Ina terdiam sesaat. Dia memasang wajah seolah-olah sedang enggan untuk bicara apa yang ingin dia bicarakan. Hal itu membuat Tora bangun dari duduknya.
"Katakan, Ina! Bantuan apa yang kamu inginkan. Aku akan bantu jika bisa."
"Kamu yakin ingin bantu aku, Tora?"
"Sudah aku katakan, aku akan bantu jika bisa. Jika tidak bisa, kamu juga harus maklum. Tapi sebaiknya, katakan dulu bantuan apa. Baru kemudian aku putuskan bisa atau tidak."
"Sebenarnya aku tidak yakin kamu mau bantu aku. Tapi karena tidak punya pilihan lain, aku terpaksa katakan juga. Aku ingin pinjam mobilmu untuk pulang kampung sebentar. Tidak bisa naik taksi online atau rental mobil. Karena aku tidak punya uang lebih. Aku bawa orang tuaku soalnya. Bagaimana, bisa atau tidak?"
Ina berucap sambil memainkan ujung bajunya. Dia juga memasang wajah tak enak hati saat bicara dengan Tora sekarang. Dia benar-benar pintar bicara. Tapi sayangnya, kepintaran yang dia miliki, disalahgunakan olehnya.
Tora mendengus pelan. Dia melihat Ina dengan tatapan tak percaya untuk beberapa saat. Ina semakin memasang wajah tak enak hati pada Tora.
"Aku gak maksa kok, Ra. Jika gak bisa, ya gak papa. Aku hanya coba keberuntungan aku saja tadi. Kebetulan punya kenalan yang punya mobil, ya coba-coba buat pinjam. Di kasi ya syukur, kalau gak di kasi ya sudah. Gak ada masalah lagi dengan apa yang terjadi hari ini."
"Aku tidak bilang kalau aku tidak ngasi. Aku bisa pinjam mobilku buat kamu, tapi tidak bisa berhari-hari. Karena aku cuma punya mobil satu soalnya. Aku juga butuh buat transfortasi."
"Aku cuma pinjam bentar aja, Tora. Gak sampai berhari-hari kok. Cuma pinjam hari ini, terus nanti sore aku balikin kok."
"Ya sudah kalo gitu, kamu bisa pakai mobil aku hari ini. Jika sudah selesai, antar ke rumah."
"Nanti aku kabari jika sudah selesai. Sini. Mana kuncinya, aku buru-buru soalnya."
Tora langsung membuka laci meja kerjanya. Dia lalu mengeluarkan kunci dan menyerahkan pada Ina. Ina menerima kunci mobil itu dengan sangat bahagia.
"Makasih banyak, Tora. Selesai pakai, langsung aku balikin."
"Ya."
"Aku pergi dulu. Sampai ketemu lagi."
"Hm ... hati-hati."
"Iya, sayang."
"Sayang?"
Pertanyaan Tora barusan terlambat. Karena Ina sudah menghilang di balik pintu ruang kerjanya.
"Dasar perempuan aneh. Terlalu berani sampai bikin aku merasa ilfil dan jijik. Uh ... semoga tidak ada masalah dengan dia lagi lain kali. Setelah ini, aku harap tidak ada obrolan panjang lebar lagi dengan dia. Ih ... ngeri."
Tora kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Sementara, Ina. Dia begitu bahagia mendapatkan apa yang dia mau dari Tora.
Dia langsung mencari mobil Tora di parkiran. Setelah menemukan, dia langsung masuk dan tancap gas meninggalkan kantor tersebut menuju tempat tujuan yang ingin dia tuju. Menjalankan rencana besar untuk merusak hubungan antara Tora dengan Nining.
Sampai di persimpangan tak jauh dari pasar pangan tempat Nining biasa berbelanja kebutuhan dapur, Ina berhenti. Di sana ada seorang laki-laki yang sedang menantikan kedatangan Ina sejak beberapa belas menit yang lalu.
"Kok lama banget sih? Aku sudah capek berdiri di sini sejak tadi, tahu gak?" Laki-laki itu ngoceh saat Ina membuka kaca mobil.
"Bisa gak ngomel-ngomel dulu gak sih? Kamu pikir aku tinggal ambil aja ini mobil dari pemiliknya? Nggak! Aku harus bikin dia percaya dan bikin dia mau pinjami mobilnya padaku tanpa ada rasa curiga. Kamu pikir itu gak butuh usaha yang banyak ya apa?"
"Ah, ya sudahlah. Bicara dengan kamu emang gak akan ada kata menenang buat aku. Yang menang itu pasti kamu."
"Tau gitu, kenapa ajak aku debat? Ayo masuk! Kita harus cepat. Aku pinjam mobilnya gak lama. Cuma bentar aja."
Laki-laki itu masuk ke dalam mobil. Dengan wajah yang masih tidak percaya, dia tatap Ina yang ada di sampingnya.
"Kamu yakin mau jalani rencana ini, Ina? Kamu gak mikir resiko besar yang akan kita terima jika kita ketahuan melakukan semua ini? Kita bisa di penjara lho, Na. Dan, resiko yang paling besarnya adalah, kita tidak akan mendapatkan apa yang kita inginkan."
"Kamu tenang aja, kak. Kita bikin ini persis seperti kecelakaan yang sesungguhnya. Dengan begitu, tidak akan ada yang menduga kalau hal ini sudah direncana. Mereka orang kampung mana tahu hal begituan. Lagipula, kita sekarang hanya memasang jerat bukan?"
Laki-laki itu tidak menjawab. Dia masih memasang wajah ragu walau sudah mendengarkan penjelasan dari Ina yang sudah sangat panjang lebar itu.
"Mm ... jika kamu takut, pikirkan saja keberhasilan dari rencana ini. Kamu bisa memiliki orang yang kamu sukai. Bukankah itu sangat baik buat kita?"
"Sejujurnya, aku masih tidak yakin dengan keberhasilan dari rencana kamu ini, Na. Karena itu aku tidak bisa memikirkan kenerhasilannya, tapi malah memikirkan kegagalan dari rencana ini."
"Kak Alif kak Alif. Kamu tidak ingin mendapatkan orang yang kamu sukai? Iya? Jika mereka pisah, kita bisa mendapatkan orang yang sama-sama kita sukai. Dan kita tidak punya cara lain selain memisahkan mereka dengan cara ini."
"Tapi .... "
"Sudahlah kak. Jika kamu terus merasa ragu, bagaimana aku bisa menjakankan rencana besar ini. Kita melakukan ini demi kebaikan semuanya. Kasihan dengan orang yang kamu cintai, dia tidak bisa lepas dari suami yang tidak mencintai dia. Itu semua bukan karena dia tidak ingin. Tapi, dia tidak bisa. Karena sebab dia ingin lepas itu tidak ada. Sama halnya dengan suami dia. Tidak bisa melepaskan dirinya karena tidak punya sebab."
Ina tiba-tiba meletakkan tangannya di atas tangan Alif. Dengan senyum manis, dia tatap mata Alif yang terlihat masih sangat ragu.
"Sekarang, kita berikan mereka sebab agar bisa saling melepaskan. Dan aku yakin, ini pun yang orang tua mereka inginkan."
"Baiklah kalau memang ini sebab yang mereka mau. Aku akan bantu dia buat lepas dari suami yang tidak dia sukai itu. Aku akan melakukan apapun demi kebaikan kita semua. Terutama, kebaikan dia yang sangat aku sukai."
Ina tersenyum manis. Akhirnya, usaha untuk membangun keyakinan buat Alif berhasil juga. Dia benar-benar bangga akan dirinya sendiri yang mampu mempengaruhi orang lain dengan baik.
Alif, laki-laki kampungan yang tertarik akan Nining. Dia adalah orang yang Ina percayai bisa melakukan tugas yang Ina berikan dengan baik.
Sebenarnya, dia bukan orang lain dengan Ina. Mereka adalah adik dan kakak sepupu yang sama-sama tinggal di kampung saat kecil. Setelah Ina pindah ke kota, Alif ikut menyusul untuk mencari nafkah di kota yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Erna Fadhilah
sempat curiga sama alif,,,, ternyata betul
2022-12-20
1
мєσωzα
huft sempet curiga sama alif, eeeh beneran kebukti dong dia sekongkol sama ina 😑
2022-10-31
0
Syule
Upppp
2022-07-07
0