5. Teman Baru

Aku membuka mata dengan perlahan. Cahaya matahari mulai memenuhi pandanganku. Entah mengapa sekujur ini tubuh terasa sakit. Terlebih bagian belakang. Apa yang aku lakukan semalam?

"Awh," keluhku saat merasakan kepala yang sedikit pening.

"Mama? Mama udah sadar?" Suara Althaf terdengar panik.

"Pa! Mama udah sadar!" teriaknya.

Sadar? Aku kenapa?

Terakhir yang kuingat, ketika akan membuka tirai di kamar Althaf, tapi tidak jadi. Lalu saat aku berbalik, wajahku langsung berpapasan dengan seorang wanita asing yang wajahnya sangat pucat, darah segar yang berbau anyir keluar dari mata dan mulutnya yang sedang tersenyum ke arahku.

Hiii... Siapa dia?

Mataku terbuka sempurna. Kulihat mas Raihan muncul dari arah pintu, lalu menghampiriku.

"Minum dulu, Ma," tawarnya membimbingku bangun dengan segelas air di tangan.

Setelah itu aku lantas menandaskan air itu, dibantu oleh mas Raihan. Tapi nafasku yang sedari tadi memburu tidak juga terobati. Baru kali ini aku menemui makhluk seseram itu. Kepala bocah tempo hari tidak ada apa-apanya. Tiba-tiba ada sedikit rasa sesal sudah meminta mas Raihan untuk pindah dari rumahnya.

Namun jika mengingat kembali sikap ibu mertua yang selalu menindas, tekadku kembali bangkit. Aku harus kuat.

"Mas, kita harus pindah," pintaku.

Mas Raihan mengerutkan dahinya.

"Kan itu udah kita bahas kemarin. Jalani saja dulu. Memangnya, kamu kenapa?"

"Aku ... " Mencondongkan badan sedikit ke depan untuk mendekatkan mulut dengan telinga mas Raihan. Althaf pun ikut mendekatkan telinganya.

"Aku melihat hantu," bisikku, dengan raut yang kuyakin sudah sepucat ayam mati kemarin.

"Hahaha."

Mas Raihan dan Althaf tertawa bersamaan. Apa? Memangnya ada yang aneh? Ada hantu lho ini.

"Kenapa pada ketawa?" tanyaku berang.

"Kemarin Mama yang ledekin Papa ini penakut. Lah sekarang Mama malah yang takut," jawab mas Raihan menohok, disela tawanya.

"Mama lucu. Aku aja gak ada liat apa-apa, kok, selama di sini. Malah tidurku nyenyak sebelum denger jeritan Mama yang bikin telinga sakit itu." Althaf ikut menimpali.

"Yang ada hantu langsung kabur kalau liat Mama. Apa lagi denger jeritan Mama. Aduh, langsung kena mental, deh, pasti hantunya. Dijamin kabur. Hahaha." Mas Raihan masih mengejek dengan sombongnya.

Awas saja kalau ketemu sama hantu nanti juga pada lari ketakutan.

"Al? Kamu tidur nyenyak semalam?" tanyaku mengalihkan isu. Tak tahan terus menjadi bahan olok mereka.

"Iya, Ma. Memangnya kenapa?"

"Gak kebangun buat liatain jendela?" Perasaanku mulai merasakan hal yang janggal.

"Gak lah, Ma. Buat apa? Kurang kerjaan banget."

Deg.

Tuh, kan. Lalu yang semalam berdiri di ruang tengah siapa?

Ada yang tidak beres. Kenapa hanya aku yang diganggu? Apa yang mereka inginkan dariku? Aku pun tidak merasa pernah menggangu mereka.

"Mama kalau belum baikan istirahat lagi saja. Papa mau ke pasar dulu."

"Buat apa? Tumben."

"Beli kemenyan."

What?!

Sebelum aku berkicau lebih nyaring, mas Raihan sudah lebih dulu meninggalkan kamar.

Aku segera beranjak dari ranjang untuk mengejarnya. Namun gerakan yang tiba-tiba itu membuat badanku yang belum siap limbung, dan hampir menyentuh lantai, kalau saja tangan Althaf tak sigap menahan badanku.

Untung saja badanku lumayan ramping. Aku selalu menjaga asupan makanan agar tidak berlebih demi menjaga berat badan ideal. Bahkan badan kami hampir setara. Anakku tumbu dengan cepat rupanya.

"Mama hati-hati, dong," omelnya, membantuku duduk kembali di atas ranjang.

"Makasih, Sayang." Kuelus rambutnya yang memiliki potongan seperti oppa-oppa Korea itu sambil mengulas senyum.

"Al mau mandi dulu, Ma."

"Tumben. Kalau libur biasanya males mandi."

"Hehe. Al mau main sama temen-temen, Ma."

"Temen-temen? Anak mana?!"

"Anak sinilah."

"Huh? Yang benar?"

Heran saja. Kemarin waktu kami baru datang tidak ada tetangga yang menyambut. Boro-boro, keluar rumah saja tidak. Jadi tak yakin ada anak-anak di desa ini.

"Iya, Ma. Tadi pagi waktu Al bantu papa bersihin halaman. Beberapa anak ngajak Al buat main bareng. Tapi, Al bilang mau mandi dulu. Eh, taunya Mama udah bangun."

"Memangnya sekarang jam berapa?" Kulirik jam dinding di kamar.

Astaga! Sudah jam 10!! Mana belum buat sarapan. Pantas perutku sudah keroncongan. Kunti sialan! Karenanya aku jadi telat bangun.

Terpopuler

Comments

Bisikan_H@ti

Bisikan_H@ti

Aku nyicil ² baca ya kak? khawatir jantung ku copot, karena aslinya penakut dengan yang mistis ², jangan beli kemenyan dong kak,puter murottal Qur'an saja buat menghilangkan aura mistis nya

2022-07-22

2

atalim

atalim

sama dong saya juga keroncongan

2022-06-25

0

lazy

lazy

ini merinding sih kak, 👍👍👍

2022-06-25

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!