masih sama dingin dan terkesan angkuh.
" Daddy akan menyuruh asisten daddy mengantarkan kamu ke ruangan Aaron, calon suamimu." kata William.
William segera memerintahkan asistennya yang sedang sibuk mengawasi persiapan untuk pernikahan Aaron dan Felicie.
Setelah terlebih dulu menunduk dengan hormat pada Tuan William, asistennya langsung menyapa Felicie.
" Selamat datang nona." sapa asisten.
" Terima kasih." jawab Felicie.
" Antar kan nona Felicie keruangan Aaron. Setelah selesai segera bawa ke kamar yang sudah di sediakan untuk beristirahat sebelum penata rias datang. " Perintah Tuan William pada asistennya.
" Baik, Tuan. " jawab asisten hormat.
" Mari nona." ajaknya pada Felicie
Felicie hanya menganggukkan kepalanya pada asisten Tuan William, yang usianya sama dengan Aaron. Sedikitpun tidak ada senyum yang muncul di wajah cantik Felicie.
" Saya permisi, Daddy." ucap Felicie pada William.
" Ya, ikuti saja Rio. Ia akan membawamu ke Aaron." jawab William.
Setelah itu ia mengikuti langkah asisten tersebut menuju ruangan kerja Aaron. Mereka menaiki lift menuju lantai atas.
Di dalam lift, Felicie hanya menatap lurus ke pintu lift tanpa ada melihat ataupun berbicara sedikitpun pada Rio.
Sementara Rio yang sejak awal melihat Felicie sangat terkejut, karena walaupun cantik tapi Felicie terlihat dingin.
Sebenarnya Rio kasihan dengan nasib Felicie, karena harus menikahi Aaron. Sedangkan Rio sangat tahu bagaimana sifat dan sikap Aaron pada wanita.
Aaron tidak akan pernah serius dengan wanita manapun. Bahkan sangat mungkin ia akan berlaku kasar nantinya pada Felicie.
Sementara Rio lagi sibuk tenggelam dalam pikirannya sendiri. Felicie malah mengirim chat pada seseorang. Setelah mendapat balasan chat dari orang yang ditujunya, sudut bibir Felicie agak sedikit naik ke atas. Ia tersenyum kecil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Wiwik Murniati
semangat thor
2023-02-09
0