Nining terdiam. Dia mencoba memikirkan ulang apa yang Ina katakan barusan. Sementara Ina, dia menahan senyum karena melihat ekspresi yang tidak baik dari wajah Nining.
'Hari ini, aku akan mulai serang kamu secara perlahan, Tami. Aku harus buat kamu mundur menjauh dari Tora. Karena Tora itu adalah milikku. Hanya aku yang bisa memilikinya.'
"Mbak. Sebenarnya aku merasa kasihan padamu. Kenapa perempuan muda seperti kamu masih bersedia bertahan membuang-buang waktumu untuk hidup bersama dengan laki-laki yang tidak menganggap kamu ada. Jika aku ada di posisimu, aku sudah lama pergi meninggalkan orang yang tidak membutuhkan aku seperti Tora ini. Buang-buang waktu saja."
Nining menoleh ke arah perempuan tersebut.
"Iya, apa yang kamu katakan itu sangat benar. Tapi sayangnya, aku bukan kamu. Aku akan tetap bertahan di sini bersama suamiku. Tidak akan pergi meninggalkan dia walau perlakuannya sedikit tidak baik padaku. Karena tidak ada yang tahu apa yang suami aku lakukan di belakang orang. Jadi, yang tahu sifat dan tingkah laku suamiku itu cuma aku. Bukan orang lain yang hanya melihat sekilas lalu, terus memberi pendapat."
"Oh ya, aku juga ingin bilang kalau aku juga kasihan melihat kamu. Kamu begitu dianggap bodoh oleh seorang laki-laki yang sudah punya istri. Di jadikan mainan dan dibohong-bohongi dengan sesuka hati. Benar-benar kasihan jadi kamu ya."
Wajah Ina memerah akibat menahan marah. Tapi, sekuat tenaga dia menahan rasa itu. Dia tidak ingin menunjukkan amarahnya pada Nining, karena dia tahu, Nining akan merasa menang jika melihat dia marah.
"Duh, mbak kok terlalu berlebihan memikirkan aku. Aku tidak perlu mbak kasihani lho mbak. Karena sama seperti yang mbak bilang sebelumnya, kalau tidak ada yang tahu apa yang kita alami di belakang orang, bukan?"
"Tapi sepertinya, mbak telah salah bicara. Aku tahu semua tentang hubungan mbak dengan Tora yang mbak bilang suami itu. Dia sudah ceritakan semuanya padaku. Dia tidak pernah anggap mbak ada. Dia juga selalu anggap mbak hanya sebagai pembantunya saja. Dia tahan mbak di sini, itu hanya sebagai alat untuk memenuhi semua kebutuhannya saja. Tidak lebih. Harusnya, mbak sadar itu."
Nining terdiam. Rasa sakit kini tiba-tiba menjalar menyusup ke dalam hatinya. Dia ingin nangis, tapi sekuat tenaga dia tahan. Dia tahu, air mata bukanlah kekuatan, melainkan kelemahan. Jika dia memperlihatkan air mata pada lawan yang sedang menyerangnya, maka dia terlihat begitu lemah. Sesakit apapun hatinya saat ini, dia harus tetap terlihat biasa saja.
Nining menarik senyum dari sudut bibirnya. Dia melihat Ina sambil tersenyum manis.
"Bagaimana jika aku katakan, apa yang kamu katakan barusan itu bohong. Kasihan sekali kamu, perempuan. Kamu telah dibohongi oleh suamiku. Demi untuk mendapatkan kamu sebagai mainan, dia tega membohongi kamu. Malang sekali."
"Oh ya, harus aku katakan satu rahasia padamu. Kamu bukan orang yang pertama datang dan bicara dengan aku. Aku sudah sering menanggapi perempuan murahan seperti kamu ini. Bicara banyak, seolah-olah dia sudah tahu semua tentang kehidupan aku dan suamiku. Padahal, dia hanya dijadikan mainan yang jika bosan akan suamiku buang begitu saja tanpa ada kejelasan. Malang, benar-benar malang."
Ina langsung bangun dari duduknya saat mendengar ucapan itu. Dia tidak bisa menahan wajah kaget dan emosi yang memuncak dalam hatinya saat ini.
"Aku bukan perempuan murahan, Tami! Aku juga bukan mainan yang gampang di buang. Aku pastikan padamu, jika Tora tidak akan bisa melepaskan aku. Karena aku akan buat dia tidak pernah merasa bosan dengan aku."
"Sebaliknya, kamu yang harus memikirkan siapa yang bernasib malang selama ini. Kami para perempuan yang Tora jadikan mainan, atau kamu istri sah yang tidak punya kemampuan apa-apa. Menahan suami saja kamu tidak mampu. Makanya, suami pergi cari mainan diluar."
Selesai berucap kata-kata itu, Ina langsung beranjak melangkah untuk meninggalkan Nining. Namun, baru melangkah beberapa langkah saja, dia kembali menghentikan langkah kakinya. Dia kembali memutar tubuh untuk melihat Nining.
"Tunggu! Sepertinya ada yang lupa aku katakan padamu, Tami. Kamu jangan terlalu membanggakan dirimu di hadapanku. Karena pada kenyataannya, kamu bukanlah apa-apa bagi Tora. Kamu cuma sampah bagi orang yang kamu anggap suami. Buktinya adalah, dia tidak pernah membelikan kamu barang-barang baru. Dia selalu memberikan kamu barang-barang bekas. Contohnya baju. Kamu di berikan baju bekas yang sudah tidak terpakai lagi. Itu tandanya, kamu cuma sampah bagi dia."
Ina tersenyum mengejek pada Nining. Lalu, dia kembali melanjutkan langkah kakinya meninggalkan rumah itu. Sementara Nining, dia diam membatu karena tak percaya dengan apa yang Ina katakan.
Nining berusaha mengumpulkan semua kesadaran yang dia miliki. Kemudian, segera beranjak masuk ke dalam rumah secepat yang dia bisa.
Di balik pintu rumah yang tertutup rapat, Nining menumpahkan semua rasa sakit yang bersarang dalam hatinya. Dia bersandar di balik pintu tersebut dengan isak tangis yang tertahan.
Benaknya membenarkan semua yang Ina katakan. Terutama, soal baju bekas yang selama ini Tora berikan padanya. Tora memang tidak pernah memberikan dia baju baru sejak mereka menikah. Tora hanya memberikan dia baju bekas dalam jumlah yang banyak. Tora juga meminta dia memakai baju bekas itu setiap hari.
"Nining, kenapa kamu mendadak jadi perempuan bodoh. Kenapa kamu menangis, ha? Sejak kamu memilih menjebak dia malam itu, maka kamu sudah tahu apa resiko yang akan kamu dapatkan. Jadi, tidak perlu merasa sakit dan jangan bersedih lagi," ucap Nining pada dirinya sendiri sambil menyeka air mata.
Namun, kata-kata itu sama sekali tidak berhasil membuat hatinya sembuh. Hati yang sakit itu bahkan semakin terasa perih saja sekarang. Air mata yang dia seka, juga kembali tumpah.
Nining menarik napas panjang. Lalu melepas secara perlahan.
"Kuatlah, Nining. Kuatlah. Kamu adalah perempuan tangguh yang mampu melewati semua ini. Ingat, takdir baik pasti sedang menunggu kamu."
"Suatu hari nanti, dia pasti akan bosan menyakiti kamu. Dan dia pasti akan membiarkan kamu bebas. Lepas dari derita yang dia sediakan selama ini. Kamu hanya perlu bersabar sekarang. Ikuti dan terima saja apa yang dia lakukan padamu saat ini. Manusia itu punya rasa bosan, bukan? Kuat dan kuatlah."
Nining menyapu semua air mata yang ada di pipinya. Dia coba tersenyum memikirkan masa indah yang pernah dia lalui bersama orang-orang yang dia sayangi.
"Ayah, ibu, aku rindu kalian. Doakan aku cepat keluar dari masalah ini. Buat kamu Dicky. Semoga selalu bahagia di manapun kamu berada. Aku tidak pernah menyesal mengorbankan diriku demi cintaku padamu. Berbahagialah selamanya bersama perempuan tangguh yang kamu pilih."
'Tuhan ... andai aku bisa lebih tangguh dari dulu. Aku pasti masih bersama Dicky sekarang. Bahkan mungkin, aku adalah perempuan yang paling bahagia saat ini karena bisa bersama laki-laki yang aku cintai dan mencintai aku.'
Kemabli, air mata itu kembali tumpah membasahi pipinya. Nining kembali tergugu sambil bersandar di daun pintu yang masih tertutup rapat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Erna Fadhilah
semoga pas ina menghina nining tadi tora tau,,,, dari CCTV mungkin atau melihat langsung tp tp tora ga muncul di depan mereka
2022-12-20
0
sella surya amanda
lanjut
2022-07-05
0
Ami💞4hy🥀
aturan pas Ina bilang gt Tora denger,gmn ya perasaan dia. istri cuma dianggap pajangan,diganti baju tp baju bekas😥
2022-07-05
2