3. Sesuatu Di Luar Jendela

Malam ini kami kedatangan tamu. Dua orang pria yang berbeda usia. Katanya sih pak Kades dan anaknya. Saat aku bertegur sapa sembari menaruh suguhan di meja, salah satu dari mereka terus memandangi hingga membuatku risih sendiri.

Apa ada yang salah dengan wajah atau penampilanku?

Yang kutahu dia anak dari pak Kades bernama Bryan. Aku pun memilih undur diri. Lebih baik menemani Althaf yang sedang belajar di kamar, daripada tidak nyaman dengan pandangan intimidasinya.

Ceklek.

Saat baru membuka pintu, kulihat Althaf yang terus memandang ke luar jendela.

"Ngapain, Al? Gak belajar?"

Althaf mengacuhkan panggilanku. Ia nampak tak bergeming sama sekali. Apa yang dia lihat di luar sana?

Aku mendekatinya. Ikut berdiri di depan jendela, lalu mengarahkan pandangan sesuai dengan arah pandang Althaf.

"A-apa itu?!" gumamku terkejut.

Bagaimana bisa? Kenapa aku tak menyadarinya dari tadi?

Tapi kalau tidak memastikannya sendiri aku tidak akan tahu apakah benda itu sesuai apa yang ada dalam pikiranku. Karena penerangan di luar yang minim membuatku tidak bisa melihat dengan jelas benda itu.

"Al?" Aku memegang pundak Althaf. Membuatnya terperanjat dengan wajah yang sudah pucat dan keringat muncul dari dahinya.

"Mama?! Sejak kapan Mama ada di sini?" tanyanya membuatku heran.

Apakah matanya mulai rabun? Ini sudah ke dua kalinya dia seperti tidak melihat kehadiranku. Semoga ini hanya perasaanku saja. Berusaha menepis pikiran buruk yang kini berkecamuk dalam benak.

"Kamu ini kenapa? Tadi Mama panggil gak nyaut. Sekarang Mama di sini malah kaget," omelku.

"T-tapi, aku ada denger Mama manggil, kok. Suwer." Althaf menunjukkan dua jarinya.

"A-apa?"

Aku yakin Althaf tidak bohong. Ekspresinya terlihat serius. Apa yang terjadi sebenarnya dengan anakku?

"Ma?"

"I-iya?" sahutku sedikit tergagap karena aku sedikit melamun tadi.

"Jangan melamun malam-malam dong, Ma. Jam segini kok udah sepi, ya? Al takut gak punya temen main."

Althaf memang anaknya aktif. Jarang bisa berdiam diri di rumah.

"Besok pasti rame, kok. Mungkin lagi pada belajar aja. Makanya sepi."

"Hmm, gitu, ya?"

"Al?"

"Apa, Ma?"

"Kamu bener, tadi gak denger Mama panggil? Mama masuk ke kamar pun, Al gak tahu?"

"Enggak, Ma. Makanya Al kaget kok tiba-tiba Mama udah di sini aja."

Lama-lama kepalaku pening mengingat kejadian demi kejadian aneh hari ini.

Atensiku teralih pada dua siluet sedang berjalan di luar dari jendela. Ah, pak Kades dan anaknya sudah pulang. Waktunya menemui mas Raihan. Ada hal yang ingin aku tanyakan.

"Mas?" Aku mendudukkan diri di samping mas Raihan.

"Pak Kades tadi ngapain?" tanyaku yang sedikit melenceng dari niat awal. Lagipula aku juga penasaran dengan kedatangan mereka.

"Cuma nyuruh kita buat ngurus surat pindah biar bisa bisa cepet didata. Sama ngasih tahu beberapa aturan dan larangan di desa ini. Terus soal—"

"Apa? Belum apa-apa udah main atur-atur aja. Desa ini aneh tau, Mas. Apa lagi rumah ini. Masa mphh—"

Mas Raihan tiba-tiba menempelkan telunjuknya di bibirku.

"Dengerin dulu Mas ngomong. Jangan main potong aja."

"Maaf," kataku sambil nyengir. "Terus?"

"Peraturan di desa ini gak banyak, kok. Kita cuma harus menghargai adat dan istiadat desa ini saja. Jangan banyak tanya tentang beberapa larangan. Cukup mematuhinya saja. Intinya kita harus menjaga sopan santun dimana pun kita tinggal. Lalu tentang makam di samping rumah kita .... "

Nah, itu dia yang mau aku tanyakan dari tadi. Makam di samping kamar Althaf tadi sangat menggangguku.

"Mas? Gak bisa ya, makam itu kita pindahin aja? Kan ini tanah udah kita beli. Kita harus hubungi pihak keluarga biar mindahin makam itu," usulku.

"Gak boleh, Dek. Itu salah satu larangan di desa ini. Jangan mengusik makam itu."

"Makam siapa, sih itu? Merepotkan saja."

"Hus. Jangan bicara sembarangan. Udah turutin aja. Toh, kita masih baru di sini."

"Tau ah. Aku lelah."

Kutinggalkan mas Raihan seorang diri di ruang tamu. Biarlah dia yang membereskan gelas-gelas kosong bekas tamu tadi. Kepalaku jadi semakin pusing saja. Berniat keluar dari kandang singa, eh, malah masuk ke kandang harimau.

Terpopuler

Comments

Ririt Rustya Ningsih

Ririt Rustya Ningsih

🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 harimau lapar

2022-11-08

0

Rumini Parto Sentono

Rumini Parto Sentono

seru cerita nya thor, merinding bacanya.... 😆😆

2022-10-14

1

Ning Hari Mulyana

Ning Hari Mulyana

Sebagai manusia yg bijaksana, tata krama dan unggah ungguh harus tetap dijaga, seperti pepatah bijak "Dimana bumi dipijak disitulah langit dijunjung".

2022-10-06

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!