"Aku mau bicara denganmu, Elric!"
Nathan duduk di atas sofa ruang tengah dan memberi isyarat pada Alya yang sedang mendorong kursi roda yang diduduki Elric untuk mendekat padanya. Sementara Elric memalingkan wajahnya menghindari tatapan ayahnya itu.
"Aku tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiranmu, El ... kenapa kau melakukan semua itu?" tanya Nathan.
"Tidak ada alasan. Aku hanya ingin saja," jawab Elric dengan santainya.
"Kenapa? Kau kurang perhatian? Apa yang ingin kau tunjukkan?" Nathan kembali bertanya dengan geram. Sementara Alya menyentuh lengan Nathan pelan untuk menenangkannya.
Elric tidak menjawab. Ia masih memalingkan wajahnya dari Nathan, membuat ayahnya itu menghela napas berkali-kali dengan berat. Wajah tampan Nathan tampak merah padam menahan amarah.
"Elric, kau dihukum. Aku akan menunda sekolahmu satu tahun. Aku akan mengundang guru sekolah kepribadian untuk mendisiplinkanmu sebelum kau siap kembali lagi ke sekolah formal," ujar Nathan.
"What (apa)?!" seru Elric terkejut. Begitu pun dengan Alya, yang belum tahu rencana Nathan itu sebelumnya.
"Sekolah kepribadian?" tanya Alya.
"Ya!" tegas Nathan.
"No! You can't do that, Dad (tidak! kau tidak bisa melakukan hal itu, pa)!" protes Elric. Ia hampir saja bangkit dari kursi rodanya, namun sakit di pahanya membuatnya terududuk kembali.
Nathan menarik sudut bibirnya. "No arguing, El ... that is my absolute decision (tidak boleh protes, El ... keputusanku sudah bulat), kau setuju untuk dibimbing oleh seorang guru kepribadian, atau ... kau dikirim ke Wilderness Camp khusus untuk remaja bermasalah," terangnya.
Elric mendengus kesal. Ia tidak punya pilihan lain kecuali menurut. Ia tidak bisa kabur ke mana-mana karena luka tembak di paha yang membuat tulang ujung pahanya pecah akan membutuhkan waktu beberapa bulan untuk penyembuhan. Dan sebulan pertama ini ia harus rela bergantung dengan kursi roda.
Alya mengantar Elric ke kamar barunya yang berada di sebelah kamar tamu. Sebelumnya, kamar Elric ada di lantai atas.
Dengan sabar, Alya membantu Elric berbaring di tempat tidur. Ia menyelimuti puteranya itu lalu mengelus kepalanya. "Kau tidak membenciku, bukan, El?" tanya Alya dengan mata sendu memandang Elric. Pemuda itu hanya menggeleng.
"Apa kau punya masalah?" tanya Alya hati-hati.
Kembali Elric menggeleng. "I'm tired, Mom (aku capai, ma)," ujarnya.
Alya menghela napasnya. Sulit sekali mengajak Elric untuk mengobrol dari hati ke hati. Anak itu sangat tertutup dan dingin. Tidak mudah untuk menyelami apa sebenarnya yang ia mau. Mungkin rencana Nathan untuk mengundang guru sekolah kepribadian untuk Elric sudah tepat. Alya berharap si guru nantinya bisa membantu Elric untuk bersikap lebih terbuka dan hangat.
***
Emma keluar dari ruang kepala sekolah dengan senyum gembira, meskipun ia merasa sedikit takut dan juga gugup. Kepala sekolah Calhoun School memberinya kesempatan magang menjadi guru baru selama satu bulan. Ia akan dikirim mengajar privat remaja bermasalah, anak dari Nathaniel Bradley, rockstar tersohor di Amerika bahkan dunia. Ia diberi waktu satu bulan untuk menangani anak itu. Namun, jika dalam waktu satu bulan Emma tidak bisa memberi perubahan sikap calon muridnya itu ke arah yang lebih baik, maka ia akan gagal menjadi guru di Calhoun School.
Dan malam harinya, karena ia merasa penasaran dengan anak Nathan Bradley, Emma pun mencari informasi di internet. Namun, pertama kali ia hanya menemukan foto-foto anak berusia sembilan tahunan dengan wajah culun. Kepala sekolah mengatakan, Elric Bradley, nama anak itu, berusia enam belas tahun saat ini.
Ada beberapa foto terbaru dari Elric Bradley yang Emma temukan, namun semuanya adalah foto candid dari wartawan entertainment yang sepertinya hasil curian dari jarak jauh. Tidak ada satu pun foto anak itu yang menunjukkan wajahnya dengan jelas. Hanya bidikan dari arah sampingnya, atau arah belakang yang hanya memperlihatkan rambut panjangnya yang sedikit Ikal.
Emma mencebik. Elric Bradley ini mengingatkannya pada anak breng sek anggota geng Noah yang pernah memukul wajahnya. Berpostur tubuh jangkung dengan penampilan yang selengean. Ia yakin, Elric dan anak breng sek itu mempunyai perangai buruk yang sama. Atau mungkin Elric lebih parah, karena ia pastilah hanya anak orang kaya yang manja, bandel, susah diatur, dan menyebalkan.
Dan hari pertama Emma mulai magang pun tiba. Ia datang ke Greenwich Village, salah satu area elite di Manhattan, dengan dada berdebar. Selain karena masuk ke dalam rumah seorang musisi papan atas yang besar dan mewah, Emma juga gugup sekali karena ini pertama kalinya ia akan membimbing seorang anak yang bermasalah. Sedangkan dalam dirinya pun ia sudah banyak masalah. Ia terkadang masih sangat sulit untuk mengontrol emosinya. Emma yakin, anak yang akan ia hadapi ini, akan sangat membuatnya menguras tenaga untuk bersabar.
Seorang wanita keturunan latin seperti dirinya, yang mengenakan seragam asisten rumah tangga, mengantarkannya menemui seorang wanita berwajah Asia. Emma tahu, wanita itu adalah istri Nathan Bradley. Cantik, anggun, namun penampilannya sederhana. Tidak seperti istri-istri para musisi terkenal lain yang umumnya berpenampilan glamor.
"Hi, kau pasti Miss Emma Lopez, bukan?" Wanita itu, Alya, menyapa Emma dan menyalaminya. "Aku Alya Bradley."
"Hi, Nyonya Bradley." Emma balik menyapa Alya.
Alya tersenyum tipis. "Kami sangat membutuhkan bantuanmu untuk membuat anakku, Elric ... bisa lebih terbuka dan punya empati dengan orang-orang di sekelilingnya, terutama menghormati kami sebagai orang tua."
Emma mendengarkan baik-baik semua yang diceritakan Alya tentang Elric. Bahwa putera semata wayangnya itu adalah anak yang pendiam dan dingin. Namun, ia sangat susah diatur dan selalu terlihat marah. Ia selalu melanggar aturan yang sudah ditetapkan oleh ayahnya. Elric sepertinya sengaja melakukan hal itu. Entah apa yang ia mau sebenarnya, ia tidak pernah mau membicarakannya baik-baik dengan kedua orang tuanya. Dan terakhir kali, Elric melakukan perbuatan yang membuat Alya dan Nathan shock. Yaitu, terlibat perampokan di sebuah supermarket di pinggiran Manhattan, hingga kakinya tertembak. Itu adalah puncak kemarahan Nathan, dan memutuskan untuk menunda sekolah formalnya dan tahun ini Elric hanya akan menempuh homeschooling nonformal yaitu sekolah bimbingan kepribadian.
Alya mengantar Emma ke ruang khusus yang sepertinya sudah disetting untuk menjadi ruang kelas nonformal yang nyaman. Atau mungkin ini adalah ruang perpustakaan keluarga, karena ada rak yang mengelilingi dinding ruangan yang terisi dengan banyak buku. Dan yang membuatnya menautkan kedua alisnya adalah, seorang remaja laki-laki berambut ikal panjang yang duduk di atas kursi roda dan memunggunginya menghadap ke jendela, dan sibuk memainkan gadgetnya.
"Elric, ini Miss Lopez. Dia yang akan menjadi gurumu dalam setahun ini," kata Alya pada puteranya itu. Namun tidak ada jawaban. "Miss Lopez, aku serahkan semuanya padamu," ujarnya seraya menyentuh lengan Emma, kemudian pamit keluar dari ruangan itu.
Emma menarik napas dalam-dalam. Ia memandangi punggung Elric sesaat. "Hello, Elric ... senang bertemu denganmu. Namaku Emma Lopez. Kau bisa memanggilku Emma. Semoga kita bisa berteman baik," ucapnya.
Elric seketika menekan tombol di armrest kursi rodanya untuk berbalik badan. Seketika matanya membulat melihat gadis berwajah Latino yang berdiri beberapa meter di hadapannya, yang juga sangat terkejut melihatnya.
"Kau ... si anak breng sek!"
"Kau ... si gadis gila!"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Emi Wash
awal sebuah kisah segera di mulai...penonton harap tenang....😀😀
2024-01-07
0
Rose_Ni
ketemu juga😁
2022-04-28
0
Kᵝ⃟ᴸуυℓ∂єρ
walah ketemu
awas bonyok lg hidungmu elric 😂
2022-02-21
0