Emma memicingkan mata menatap Elric yang juga tidak kalah sengit menatapnya. Namun beberapa saat kemudian gadis itu menarik sudut bibirnya. Ia mendekati Elric dan tersenyum miring.
"Wah, ternyata kau bukan hanya anak breng sek, tapi juga anak manja, ya," ejeknya sambil mencondongkan badannya pada Elric.
Tangan Elric seketika bergerak hendak menarik rambut Emma namun dengan cepat gadis itu menangkap kedua pergelangan tangannya, dan membantingnya di atas paha Elric yang terluka. Anak itu pun berteriak kesakitan sambil mengeluarkan kata-kata sumpah serapah.
Emma tertawa puas melihat Elric yang kini sedang meringis menahan rasa sakit. "Gadis gila. Dasar psikopat!" makinya.
Emma hanya mencibir mendengar makian Elric. Ia kini berusaha mengendalikan diri untuk tidak mengerjai anak breng sek itu lagi. Kembali pada jalur, Emma harus bersikap layaknya seorang guru yang akan membimbing Elric untuk bersikap baik. Bagaimana pun juga, ia hanya punya waktu satu bulan untuk menunjukkan layak atau tidaknya ia menjadi guru di Calhoun School.
"Okay, Elric ...." Emma melangkah ke arah belakang Elric dan mendorong kursi rodanya menuju sebuah kursi kayu yang ada di sudut ruangan. Ia memutar posisi Elric menghadap kursi yang akan didudukinya itu. "Kita mulai dengan perkenalan," ujarnya.
Elric memalingkan wajahnya menghindari tatapan mengejek Emma yang menyebalkan itu. Kalau saja ayahnya tidak mengancam akan memasukkannya ke wilderness camp, ia tidak sudi mengikuti sekolah kepribadian, apalagi dengan guru seorang gadis gila. Namun, ia harus bertahan sementara sampai kakinya sembuh. Mungkin sebaiknya ia ikuti saja kemauan orang tuanya untuk saat ini.
"Namaku Emma Lopez, kau bisa memanggilku Emma. Aku adalah guru kepribadian yang akan menemanimu dalam setahun ini." Emma membuka pembicaraan. "Elric, hadap kemari!" perintahnya sambil meraih dagu Elric dan memaksanya untuk memandang ke arahnya.
"Nah, begini lebih baik," kata Emma sambil menepuk-nepuk pipi Elric dengan sedikit keras. "Aku ingin mendengar caramu memperkenalkan diri pada orang lain."
Elric mendesis. "I won't do anything that you told me (aku tidak akan pernah melakukan apa pun yang kau perintahkan)!" terangnya.
"Owh, begitu?" Emma menyentuh paha Elric tepat di atas lukanya. Ia menaikkan alisnya mengancam Elric untuk segera melakukan perintahnya. Entah kenapa ia merasa sedikit ngeri melihat kilatan di mata cokelat gadis itu.
"I'm Elric," ucap Elric malas.
Emma mendecak. "Bukan seperti itu cara mengenalkan diri pada orang lain, Elric. Pertama kali kau harus murah senyum, lalu sebutkan nama lengkapmu. Ulang lagi!" titahnya.
"Hi, I'm Elric Arthur Bradley," ucap Elric.
"Mana senyumnya?" desak Emma. "Kau tahu caranya tersenyum, bukan?" sindirnya.
Elric memaksakan senyumnya. "Hi, I'm Elric Arthur Bradley, I'm sixteen years old, and my dad is a rockstar (halo, aku Elric Arthur Bradley, umurku enam belas tahun, dan ayahku seorang rockstar)," ucapnya. Namun, Emma bisa menangkap kalau kata-kata terakhir anak itu adalah sebuah sindirian.
"Sudah puas sekarang?" tanya Elric sinis.
Emma mengacak rambut panjang Elric. "Bagus. Tapi, kau tidak perlu menyebutkan siapa ayahmu, Elric. Ini tentang dirimu sendiri."
"Terlambat," celetuk Elric membuat Emma memiringkan wajah memandang pada anak itu.
"Apa maksudmu?"
"Semua orang sudah terlanjur fokus pada ayahku."
Emma mengelus dagunya. Kata-kata Elric mengandung sindiran. Emma yang cerdas sepertinya bisa menangkap apa yang sedang dirasakan Elric saat ini. Hari ini, ia akan fokus membuat anak itu bicara lebih banyak mengungkapkan isi hatinya.
Ia mengamati wajah Elric sejenak. Anak ini berwajah tampan dan polos. Meskipun dingin, namun ketika beberapa saat lalu ia memaksakan senyumnya, ia terlihat manis. Emma merasa sedikit iba dengan anak ini. Elric punya segalanya, tapi sepertinya ia tidak bahagia. Ada sesuatu yang begitu mengganggunya selama ini.
"Bagaimana rasanya menjadi anak seorang Nathan Bradley?" pancing Emma. Benar saja, raut wajah Elric semakin muram.
"Menurutmu?" Elric balik bertanya pada Emma sambil mengangkat dagunya. "Kau sudah tahu jawabannya, bukan?"
"Kalau kau belum menjawabnya, bagaimana aku bisa tahu?"
"Guru kepribadian macam apa kau ini?" cibir Elric.
Emma menggeram kesal. Rasa iba yang dirasakan untuk Elric beberapa saat lalu musnah sudah. Ia menarik napas dalam-dalam mencoba mengendalikan emosinya. Ia harus bisa sabar menghadapi anak breng sek yang manja ini. "Elric ... kau tahu, kau bisa bercerita apa saja padaku. Rahasiamu aman bersamaku," ucapnya.
Elric tergelak. "Benarkah? Kau? Bisa dipercaya? Gadis gila yang temperamental sepertimu?"
Saat ini, wajah Elric adalah wajah paling menyebalkan di dunia ini yang ingin Emma cabik-cabik. Ia mengatur napasnya yang memburu. Sementara Elric semakin gencar memancing amarah Emma. "Hei, Emma ... aku rasa kau salah mengambil profesi sebagai guru kepribadian," kekeh Elric. "Kau lebih cocok menjadi murid sekolah kepribadian. Kau ini kan temperamental, dan juga banyak masalah."
Anak breng sek ini memang mencari masalah dengannya. Sekuat tenaga Emma menahan diri untuk tidak mencekik remaja paling menyebalkan di hadapannya ini. "Okay? Jadi menurutmu begitu, Anak Pintar? Aku punya banyak masalah?" tanya Emma dengan suara tenang. Ia tidak akan membuat Elric senang karena terpancing oleh kata-katanya.
"Kau pikir aku tidak tahu?" Elric menyeringai.
Emma mencebik. "Teman gangstermu itu, Noah, yang menceritakannya, bukan?"
"Gosip apa yang tidak tersebar di East Harlem, huh?" Elric tersenyum miring.
Emma terdiam sejenak. Ia tidak menampik apa yang dikatakan Elric. Ia emang punya banyak masalah. Financial, orang tua yang tidak pernah rukun, lingkungan yang keras, dan pengendalian emosi yang masih merongrongnya.
"Hei, Elric ... suka atau tidak, aku tetap guru kepribadianmu. Aku akan mengajarimu sesuai dengan kurikulum Calhoun School selama setahun ini. Aku tidak peduli anggapanmu terhadapku. Kau tetap remaja bermasalah yang harus segera diluruskan." Kini giliran Emma yang tersenyum miring. Ia menepuk-nepuk paha Elric tepat di atas lukanya, membuat pemuda itu meringis kesakitan.
"Aku pikir perkenalan kita cukup untuk hari ini. Kita bertemu besok, besok, dan besoknya lagi. Lima hari dalam satu minggu. Kau siapkan saja mentalmu, ya." Emma beranjak dari duduknya dan kembali mengacak rambut Elric dengan kasar.
Elric menarik sudut bibirnya. Siapkan saja mentalmu, Gadis Gila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Emi Wash
wes perang dimulai....
2024-01-07
0
Violet Agfa
mulaiiii serruuu niih
2022-06-03
0
Lina Maryani
akan seru pastinyaaaa....
2022-04-14
0