6. Makam Kosong?

"Mas!" panggilku, melihat mas Raihan membawa sebuah plastik hitam ke luar rumah. Aku mengintil dari belakang. Mau kemana dia?

Mas Raihan menuju pekarangan samping rumah. Dimana makam itu berada. Dari plastik itu dia mengeluarkan sebuah kendi kecil dan bunga yang kutahu itu adalah sesajen.

Yang benar saja. Ini sudah seperti pemujaan setan.

"Mas?!"

"Sttt ... Jangan berisik." Telunjuknya ditempelkan pada bibir.

Dia beralih pada makam kembali. Lalu menunduk dengan mulut bergerak kecil seperti merapalkan doa. Sambil menabur bunga dilanjutkan dengan menyiramkan air yang ada di dalam kendi.

Apa-apaan suamiku itu?

Hatiku tergerak untuk melihat nisan kayu di sana. Siapa gerangan yang dikuburkan di sini. Apa keluarganya tidak mampu untuk memakamkannya dengan layak di pemakaman?

Aku berjongkok di samping mas Raihan yang masih khusyuk berdoa. Kulongokkan kepala agar bisa melihat nisan itu dengan jelas.

Apa? Kosong?

Bahkan pada nisannya saja tidak tertulis apapun. Minimal, siapa nama orang yang dimakamkan di sana. Wah, ini pasti akal-akalan warga di sini. Untuk apa mereka meletakkan makam kosong di pekarangan rumahku?

"Mas!" Kutepuk bahu suamiku.

Dia hanya diam tak merespon. Dengan takut-takut aku menoleh ke arahnya. Khawatir mas Raihan berubah menjadi dedemit.

Set!

Huft, tebakan ku salah. Setidaknya yang ada di sampingku tetap suami yang paling aku cintai.

"Ayo, Dek," ajaknya, menarik tanganku.

"Eh?" Aku gelagapan mengikuti langkah cepatnya.

Setelah keluar dari pekarangan, mas Raihan memperlambat langkahnya, lalu berhenti.

"Kok, berhenti, Mas?" tanyaku.

Mas Raihan terdiam, atensinya terpusat pada seseorang.

"Eh, Bryan? Mau ke mana?" tanya mas Raihan saat berpapasan dengan pemuda itu.

Pantas saja mas Raihan mengacuhkan pertanyaanku.

"Mau ke rumah sampeyan," jawabnya sambil melirik ke arahku.

Ih, apa-apaan pemuda itu.

"Oh, mari. Kita bicara di dalam saja," ajak suamiku.

Sempat melihat beberapa warga melakukan aktivitasnya di luar rumah, Aku pun melempar senyum ke arah mereka. Sepertinya benar kata mas Raihan. Aku hanya belum terbiasa dengan lingkungan baru ini.

Setelah meletakkan beberapa suguhan, aku berniat undur diri untuk melanjutkan pekerjaanku. Namun mas Raihan mencegah. Ia menyuruhku untuk duduk menyimak obrolan mereka.

Sebenarnya aku malas melihat Bryan yang selalu menatapku dengan aneh. Dia itu kenapa sih?

"Mengenai beberapa larangan di desa ini. Dan juga makam di samping rumah kalian." Bryan membuka percakapan.

"Aku harap tidak ada yang menanyakan segala hal tentang keduanya. Apa lagi mencari tahu lebih dalam tentang makam itu. Yang harus kalian tahu hanya untuk menghargai setiap aturan di desa ini saja."

Hampir saja aku membuka mulut, tangan mas Raihan sudah lebih dulu menggenggam jemariku.

"Baik, Nak Bryan. Kami akan menghargai setiap aturan di desa ini."

"Jangan panggil, Nak. Mungkin saya seusia dengan kalian," tuturnya.

Jujur. Aku terkejut.

Wajahnya terlihat masih sangat muda. Bahkan aku mengira dia 10 tahun lebih muda dariku. Sekali lagi don't judge by the cover.

"Oh, maaf. Berapa usia sampeyan sekarang?" tanya mas Raihan.

"35 tahun."

Yang benar saja. Usianya malah melebihi kami. Aku terpaut usia 2 tahun lebih muda di banding mas Raihan. Dimana usianya sekarang baru menginjak 30 tahun.

"Wah, bahkan ternyata umurmu lebih banyak dibanding kami. Berarti kamu sudah berkeluarga?" Mas Raihan langsung dalam mode akrabnya. Setelah kecanggungan lenyap, karena mengira usia Bryan lebih tua daripada kami.

"Saya duda."

" Sudah punya anak?"

"Belum. Tapi ingin. Hehe."

"Sudah ada calon?"

"Belum ada. Tapi aku sudah menemukan seseorang yang menarik perhatianku." Sekilas Bryan melihat ke arahku.

Aku mematung di tempat. Apa-apaan tatapan nakal itu?

"Kalau begitu cepat ajak nikah aja. Biar cepat dapat momongan."

"Iya, Mas. Secepatnya." Bryan tersenyum penuh arti. Membuatku bergidik ngeri saja.

"A-aku ke dapur dulu."

Buru-buru aku pamit untuk menghindari tatapan Bryan yang sudah sangat mengganggu.

Dia itu kenapa, sih? Apa dia berniat mengajakku main serong? Tidak, tidak. Yang benar saja.

Segera kuenyahkan pikiran buruk itu, lalu melanjutkan pekerjaan yang tadi sempat tertunda. Namun, suara dari dalam kamar mandi mengalihkan fokusku.

"Al? Kamu udah pulang?" tanyaku, mengira itu suara Althaf. Tapi tak ada jawaban.

Apa jangan-jangan kucing?

Aku pun mendekati kamar mandi yang pintunya tertutup rapat itu.

Tok Tok.

"Siapa di dalam?" tanyaku sambil mengetuk pintu.

Lagi-lagi tak ada jawaban.

Kuputuskan untuk memutar kenop pintu dengan perlahan.

Ceklek.

"Kyaaaa .... !"

Terpopuler

Comments

Bisikan_H@ti

Bisikan_H@ti

Aduh Bryan,jaga dong pandangannya Bry!

2022-07-25

2

atalim

atalim

otw bab selanjutnya

2022-06-25

0

lazy

lazy

makin seru kk

2022-06-25

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!