"Hei, Elric ... bisa bicara sebentar?"
Nathan menghentikan langkah Elric yang baru saja menuruni tangga dan hendak melangkah keluar rumah.
"What's up (ada apa)?" tanya Elric seraya memperbaiki posisi tas punggungnya yang sedikit miring.
"Kau mau jadi bintang tamu di konser Hellbound dua minggu mendatang di Madison Square?" tawar Nathan.
"Kenapa aku?" tanya Elric seraya menaikkan kedua alisnya.
"Konsep saja. Seperti dulu saat umurmu sembilan tahun dan bermain gitar di panggung Hellbound."
"Aku tidak mau melakukannya lagi," sahut Elric. Ia melanjutkan langkahnya meninggalkan Nathan.
"Ayolah, El," bujuk Nathan setengah berseru. Ia mengejar langkah puteranya itu hingga keluar rumah.
"No way (tidak mungkin)!" sergah Elric.
"Kenapa? Dulu kau suka sekali melakukannya."
Elric membalikkan badannya dan menatap Nathan dengan tatapan tajam. "Lain dulu, lain sekarang," ujarnya.
"Memangnya apa masalahnya?" tanya Nathan keheranan.
"Masalahnya karena aku tidak mau ikut konsermu," sahut Elric seraya berlalu dari hadapan Nathan.
"Hei! Kau mau ke mana? Bukankah ini akhir pekan? Apa masih ada sekolah di akhir pekan?" tanya Nathan heran.
"Apa aku harus minta izin padamu kalau ingin keluar rumah?" Elric balik bertanya tanpa menoleh ke arah ayahnya itu.
"Kalau kau mau pergi ke suatu tempat, setidaknya Pablo bisa mengantarmu, El!"
Elric terbahak ironis. "Kau saja yang menikmati jasa Pablo. Kau yang menggajinya, bukan?"
"What (apa)?" Nathan mengangkat kedua tangannya seraya memandang punggung Elric yang mulai menjauh. "Ada apa dengan anak itu?" gumamnya sambil menggelengkan kepala. Setelah sosok Elric tidak terlihat lagi dalam jangkauan pandangnya, Nathan pun akhirnya masuk kembali ke dalam rumah.
Sementara Elric, ia naik kereta bawah tanah menuju East Harlem seperti janjinya pada Noah dan Ryan pagi itu. Michael juga sedang menunggunya di sana.
Sampai di area padat penduduk East Harlem, ia memutuskan untuk membeli beberapa kaleng bir meskipun harus melalui perdebatan panjang dengan kasir supermarket yang mencoba untuk menaati peraturan bahwa anak seumurannya belum diizinkan untuk membeli minuman beralkohol.
Kesal, Elric keluar dari supermarket dengan wajah cemberut. Dan kekesalannya bertambah ketika melihat dari kejauhan, gadis yang membuat hidungnya patah dan sampai sekarang masih sedikit menyisakan memar, berjalan ke arahnya sambil membaca sebuah buku catatan. Emma, gadis itu, sepertinya tidak menyadari ada Elric yang sedang menunggunya mendekat untuk membuat perhitungan.
Elric berdiri menghadang di depan Emma, membuat gadis itu hampir saja menabraknya. "Hei, kau cari masalah, ya?!" hardiknya kesal seraya menatap sengit pada Elric.
"Gadis gila! Kau ingat aku?" Elric menunjuk dirinya sendiri tepat dihidungnya yang masih sedikit memar.
"Owh ...." Emma terkekeh. Rupanya anak ini adalah korban salah sasaran kepala tangannya beberapa hari lalu ketika ia hendak menghajar Noah dan adiknya. Namun, Emma tidak menyesal sama sekali mematahkan hidung remaja berambut panjang di hadapannya itu. Emma yakin, ia juga tidak kalah brengseknya dengan Noah.
Emma melipat kedua lengan ke depan dadanya. Ia mengangkat dagu memasang wajah galaknya. Ia tidak takut meskipun anak ini sepertinya hendak membalaskan dendamnya.
"Hidung patah, harus dibayar serupa," ujar Elric seraya menunjuk muka Emma.
"So (Jadi)?" tantang Emma.
"Jadi ...."
Bughh.
Tanpa aba-aba, kepalan tangan Elric sudah mendarat di wajah Emma. Membuat gadis itu terpekik dan berteriak kesakitan. Sementara orang-orang yang berlalu lalang di sekitar mereka tidak memedulikan keributan itu. Sepertinya mereka sudah biasa menyaksikan perkelahian anak-anak muda di area itu.
Emma memegangi hidungnya. Meskipun tidak sampai patah dan mengeluarkan darah, pukulan Elric cukup membuat bagian hidung dan sekitarnya terasa pegal bukan main.
"Kau ini cari mati, ya!" teriak Emma geram. Ia menjambak rambut Elric dan menariknya hingga pemuda itu tersungkur. "Mau kupatahkan lagi hidungmu? Dasar anak sia lan!" makinya seraya memukuli punggung Elric dengan membabi buta.
Emma baru berhenti ketika Elric mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Dasar anak bodoh! Pergi sana!" usir Emma seraya mendorong punggung Elric menjauh.
"Dasar gadis gila!" maki Elric sembari memijit punggungnya sendiri.
"Panggil aku gila sekali lagi aku patahkan lehermu!" hardik Emma seraya melotot ke arah Elric.
"Lain kali aku pasti akan membuat perhitungan lagi denganmu!" ancam Elric dengan wajahnya yang memerah menahan amarah.
"Ha ha!" Emma tertawa mengejek. Sementara Elric langsung mengacungkan jari tengah padanya, lalu melangkah pergi meninggalkan gadis itu.
"Anak bodoh!" gerutunya seraya mendorong pintu supermarket.
Akhir-akhir ini, Emma sangat sulit mengontrol emosinya ketika ada sesuatu yang mengganggunya. Pagi-pagi sekali ia sudah mendengar pertengkaran kedua orang tuanya gara-gara ayahnya pulang pagi dalam keadaan mabuk. Ibunya marah dan tidak terima. Tak ayal lagi, seisi apartemen pun menjadi gaduh. Lalu Emma yang terkejut dan terpaksa bangun dari tidurnya, harus menahan sakit kepala karena kurang tidur. Meskipun begitu, ia tidak bisa memejamkan matanya kembali karena teriakan dan sumpah serapah yang saling dilontarkan oleh kedua orang tuanya begitu mengganggu.
Rupanya Elric muncul dan mencari masalah dengannya pada saat yang tidak tepat. Anak itu menjadi sasaran pelampiasan kekesalan Emma pada kedua orang tuanya.
***
"Barang bagus," ujar Noah seraya melempar dua buah bungkusan ke hadapan Elric, Michael dan Ryan.
Ryan buru-buru memasukkan dua bungkusan itu ke dalam tas punggungnya. "Apa tugas kami?" tanyanya seraya menoleh ke samping kanan dan kirinya memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka. Keempatnya sedang duduk di tangga di samping gedung apartemen yang sudah tidak terpakai lagi.
"Kau bodoh, ya? Tentu saja kalian jadi kurir!" hardik Noah pada adik lelakinya itu.
"Apa gajinya besar?" tanya Elric.
"Sebagai kurir?" Noah menoleh ke arah Erlic.
Eric mengangguk. Sementara Noah tergelak. "Kalau mau gaji besar, kau jadi penjual saja."
"Caranya?" tanya Elric dengan antusias.
"Caranya kau lawan semua gangster yang ada di East Harlem," kekeh Noah. "Step by step (bertahap), El, semua merangkak dari bawah."
"Jadi, saat ini kita bekerja pada siapa?" Michael memandang pada Noah.
"Kalian bertiga bekerja padaku. Aku yang bekerja untuk salah satu gangster di sini," sahut Noah seraya menghisap rokoknya.
Gangster. Elric menarik sudut bibirnya. Sebuah gaya hidup bebas yang penuh dengan bahaya dan memacu adrenalin. Ia menyukai itu. Dunia laki-laki yang penuh ego dan kekerasan.
"Siapkan mental kalian untuk melakukan misi kita dua hari lagi."
Misi dua hari lagi. Elric menanti-nanti saat itu. Ini akan sangat menyenangkan namun sekaligus mendebarkan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
kalea rizuky
anak tolol ya gini hidup enak malah nyari penyakit mending masukin penjara biar kapok
2024-11-08
0
Emi Wash
salah gahol luh ric...
2024-01-07
0
bunga cinta
salah pergaulan
2022-01-25
0