Part *6

Nining terus bicara sendiri, tanpa dia tahu kalau apa yang dia bicarakan itu di dengar dengan sangat baik oleh Tora. Tapi, sekarang dia tidak punya kekuatan untuk marah. Entah apa sebabnya, dia malah merasa kasihan pada perempuan malang yang sedang mengeluh kelaparan itu.

Tora melihat jam yang melingkar di tangannya. Sudah pukul sebelas setengah. Dia tutup matanya rapat-rapat, berusaha menghilangkan rasa kasihan yang ada dalam hati. Lalu, dia segera beranjak meninggalkan tempat itu secepat yang dia bisa.

'Tidak Tora, tidak. Dia bukan Yura. Dia perempuan jahat yang sudah menjebak kamu. Perempuan bodoh yang tidak punya pikiran waras. Karena dia kamu terikat seperti sekarang. Karena dia ... ya ... karena dia.' Tora bicara dalam hati sambil terus melangkah.

______

Satu minggu sudah Nining tinggal di rumah ini. Melakukan semua pekerjaan rumah dengan sangat baik. Tidak pernah mengeluh atau membantah semua yang bi Siah katakan.

Capek, lelah, letih dan semua keluh kesah itu sebenarnya ada. Hanya saja, dia berusaha menyimpan rasa itu dalam-dalam tanpa ingin ada yang tahu kalau dia sedang berkeluh kesah akan apa yang sedang dia lalui.

Perlakuan Tora juga tidak terlalu kasar lagi sekarang. Tidak seperti malam pertama dia datang ke rumah ini, Tora main tangan dengan memukulinya.

Ya meskipun kebencian Tora akan dirinya masih tetap sama, tapi setidaknya, Tora tidak kasar lagi. Tora lebih banyak mengabaikan keberadaan Nining dan hanya akan merasa tidak puas dengan apa yang Nining kerjakan.

Hal itu tidaklah terlalu menyakitkan buat Nining. Diabaikan oleh Tora, malahan hal yang bagus. Karena dengan begitu, dia tidak akan selalu bertatap muka dengan pemuda galak itu.

Setiap siang, Nining juga punya waktu istirahat. Dia akan beristirahat di kamar kecilnya selama satu jam. Setelah itu, baru melanjutkan pekerjaannya kembali. Membersihkan rumah, atau hanya duduk-duduk di luar jika pekerjaan sudah selesai semua.

Siang ini, saat Nining baru saja ingin membaringkan tubuh di atas kasur kecil kesayangannya, tiba-tiba, pintu kamar di ketuk oleh seseorang. Dengan sedikit rasa kesal, Nining terpaksa bangun kembali.

"Tunggu sebentar." Nining berucap sambil berjalan cepat menuju pintu.

"Bi Siah. Ada apa, Bi?" tanya Nining dengan rasa penasaran saat melihat bi Siah yang ada di hadapannya.

Tidak biasa wanita paruh baya itu mengganggu dia saat jam istirahat siang seperti ini. Biasanya, bi Siah pasti akan menunggu jam istirahatnya usai baru memanggil.

"Mm ... Tami, maaf aku ganggu kamu. Aku panggil kamu karena Den Tora ingin kamu datang ke kamarnya."

"Apa? Tora ingin aku datang ke kamar? Untuk apa?"

"Aku tidak tahu, Tami. Dia hanya minta aku panggilkan kamu saja."

"Ah, iya. Baiklah, bi Siah. Aku akan segera ke kamar Tora."

Nining beranjak menuju kamar Tora di lantai dua. Dengan rasa deg-degan, juga rasa cemas dan canggung yang bercampur aduk jadi satu dalam hati, Nining berjalan pelan.

Sampai di depan pintu kamar, tangannya terasa berat untuk dia angkat. Rasa takut kini menguasai hati. Tapi, rasa penasaran tiba-tiba menindih rasa takut dengan kuat sehingga tangan itu melayang cepat mengetuk pintu kamar tersebut.

"Masuk!" Terdengar suara seorang pemuda dari dalam kamar. Suara yang sama sekali tidak Nining harapkan keberadaannya di rumah ini.

Nining masuk dengan langkah pelan setelah membuka pintu kamar. Di atas ranjang, Tora sedang berbaring tengkurap sambil mengutak-atik ponsel di tangannya.

"Kenapa kamu lamban sekali, Tami? Apa kamu tidak bisa berjalan dengan langkah besar, ha?"

"Maaf, aku sedikit lelah. Karena ini jam istirahat aku sebenarnya. Ada apa kamu panggil aku ke sini?"

"Aku ingin kamu memijat kakiku. Lakukan dengan baik. Aku sudah menunggu kamu sejak tadi. Jadi, jangan kecewakan aku lagi dengan hasil dari apa yang kamu kerjakan."

"Ke--kenapa aku yang harus memijat kamu? Aku tidak tahu caranya memijat."

Tora bagun dari tengkurap nya. Dia tatap wajah Nining dengan tatapan tajam.

"Bisakah langsung kerjakan saja apa yang aku perintahkan? Aku heran. Kenapa kamu selalu saja membantah setiap perintah yang aku berikan padamu. Benar-benar tidak berguna."

"Maaf."

"Cih. Maaf? Maaf dan maaf lagi. Tapi hasilnya sama saja. Kamu tetap tidak berubah. Jika kamu benar-benar ingin tahu kenapa kamu yang aku minta mengurut aku, ya karena kamu adalah budak ku. Lagian, tidak ada alasan untuk kamu bilang tidak pandai memijit. Perempuan kampung seperti kamu pasti tahu cara memijit, tidak ada alasan untuk tidak tahu."

Nining hanya diam. Dia tidak ingin memperpanjang masalah dengan menjawab apa yang Tora katakan. Memang, setiap kata yang Tora ucapkan jika bicara dengannya selalu saja pedas, kasar, dan akan menyakitkan hati. Jika dijawab maka akan bertambah besar, juga akan bertambah menyakitkan hati lagi dan lagi. Diam adalah solusi terbaik.

"Mengapa diam, perempuan kampung? Apa kamu membenarkan apa yang aku katakan barusan, mm? Perempuan kampung kalian pintar memijat laki-laki, bukan?"

"Tunggu! Jangan-jangan kamu juga sama, Tami. Setiap malam menjadi pemijat laki-laki mata keranjang."

Nining menarik napas dalam, lalu melepas dengan kasar. Itu dia lakukan untuk menghilangkan rasa sakit akibat kata-kata yang tidak berperasaan yang Tora ucapkan barusan.

'Ya Tuhan ... gini nih yang tidak aku, jika tidak aku jawab, dia malahan semakin bertingkah. Dia semakin meraja lela bicara sesuka hati. Kuatkan lah aku, Tuhan.' Nining bicara dalam hati sambil menahan emosi.

"Kamu ingin minta aku memijit kakimu, atau hanya ingin mengata-ngatai aku hal-hal yang buruk, Tora? Harus kamu tahu satu hal. Tidak semua perempuan kampung itu sama. Tidak semua buruk seperti yang ada dalam pikiran jahat mu itu."

"Oh, benarkah? Apakah benar yang kamu katakan barusan ini? Tapi ... setiap ucapan itu perlu bukti, Tami. Oh, kalau gitu, biar aku buktikan saja sekarang. Mumpung perempuan kampungnya ada di sini."

"Tora! Jangan macam-macam kamu ya. Jangan coba-coba bertingkah gila."

Sontak, wajah Nining berubah memerah. Dia juga mundur beberapa langkah menjauh dari ranjang. Sedangkan Tora, dia malah tertawa menyeringai yang penuh dengan ejekan. Dia bagun dari duduknya dan turun dari ranjang.

Lalu, Tora berjalan mendekat ke arah Nining yang berusaha terus menjauh.

"Tora. Mau apa kamu, ha? Jangan macam-macam. Jangan mendekat!"

"Hei ... apa yang sedang kamu pikirkan, ha? Kenapa kelihatan begitu takut padaku? Apa aku begitu menakutkan?"

"Oh, tunggu! Di mana wajah berani malam itu ya? Wajah berani yang begitu beringas saat menjebak aku. Harusnya, kamu perlihatkan lagi sekarang padaku. Mumpung hanya ada kita berdua saja di kamar ini. Sekalian, kita coba buat jadi nyata apa yang kamu katakan pada semua orang malam itu. Bagaimana?"

Terpopuler

Comments

Ami💞4hy🥀

Ami💞4hy🥀

lanjut Thor

2022-06-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!