Emma menatap kosong ke depan sambil mengelus dagunya. Hari ini ia tidak bisa berkosentrasi memberi materi pelajaran pada Elric. Bahkan untuk menanggapi ledekan anak itu saja ia malas. Bayangan wajah ibunya yang depresi semalam memenuhi kepalanya. Lalu pesan dari ayahnya yang memintanya untuk membicarakan perceraian mereka.
Gadis itu menghembuskan napasnya kasar. Lalu memijit keningnya yang mulai berdenyut. Ia tidak menyadari Elric yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya.
"Hei, Emma ... kau dibayar bukan untuk bersantai di sini," celetuk Elric mencoba mengalihkan perhatian Emma padanya.
"Hmm ...." Emma bergumam. "Sepertinya hari ini aku tidak bisa berkosentrasi. Kepalaku sakit," ujarnya.
"Wah, kau ingin dipecat, ya?" desak Elric. Ia benar-benar tidak suka melihat Emma murung seperti ini. Elric seperti kehilangan sesuatu yang menghiburnya dan sesuatu yang bisa membuang rasa bosannya berada di rumah ini.
"Kepalaku sakit, Elric!" hardik Emma sambil meringis dan memijit kepalanya.
Elric mendecak. Ia lalu menjalankan kursi rodanya menuju sebuah meja yang terletak di sebelah salah satu rak buku. Di sana ada sebuah benda menyerupai tablet dengan layar cekung. Ia menggeser telapak tangan dari kanan ke kiri beberapa centi di atas layar untuk membuka kuncinya.
"Ya, Elric?" Suara Lupita terdengar dari dalam tablet.
"Air putih. Satu gelas. Bawa ke perpustakaan," perintah Elric membuat Emma yang sedang menunduk memijit kepalanya, mendongak menatapnya.
Beberapa saat kemudian Lupita masuk ke dalam ruangan sambil membawa segelas air putih. "Untuk siapa?" tanyanya pada Elric.
Elric menggerakkan dagunya ke arah Emma. Lalu memberikan gelas di tangannya kepada gadis itu. "Thanks, Lupita," ucap Emma sambil mengulas senyum.
"Thanks, Elric," ucap Emma. Ia lalu mengambil satu kapsul obat sakit kepala dari dalam tas dan menelannya dengan bantuan air putih.
Beberapa saat kemudian, sakit kepala Emma mulai mereda, namun, efeknya selalu membuatnya sedikit mengantuk. Ditambah lagi ia kurang tidur karena semalaman ia duduk di depan swalayan hingga pukul lima pagi.
"Boleh aku berbaring sebentar di sini? Kau bisa makan siang atau main game atau apa saja. Kita mulai lagi kelasnya dalam tiga puluh menit," kata Emma sambil menata sebuah bantal kecil di atas sofa dan tanpa menunggu persetujuan dari Elric, ia pun membaringkan badannya. Ia merasa matanya mulai terasa berat.
Elric menghampiri Emma yang mulai memejamkan matanya. "Emma!" panggilnya.
"Hmmm," gumam Emma yang sudah tidak bisa menahan kantuknya.
Elric mendesis. "Menyedihkan sekali," ujarnya seraya memperhatikan wajah Emma yang tampak pucat. Sejujurnya gadis gila itu cantik. Hanya saja, penampilannya memang kuno sekali. Pakaian model apa yang ia kenakan itu. Baju terusan dengan motif bunga dan berkerah besar, dipadu dengan boot besar dan kaos kaki. Lalu sweater yang tampak terlalu besar untuk badannya yang kurus. Di matanya Emma terlihat seperti anak petani di tahun empat puluhan.
Elric menggeleng sambil memutar kedua bola matanya ketika mendengar dengkuran halus Emma, menandakan gadis itu telah terlelap. Ia pun menjalankan kursi rodanya keluar dari ruangan itu.
***
Pelan Emma membuka matanya ketika ia merasakan sebuah sentuhan lembut di pipinya. Lupita, sang asisten rumah tangga keluarga Bradley tersenyum di hadapannya.
"Miss Lopez, ayo bergabung makan malam," pinta wanita paruh baya itu.
Emma mengerutkan keningnya. "Makan malam?" tanyanya heran. Ia bangkit dari posisi berbaringnya dan duduk sambil menunggu otaknya kembali bekerja dengan normal. Emma segera mengambil ponsel dari dalam tasnya. Matanya membulat sempurna. "Jam delapan malam?!" pekiknya.
"Mr. Bradley dan Mrs. Bradley sedang berada di luar kota. Hanya ada aku dan Elric. Ayo?" ajak Lupita.
Emma menggaruk rambutnya. Artinya ia sudah tidur selama enam jam terhitung dari jam dua siang. Kenapa Elric tidak membangunkanku?
Ia mengikuti Lupita menuju ke dapur. Di meja makan, ia melihat Elric duduk di kursi rodanya dan sibuk dengan gadgetnya. Anak itu hanya melihatnya sekilas lalu kembali menghadap layar gadgetnya.
"Kenapa tidak membangunkanku?!" gerutu Emma. Elric hanya mengedikkan bahu tanpa menoleh pada Emma.
"Elric bilang biarkan saja kau tidur dengan tenang," ujar Lupita sambil menyiapkan beberapa potong cornbread dan fajitas, daging dan sayur cincang dengan parutan keju, ke piring Elric, Emma dan juga piringnya sendiri.
"Yeah, aku kasihan padamu. Kau terlihat seperti gelandangan," celetuk Elric tanpa beban.
Emma mendesis. Anak ini masih saja mencoba memancing emosinya. Ia menatap sebal Elric yang sedang menikmati makan malamnya dengan wajah tak acuhnya. Emma mengunyah potongan cornbread sambil mengalihkan pandangan ke arah pintu ketika seseorang muncul dari sana dan membuatnya hampir saja tidak bisa menelan makanannya. Ya. Bassist Hellbound, James Howards yang membuat hawa panas bercampur dingin seketika menyergap masuk ke dalam tubuh Emma.
"Hello, everybody (semuanya)," sapa James riang. "Ah, Emma ... kau masih di sini?" ujarnya sambil melangkah menghampiri Emma yang terlihat begitu gugup.
"Mr. Howards, kau mau makan malam?" tanya Lupita.
"Ah, tidak ... aku ke sini karena Nathan menelponku untuk mengawasi anak ini," kekehnya sambil mengacak rambut Elric yang langsung membuat gerakan menghindar. "Tapi, ternyata masih ada Emma di sini, suatu kebetulan ...." James tertawa gembira sambil memiringkan kepalanya menatap Emma yang berpura-pura sibuk dengan fajitasnya.
"Kenapa aku harus diawasi?" protes Elric.
"Karena ... ayahmu sangat menyayangimu, El," jawab James sekenanya.
"Yeah, right (ya, ya)," sindir Elric.
Emma cepat menghabiskan makanannya dan berpamitan setelah mengucapkan terimakasih pada Lupita. Tapi, James buru-buru mengejarnya dan menawari untuk mengantarnya pulang. Emma yang awalnya menolak akhirnya luluh karena James terus memaksanya.
"James, aku ikut!" seru Elric membuat langkah James dan Emma terhenti.
Dari ekspresi wajah James tampak pria itu keberatan. Sebenarnya ia berniat untuk mengajak Emma menikmati malam di Manhattan. "Kau di sini saja, Elric," ujarnya.
"Aku bosan. Aku mau ikut." Elric bersikeras. James hanya bisa menghela napas dengan berat. Tentu saja ia tidak bisa menolak keinginan Elric, anak baptisnya itu.
Dengan kecewa, James pun terpaksa membiarkan Elric ikut di dalam mobilnya mengantar Emma ke East Harlem. Sepanjang perjalanan, hanya terdengar suara game dari gadget Elric yang duduk di kursi belakang.
James melirik Emma yang duduk di sampingnya. Gadis itu sedang memandang ke luar jendela. Namun, konsentrasinya buyar ketika suara-suara dari gadget Elric bertambah keras. James mendecak sambil menoleh ke belakang di mana Elric duduk. "Elric, bisa kau hentikan itu? Berisik sekali," keluh James.
Elric hanya mencebik dan menaikkan alisnya. Lalu ia mematikan gadget dan mengikuti Emma memandang ke luar jendela. James menggeleng pelan sambil melipat lengannya di depan dada.
Sampai di East Harlem, James ikut turun mengantar Emma hingga pintu masuk gedung apartemen. Sementara Elric memandangi keduanya dari dalam mobil dengan wajah sebal. Setelah Emma masuk ke dalam gedung, James duduk di sebelah Elric setelah sebelumnya mengganti sistem full-self driving menjadi autopilot untuk menjalankan mobilnya.
"Kau berniat mengencani gadis gila itu?" tuduh Elric.
"Gadis gila siapa? Emma?" tanya James sambil terkekeh.
"Yeah!"
"Bagaimana menurutmu?"
Elric mendesis. "Apa yang kau sukai dari Emma? Dia jelek, kuno, caranya berpakaian, astaga ... aku pikir dia berasal dari masa lalu. Dia juga galak, cerewet dan menyebalkan. Plus ... she knows you are famous, and rich (ditambah lagi ... dia tahu kau terkenal dan kaya)," ujarnya. "Kau tidak takut akan dimanfaatkan?"
James terbahak sendiri mendengar ucapan Elric. Baru kali ini ia mendengar anak itu begitu detail menilai seseorang, dari karakter hingga caranya berpakaian. "She's a beautiful and nice girl (dia itu seorang gadis yang cantik dan baik), Elric," sahut James.
Elric menggeleng tidak setuju dengan pendapat James tentang Emma. "Anyway ... she's too young for you (dia terlalu muda untukmu), James. Plus ... I know you are a womanizer (ditambah, aku tahu kau itu playboy)," lanjutnya.
Kembali James tergelak. Ia memiringkan kepalanya memperhatikan wajah Elric yang tampak kesal. "Ini hanya perasaanku saja, atau memang benar. Do you have crush on her (kau naksir dia), Elric?" tanya James curiga.
"What? Me? No, no, no way (apa?aku? tidak, tidak, tidak mungkin)!" bantah Elric cepat.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Lina Maryani
bpk baptis bersaing dgn anak baptis...
2022-04-15
1
Saepul 𝐙⃝🦜
Cie 😁 anak muda terus lah mengejek om tua mu itu, belum saja kalau beneran naksir sama Miss Lopez, lihat saja ya 🤭
2022-01-23
0
Icha Akim
cocok brtsaing yan muda dan tua
2021-12-01
0