"Pakai penutup kepala kalian, cepat!" perintah Noah pada Elric, Ryan dan Michael yang berdiri berbaris di belakangnya.
Noah menyiapkan senpinya di balik jaket dan menutup kepalanya dengan masker topeng hitam. Matanya jeli mengawasi sebuah swalayan yang sudah sepi pengunjung itu. Terlihat dari dinding kaca, seorang kasir pria sedang sibuk merapikan meja.
"Now (sekarang)!" seru Noah seraya memberi isyarat pada tiga remaja itu untuk masuk ke dalam swalayan.
Keempat pemuda berpenutup kepala itu masuk ke dalam swalayan. Noah mendorong pintu kaca dengan kasar dan menodongkan pistolnya pada si kasir yang langsung mengangkat tangannya.
"Give me the f ucking money (berikan uangnya padaku)!" gertak Noah sambil melempar tas ransel ke atas meja dan menggerak-gerakkan senpinya membuat isyarat agar si kasir, pria keturunan timur tengah berumur empat puluhan, agar segera menuruti permintaannya.
"Ambil barang lain, apa saja!" perintah Noah pada Elric, Ryan dan Michael yang hanya berdiri mematung di sekitarnya. Ia masih menodongkan pistolnya pada si kasir yang sedang memasukan lembaran-lembaran dollar ke dalam tas ransel milik Noah.
Elric melangkah cepat menuju rak yang berisi botol-botol minuman beralkohol lalu mengambil beberapa di antaranya dan memasukkannya ke dalam tas ransel yang ia bawa. Kemudian ia berpindah ke rak di barisan sebelah yang berisi snack dari berbagai macam produk. Elric tidak terlalu peduli apa yang ia ambil. Tapi, memacu adrenaline dan bermain-main dengan mara bahaya adalah hal yang sangat menyenangkan. Ia merasa menjadi dirinya sendiri dan terlepas dari atribut sebagai anak seorang Nathaniel Bradley.
Bang.
Elric terkejut ketika mendengar satu suara tembakan dari arah meja kasir. Kemudian di susul kembali dengan suara tembakan lainnya.
Namun, kini ia merasakan panas di pahanya. Otaknya belum sempat mencerna apa yang terjadi ketika mendengar suara teriakan dan mendapati si kasir menabrak rak yang menempel di dinding sambil satu tangannya memegang senpi, dan tangan lainnya meremas bahunya yang berlumuran darah. "Oh, shi t!" maki Elric. Rasa panas dan nyeri yang luar biasa kini mejalar di pahanya.
"Elric! Pahamu tertembak!" seruan Michael membuat Elric terkesiap dan spontan memeriksa pahanya. Celana jeans birunya kini telah berlumuran darah.
"Oh, tidak! Noah! Elric tertembak!" Kini Ryan yang berseru pada Noah yang hendak menembakkan satu peluru lagi pada si kasir.
"Ayo, pergi!" seru Noah seraya menghambur ke arah Elric yang sedang dipapah oleh Ryan dan Michael.
Noah membantu kedua remaja itu membawa Elric keluar dari supermarket. Keempatnya tidak menyadari kalau si kasir sudah menelpon 911 untuk meminta ambulance dan juga melaporkan kejadian perampokan yang baru saja dialaminya.
***
GREENWICH VILLAGE, MANHATTAN.
Nathan berjalan mondar mandir di ruang tengah sambil sesekali memeriksa ponsel di tangannya. Sementara Alya yang duduk di atas sofa menggeleng melihat kegelisahan suaminya itu.
"Elric tadi sudah mengirim pesan padaku, Nathan. Dia bilang akan pulang terlambat," kata Alya mencoba menenangkan Nathan.
"Ponselnya tidak aktif, Sayang ... sudah jam berapa ini?" Nathan kembali menelpon nomor Elric tapi tetap tidak ada jawaban.
"Mungkin dia menginap di rumah Michael," ucap Alya.
Nathan menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia mengacak rambut gondrongnya yang berantakan. Sementara Alya bingung menghadapi Nathan yang sedang gelisah itu. Ia juga merasa sedikit cemas karena Elric belum juga pulang, padahal sudah lewat tengah malam. Namun ia mencoba untuk tidak memikirkan hal-hal buruk. Sepertinya puteranya itu memang sedang membutuhkan ruang untuk sendiri, entah apa pun yang sedang berkecamuk dalam diri Elric.
Dering telepon rumah mengagetkan Nathan dan Alya. Keduanya saling melempar pandang. Dada mereka seketika berdegup kencang. Sesuatu pasti telah terjadi. Mendadak tubuh Alya seperti tersengat aliran listrik tegangan tinggi. Ia memandang Nathan yang kini sedang berbicara di telepon dengan seseorang dengan badan gemetar.
Wajah Alya seketika pucat pasi ketika mendengar Nathan menyebutkan sebuah nama rumah sakit. Ya Tuhan, Elric. Apa yang terjadi? Bahkan untuk menanyakan pada Nathan apa yang terjadi, ia pun tidak mampu. Lidahnya terasa kelu.
"Pablo!" panggil Nathan begitu ia menutup telepon. "Pablo!" teriaknya.
Pablo yang selalu siap sedia kapan pun sang majikan memerlukannya, muncul dari balik pintu. "Yes, Sir," ucapnya.
"Antar kami ke Bellevue Hospital Center," titah Nathan seraya menghampiri Alya dan merangkul bahunya. "Come on, Baby."
"Honey," ucap Alya lirih sambil menatap Nathan. "Elric ...." Hanya itu yang lolos dari bibirnya.
"Dia baik-baik saja," hibur Nathan sambil membimbing Alya mengikuti Pablo menuju mobil yang terparkir di depan rumah mewah mereka.
***
Nathan menatap tajam pada Elric yang terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan paha yang sudah dibalut dengan perban. Sorot matanya menunjukkan bahwa saat ini ia sedang murka. Murka karena mendengar sendiri dari seorang officer yang berjaga di luar kamar rawat inap ini, bahwa Elric tertembak ketika sedang membantu aksi perampokan di sebuah swalayan di pinggiran Manhattan. Ia tidak habis pikir kenapa puteranya yang punya segalanya, bisa melakukan hal yang sangat memalukan itu. Nathan terpaksa meminta Garry, manager Hellbound untuk membungkam media, entah bagaimana caranya. Ia juga meminta Garry untuk mengurus segala sesuatunya di kantor polisi.
Lain halnya dengan Alya. Ia tidak henti-hentinya menangisi Elric yang terbaring di atas ranjang. Ia tidak sanggup membayangkan jika harus kehilangan anak semata wayangnya itu.
"Kalian tidak usah berlebihan," gerutu Elric tanpa rasa bersalah.
"Diam kau, Elric Arthur Bradley! Apa sebenarnya masalahmu, Anak Muda? Kau benar-benar membuat kesabaranku habis!" hardik Nathan geram.
Elric memutar bola matanya. "Yeah, yeah ... terserah kau saja."
"Nathan!" Alya meraih lengan Nathan ketika suaminya itu hendak meraih kerah baju Elric.
Nathan menggeram marah sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Ia mengatur napasnya yang memburu.
"Setelah kau pulang dari sini ...." Nathan masih mengatur napasnya. "Kau harus menjelaskan semuanya padaku."
"Dan ... jangan berpikir kau tidak akan mendapat sanksi apa pun atas perbuatanmu yang memalukan ini!" Nathan memperingatkan.
Alya menyusut air matanya. Ia mengelus kepala Elric lembut. Namun anak itu berusaha menghindari sentuhan ibunya itu dengan menggerakkan kepalanya ke samping membuat Alya terkesiap. Sebuah gerakan kecil, namun mampu membuat hatinya terasa nyeri.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Emi Wash
pergaulan merubah tabiat seseorang...apa lg bocah labil gitu....hadew
2024-01-07
0
Lina Maryani
bocah tengil ....
2022-04-14
0
Agnezz
sudah tau salah tapi tdk merasa salah malah berani menjawab, apa anak muda sekarang seperti ini😪😪😪
2022-01-30
0