Alya mencondongkan badannya memperhatikan Nathan yang sedang duduk di atas sofa ruang tengah dengan wajah muram. Suaminya itu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Dilihatnya sesekali Nathan mengelus dagunya, dan alisnya mengerenyit. Lalu helaan napasnya terdengar berat.
"Nathan ...." Alya memanggil namanya dengan lembut. Namun tetap saja suaminya itu terlonjak kaget.
"Geez (astaga), Alya ... kau mengagetkanku!" gerutu Nathan sembari memegangi dadanya.
Alya terbahak. Ia lalu duduk di samping Nathan dan menatapnya dengan heran. "What's wrong, Mr. Rockstar (ada apa, tuan rockstar)?" guraunya.
"Elric menolak tawaranku," gumam Nathan.
"Tawaran apa?" tanya Alya.
"Ikut konser Hellbound, seperti dulu. Aku ingin membuka karir bermusiknya," ujar Nathan seraya memandang pada Alya. "Aku hanya ingin membantu Elric sedikit saja. Hanya membuka pintu, setelah itu, terserah dia kalau memang ingin berjuang sendiri," lanjutnya.
Alya menghela napasnya. "Bagaimana kalau ternyata Elric tidak berminat di musik?" tanyanya.
"Kenapa kau selalu mengatakan hal itu. Tentu saja Elric berminat. Kau tahu sendiri bagaimana antusiasnya anak itu dulu?"
"Dulu, Nathan ... dulu," tegas Alya.
Nathan mencebik. "Apa bedanya dulu dan sekarang?" tanya Nathan. Namun seketika ia teringat kata-kata yang dilontarkan Elric padanya. Lain dulu, lain sekarang.
"Baiklah, baiklah ... aku tidak akan memaksanya lagi. Yang penting dia tidak membenciku," lanjut Nathan sembari terkekeh. "Lihat ... aku ayah yang paling keren, bukan?" guraunya membuat bibir Alya mencebik.
"Yes. Kau ayah yang paling keren," timpal Alya.
"Dan suami yang paling tampan," ucap Nathan sambil menaik-naikkan alisnya.
Alya memutar bola matanya. Ia terkesiap ketika mendapati wajah Nathan begitu dekat dengan wajahnya, dan bersiap untuk memagut bibirnya.
"Get a room, Mr. Bradley (cari kamar sana, Mr. Bradley)!" celetuk Lupita yang sedang melintas di ruang tengah sambil membawa keranjang pakaian kotor.
Nathan mendesis. "Kau mengganggu saja, Lupita!" hardiknya kesal. Sementara tawa asisten rumah tangganya itu terdengar berderai-derai dari kejauhan.
"Ke kamar?" tawar Nathan pada Alya yang sedang tersenyum tersipu.
***
Emma dengan seksama mendengarkan setiap kata dari seorang pembicara yang sedang menerangkan materi pelatihan sebagai guru di sekolah kepribadian yang akan segera menjadi tempat kerjanya. Pelatihan selama beberapa minggu ini adalah syarat untuknya dan beberapa orang lainnya yang akan menjadi guru di sekolah itu.
Sebagai seorang lulusan psikologi, Emma sebenarnya sudah menguasai materi pelatihan yang rata-rata bersinggungan dengan semua yang pernah ia pelajari. Namun, selama ini ia hanya menerapkannya untuk diri sendiri.
"Jadi, jika nanti kalian menemui murid yang super bandel, ingat baik-baik untuk menerapkan teknik-teknik yang sudah dijabarkan tadi. Dan jangan lupa untuk menjadi pendengar yang baik untuk mereka.
"Aku rasa pelatihan hari ini cukup sampai di sini. Sampai jumpa besok, selamat sore."
Emma menutup bukunya dan menaruhnya ke dalam tas selempangnya. Ia beranjak dari kursinya dan mengikuti peserta pelatihan lain keluar dari ruang kelas.
Ia berada di dalam gedung Calhoun School, sebuah sekolah nonformal di Manhattan yang fokus pada psikologi kepribadian anak dan remaja, serta khusus menangani anak-anak bandel.
Emma tersenyum gembira melihat tempat yang akan segera menjadi kantornya itu terasa begitu nyaman dengan desain interior chic yang simple. Ia pun rasanya tidak sabar untuk menyewa apartemennya sendiri dengan gaji pertamanya nanti, setelah dipotong untuk menyicil student loan. Walaupun mungkin masih akan berada di kompleks East Harlem, namun setidaknya ia bisa hidup terpisah dari kedua orang tuanya yang tidak pernah berhenti bertengkar setiap hari.
Sementara ini ia masih bekerja paruh waktu di sebuah restauran fast food kecil yang tidak jauh dari apartemen orang tuanya. Dan ke sanalah, saat ini ia menuju. Sebuah restauran fast food Meksiko.
Keluar dari stasiun bawah tanah East Harlem, Emma berlarian menyeberang jalan menuju restauran tempatnya bekerja. Di sana ia mengganti pakaiannya dengan seragam kerja berupa baju terusan berkerah menyerupai seragam perawat, namun berwarna cokelat muda.
Ia mengganti shift kerja seorang rekannya melayani pengunjung restauran yang datang silih berganti. Dan satu yang tidak disukainya adalah, memasang wajah ramahnya setiap kali menulis pesanan mereka.
Ketika hari menjelang senja, empat orang pemuda masuk ke dalam restauran. Emma memutar kedua bola matanya ketika ia melihat Noah di antara mereka. Tentu saja ada adiknya, Ryan, satu lagi remaja yang pernah dilihatnya bersama mereka beberapa waktu lalu, dan seorang lagi entah siapa karena kepalanya tertutup hoodie. Namun, Emma menduga pastilah ia si anak brengsek yang kemarin memukul wajahnya di depan swalayan.
Emma menyambar buku menu dan dengan malas menghampiri keempat pemuda itu. Tentu saja Noah langsung mengulas senyum lebarnya melihat Emma yang sedang berdiri dengan angkuhnya seraya melempar buku menu ke atas meja.
"Cepat pesan," ujar Emma sambil menyiapkan buku catatan pesanan dan bolpoin. Ia melirik si anak berhoodie yang seperti dugaannya, adalah si anak brengsek itu. Memar yang masih sedikit terlihat di hidungnya membuat Emma menarik sudut bibirnya. Anak itu pun menatapnya dengan sengit.
"Calm down, Honey, calm down (tenang, Sayang, tenang), kenapa galak sekali?" kekeh Noah seraya berpura-pura memeriksa buku menu. "Ada yang spesial di sini?"
Emma menggebrak meja. Lalu menunjuk buku menu tepat di hadapan Noah. "Kau tidak bisa membaca?" sindirnya, disambut dengan kekehan keempat pemuda itu. "Taco, Burrito, El polo loco, Chipotle, bla bla bla," tawar Emma asal.
"Uugh ... El polo loco (ayam gila)," sahut Noah sembari terbahak.
"Done (selesai)," timpal Emma cepat setelah menulis ucapan Noah di atas buku catatannya. Ia tidak ingin berlama-lama meladeni Noah dan anak-anak buahnya itu.
"Aku bahkan belum memesan apa pun." Noah mencebikkan bibirnya sembari menatap kepergian Emma.
"She's crazy (dia gila)," sahut Elric seraya memutar jari telunjuk di samping keningnya sendiri. "Kalian tahu, aku sudah berhasil membalaskan ini," katanya sambil menunjuk hidungnya.
"Kau bercanda," sahut Michael dan Ryan secara bersamaan.
"Aku memukul wajahnya dengan keras." Elric tertawa puas.
"Wow ... kau memukul seorang wanita, El," ujar Noah.
"Kenapa memangnya? Apa yang salah? Kenapa kalau pria yang memukul wanita, banyak protes di mana-mana, sementara, wanita memukul pria ...." Elric menunjuk hidungnya kembali. Menunjukkan bukti kalau ia telah dipukul oleh seorang wanita. "Itu adalah sebuah hal yang wajar dan tidak pernah dibahas di mana-mana?"
Noah mengedikkan bahu memasang wajah bodohnya. "Mana aku tahu," sahutnya.
"Karena propaganda kaum feminist," ucap Elric seraya menarik sudut bibirnya.
Satu piring paha ayam panggang diletakkan dengan keras di atas meja. "Tahu apa kau tentang feminist?!" hardik Emma yang sudah berada di dekat mereka sambil berkacak pinggang dan menatap mata Elric dengan tajam. "Kau mau berurusan dengan kaum feminist, Anak Brengsek?" tantangnya.
Elric mendesis. "Kau pikir aku takut?" Ia balas menantang Emma.
"Wait, wait (tunggu, tunggu), Emma ... what is this (apa ini)?!" seru Noah sambil menunjuk satu piring paha ayam yang baru saja dihidangkan oleh Emma. "Kenapa cuma satu piring?" tanyanya.
Emma tersenyum sinis. "Satu piring saja. Aku tidak yakin kalian bisa membayarnya," ejeknya sembari berlalu.
"Apa-apaan yang dia bilang? Tidak bisa membayar?" Noah menatap Elric, Ryan dan Michael secara bergantian. "Dia belum tahu siapa kau, Elric," lanjutnya.
Elric hanya menarik sudut bibirnya seraya menggeleng pelan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Emi Wash
elrick anak sultan em....
2024-01-07
0
bunga cinta
blm tau dia,,,
2022-01-25
0
Saepul 𝐙⃝🦜
Belum tau Emma siapa elric ya 😂
2022-01-22
0