Part *13

"Pesan? Ah, tidak-tidak. Jika kita pesan untuk nanti siang. Lalu, nanti malam, kita juga akan pesan? Terus, besok pagi, besok siang, dan seterusnya, harus pesan juga?"

"Ya Tuhan ... kenapa kamu begitu ribet jadi manusia? Huh ... terserah kamu saja. Aku tidak ingin mengurus masalah seribet itu sekarang."

"He ... ya sudah kalo gitu, tidak punya solusi lain selain berbelanja sekarang. Aku harus pergi sekarang juga. Selamat pagi."

"Tunggu!"

"Ya Tuhan. Apa lagi?"

"Mau ke pasar? Biar aku antar."

"Ha .... " Nining melihat dengan tatapan tak percaya pada Tora yang masih diam di tepat sebelumnya.

"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Tora kebingungan.

"Tidak. Tidak ada yang salah. Hanya saja, sepertinya tidak perlu. Kamu tidak perlu mengantar aku ke pasar. Biar aku pergi sendiri saja. Aku pergi sekarang. Selamat pagi."

Nining langsung beranjak meninggalkan Tora tanpa menunggu Tora menjawab apa yang dia katakan. Dia berjalan cepat menuju gojek yang sudah menunggunya beberapa menit yang lalu.

"Eh ... main pergi gitu aja." Tora berucap sambil menggelengkan kepalanya.

***

Satu jam diam di rumah sendirian, Tora merasa begitu bosan. Dia melihat pintu rumah terus-terusan, namun sayangnya, tidak ada tanda-tanda akan kepulangan orang yang dia harapkan.

"Sudah satu jam dia pergi, kenapa masih belum pulang juga? Hm ... apa aku nyusul ke pasar saja kali ya. Lagipula, aku juga bosan diam di rumah. Jika pergi ke pasar, aku bisa jemput dia pulang sekalian."

Tora tersenyum. Entah sejak kapan dia punya sifat peduli pada Nining yang kemarin jelas-jelas dia anggap sebagai musuh, dia juga tidak mengerti. Yang jelas, sejak malam itu, hubungan mereka seperti sedang membaik begitu saja.

Tora terus mempertahankan senyum kecil di bibirnya. Sejak pergi dari rumah, hingga berada di depan pasar, dia terus memikirkan wajah Nining yang bahagia karena kedatangannya ke pasar tersebut.

Tapi, senyum kecil itu tiba-tiba lenyap seketika saat Tora melihat Nining yang sedang berbicara dengan seorang laki-laki yang mungkin umurnya lebih tua beberapa tahun dari mereka. Entah mengapa, Tora merasa begitu sakit saat melihat Nining yang bicara sambil sesekali tersenyum pada laki-laki itu.

"Sial! Kenapa dia begitu tidak sadar diri sih? Dia itu istri orang. Kenapa begitu dekat dan bicara terlalu bebas dengan laki-laki lain?" Tora berucap sambil memukul stir mobil yang ada di hadapannya.

"Tunggu! Apa yang aku katakan barusan? Ah! Kenapa aku bisa seperti ini? Apa aku sudah mulai tidak waras sekarang? Tora sadarlah. Dia perempuan yang telah merusak hidupmu kemarin. Apa kamu lupa itu?"

Tora bicara pada dirinya sendiri. Berusaha menyadarkan diri dengan mengingat kesalahan besar yang Nining buat untuknya. Tapi sebenarnya, dia bukan ingin menyadarkan diri. Melainkan, mengalihkan perhatian dari rasa sakit yang sedang hatinya rasakan.

Walaupun begitu, usaha yang dia buat tetap sia-sia. Hatinya masih terasa sakit sekarang. Bahkan, semakin sakit saja saat terus melihat Nining begitu bahagia saat bicara dengan laki-laki itu.

"Sial! Aku akan bikin perhitungan padamu nanti perempuan tak tahu diri."

Tora langsung menjalankan mobil meninggalkan tempat tersebut. Dengan satu tangan yang terus memegang dada, dia memikirkan apa yang baru saja dia lihat.

'Tuhan ... apa yang aku rasakan ini? Kenapa rasanya begitu sakit? Apa yang salah dengan hati ini?'

"Sial! Sial! Sial-sial!" Tora berteriak kesal sambil terus memukul stir mobil.

"Kenapa aku terus memikirkan hal yang tidak berguna itu sih! Pergi dari ingatanku sekarang juga! Pergi!"

Karena terus memikirkan tentang Nining, dia tidak fokus dengan jalan yang dia lalui. Hasilnya, dia hampir saja menabrak seorang perempuan yang sedang melintasi jalan itu jika tidak sigap menginjak rem.

"Woi! Gak bisa bawa mobil ya!" Perempuan itu berteriak kesal sambil memukul kaca mobil.

Tora langsung membuka kaca mobil untuk bicara dengan perempuan tersebut.

"Kamu yang jalan gak lihat-lihat, kenapa malah menyalahkan aku, ha?"

"Kamu!"

Perempuan itu begitu emosi. Namun, saat mereka saling bertatapan, tiba-tiba, emosi perempuan itu mendadak menghilang.

"Kamu? Hantu tampan. Ya Tuhan, ternyata dunia ini begitu sempit ya. Baru beberapa hari yang lalu kita bertemu, sekarang, kita dipertemukan lagi oleh Tuhan. Benar-benar jodoh."

"Jodoh? Heh, siapa yang ingin berjodoh dengan kamu? Perempuan terlalu lebih percaya diri."

"Aku suka kata-kata itu hantu tampan. Pujian yang kamu berikan buat aku terlaku bagus lho. Aku suka, aku suka."

Tora tidak punya kata-kata untuk menjawab ucapan perempuan itu. Yang bisa dia lakukan hanyalah mengusap kasar wajahnya.

"Kenapa, hantu tampan? Ada yang salah ya?"

"Ada."

"Apa?"

"Banyak. Mau tau apa?"

"Hm ... tentu saja. Cepat katakan!"

"Pertama, aku bukan hantu tampan. Yang kedua .... "

"Siapa suruh kamu pelit sama aku. Ngasih nama saja tidak mau. Kan terpaksa aku panggil kamu dengan sebutan hantu tampan." Ina langsung memotong perkataan Tora dengan cepat.

Tora langsung melepas napas berat saat mendengar ucapan itu.

"Namaku, Tora. Puas? Jangan panggil aku dengan sebutan hantu tampan lagi setelah kamu tahu siapa namaku."

"Tidak akan. Tapi ... nama panggilan hantu tampan itu kayaknya ... juga cocok dengan kamu."

Tora dan Ina terus ngobrol. Karena saat ngobrol, dia bisa merasakan sedikit ketenangan dan rasa sakit hatinya juga berkurang.

Sementara itu, Nining yang berada di pasar sudah memutuskan untuk pulang ke rumah. Dia sebenarnya hanya ngobrol biasa sambil menunggu santan yang dia pesan siap di bungkus oleh si penjual.

Laki-laki yang ngobrol dengannya adalah kuli di pasar itu. Memang pertemuan kali ini bukan yang pertama kali. Karena setiap datang ke pasar, laki-laki yang bernama Alif itu sering membantu Nining.

Mereka memang terlihat cukup akrab. Maklum, sama-sama datang dari kampung. Meski berbeda kampung, tapi tetap saja, karena merasa punya nasib yang sama, mereka akhirnya begitu akrab.

Sampai di rumah, dia dibuat bingung karena tidak menemukan keberadaan Tora. Sudah mencari kesemua tempat yang ada di rumah, tapi Tora tidak ada. Saat ingat mengecek mobil di garasi, Nining langsung melihat mobil Tora yang baru masuk ke halaman rumah.

"Nah, itu dia si pembuat onar. Main hilang aja dia," ucap Nining sambil berjalan mendekat.

"Tora .... "

Nining tidak melanjutkan kata-katanya saat melihat Tora yang turun dari mobil bersama perempuan. Entah mengapa, kakinya tiba-tiba terasa sangat berat. Tubuhnya seakan sulit untuk dia gerakkan.

"Ini rumah kamu, Tora?" tanya perempuan itu sambil melihat sekeliling.

"Ya. Ini rumah aku. Dan ... ini dia pembantuku."

"Masak yang enak, Tami. Aku punya tamu spesial untuk makan siang hari ini."

Terpopuler

Comments

Ami💞4hy🥀

Ami💞4hy🥀

Tami klu Tora aja bisa bw perempuan lain, ya kamu buat aja bebas bicara sama pria lain,biar Tora kebakaran jenggot

2022-07-01

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!