8. Tetangga Sebelah

"Mbak?"

Apakah pendengaranku ini tidak salah? Seperti ada sebuah panggilan. Tapi, di sini tidak ada seorang pun. Aku memicingkan mata untuk melihat pohon bambu yang menjulang tinggi di depan sana agar tampak lebih jelas.

"Mbak?"

Nah, suara itu lagi. Apakah asalnya dari pohon bambu itu?

"Mbak lagi ngapain?"

"Kyaaaa!" jeritku sambil melarikan diri masuk ke dalam rumah dan langsung mengunci pintu belakang dengan terburu-buru.

Puk.

Tiba-tiba sebuah tangan yang entah dari mana mendarat mulus di pundakku.

"Kyaaa!!" jeritku semakin histeris.

Reflek menutup mata menggunakan kedua telapak tangan dengan badan yang sudah berjongkok menghadap pintu.

"Mama ini kenapa?"

Suara itu? Sepertinya aku kenal.

"Ma?"

Menyingkirkan tangan yang menghalangi pandanganku, lalu menoleh ke belakang.

Althaf?

Aku bangkit, sontak memeluk anak laki-laki semata wayangku yang berdiri kaku. Mungkin dia terkejut melihatku yang terus jejeritan dari tadi.

Tapi ada yang aneh.

Kenapa bau tubuh Althaf berbeda?

Bau busuk dan anyir darah menyeruak tajam ke indra penciuman. Aku mulai tak nyaman. Akhirnya kutolehkan kepala ke arah samping dengan ragu, untuk melihat wajah Althaf.

Namun yang kutemukan bukan rupa tampan anak laki-lakiku. Melainkan wajah yang sudah susah dikenali karena setiap incinya terdapat luka menganga serta menghitam, dengan belatung yang sudah berjatuhan di atas lantai.

"Aaakkhh ... !"

Gubrak!

Seketika semuanya gelap.

...----------------...

"Ma...?"

Terdengar sayup suara memanggilku.

"Engh... " erangku. Berusaha untuk mengembalikan kesadaran.

"Mama kenapa?"

Astaga!

Terkejut saat baru membuka mata, irisku bertubrukan dengan netra seseorang. Sontak saja aku bangkit dari posisi rebahan, dan langsung terduduk.

Apakah dia benar Althaf anakku? Atau makhluk jadi-jadian itu lagi?

Tapi, sorot matanya berbeda. Dari tatapan khawatir yang dilayangkan padaku, sepertinya dia memang Althaf yang asli.

"Mbak sudah sadar?"

Belum sempat aku membuka mulut, tiba-tiba orang tak dikenal muncul dari dapur dengan segelas teh di tangannya.

Masih belum bisa mencerna keadaan, aku memilih untuk diam sejenak.

"Dek, kapan Ibunya siuman?" tanya perempuan yang tidak aku kenal itu pada Althaf.

Tapi anehnya, suara dia seperti tidak asing di telingaku.

"Baru aja, Tante." Althaf menyingkir ke samping. Mempersilahkan perempuan itu melihat keadaanku.

"Maaf, Mbak ini siapa, ya?" tanyaku yang kadung penasaran.

"Oh, sampai lupa perkenalan. Hehe. Maaf, saya panik. Soalnya tadi denger orang teriak-teriak, makanya saya langsung ke sini. Taunya Mbak udah pingsan di deket dapur. Mana gak ada orang di rumah. Terus saya minta bantuan suami buat gendong Mbak ke sini. Nama saya Yati, Mbak. Tetangga sebelah," cerocos perempuan itu, panjang kali lebar.

Aku memperhatikan sekeliling. Baru tersadar jika terakhir tadi aku masih berada di ruang belakang yang letaknya di dekat dapur. Lalu pingsan karena melihat hantu yang menjelma menjadi Althaf.

"I-iya, Mbak Yati. Terima kasih sudah menolong. Saya Divia," balasku, sambil memperkenalkan diri.

Aku pun melirik Althaf. "Al, baru pulang?"

"Iya, Ma. Tadi dikasih tahu temen kalo Mama pingsan. Jadi, Al cepet-cepet pulang," sahut Al.

Aku mangut-mangut, mulai memahami keadaan saat kesadaran sudah pulih sepenuhnya.

"Al, mandi dulu, Ma. Gerah," lanjutnya, lalu segera pergi ke kamar mandi.

"Mbak minum dulu," tawar perempuan yang mengaku bernama Yati itu, menyodorkan segelas teh hangat padaku.

"Wah, malah Mbaknya yang repot. Maaf, " ujarku, sungkan, sambil menerima gelas dari tangannya.

"Panggil Yati aja, Via. Kayaknya kita seumuran."

Via? Hmm, sebenarnya itu panggilan mas Raihan untukku. Tapi, ya sudahlah. Bebas dia mau panggil siapa.

Yati mendudukkan bokongnya di sampingku.

"Tadi kenapa aku panggil kamu diem aja?"

Aku mengerutkan dahi menanggapi pertanyaannya.

"Kapan? Memangnya kita pernah ketemu sebelumnya?"

"Waktu di halaman belakang tadi, aku panggil-panggil kamu loh. Tapi kamunya malah fokus liatin pohon bambu terus."

Oalah, buju buneng ... Ternyata suara yang manggil-manggil tadi ulah Yati toh. Aku terlanjur ngibrit saking takutnya. Habis ada suara, tapi tak ada wujudnya.

"Ternyata kamu yang tadi manggil-manggil aku? Kirani setan," kelakarku.

Mendengar kata setan, Yati langsung menggeser tempat duduknya hingga tak ada celah di antara kami.

"Hati-hati, Via, kalo ngomongin setan. Gak boleh sembarangan," bisiknya.

"Memangnya kenapa?" tanyaku, penasaran.

Sepertinya aku bertemu dengan orang yang tepat untuk mengorek info lebih dalam tentang keanehan di desa ini. Sekaligus tentang asal usul makam kosong di samping rumah.

"Yati," panggilku.

"Ya?"

"Kamu tahu gak soal makam di pekarangan rumahku itu?"

Wajah Yati seketika pucat pasi. Tubuhnya mulai menegang. Tak lama dia mulai celingukan seolah mengecek apakah ada orang lain yang mendengarkan kami. Dia mendekatkan bibirnya ke telingaku, dan mulai berbisik.

"Makam itu .... "

Terpopuler

Comments

atalim

atalim

yuck update nya lebih rutin

2022-06-25

1

atalim

atalim

mantap thor

2022-06-25

1

Author yang kece dong

Author yang kece dong

Semangat ya kak

2022-06-25

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!