Tora dalam perjalanan pulang menuju rumah. Namun, karena perkataan sang mama terus saja mengganggu pikirannya, dia memilih menepi di sebuah taman.
Taman itu sudah sepi karena hari sudah sedikit larut malam. Ditambah, ini musim penghujan. Cuaca begitu tidak bersahabat. Dingin dan selalu muram.
Tora memilih duduk di bawah cahaya lampu tak jauh dari jalan raya. Benar saja, baru beberapa menit dia duduk, dia sudah di sapa oleh hujan rintik-rintik. Namun, dia tidak beranjak dari duduknya. Dia memilih tetap duduk di temani hujan rintik-rintik tersebut.
Hujan semakin lama semakin lebat. Tora masih tidak beranjak dari duduknya walau baju yabg dia pakai sudah basah semua.
Dia tidak menghiraukan hujan karena pikirannya sedang fokus dengan kata-kata yang sang mama ucapkan. Kata-kata itu bagai anak panah yang sedang menusuk ke jantung hati Tora. Tidak ingin dia pikirkan, tapi sayangnya, tidak bisa dia lepas dari pikiran.
"Ah! Sial! Kenapa mama harus bicara omong kosong sih padaku!" Tora berteriak keras.
Dia melakukan hal itu karena dia pikir, tidak akan ada yang terganggu karena hari sudah malam. Dan sepertinya, taman ini sudah tidak ada orang lain selain dia. Ditambah, hujan lebat pula lagi sekarang.
Tapi siapa sangka, di taman itu masih ada seorang perempuan yang sedang berada bertolak belakang dengan Tora. Teriakan Tora barusan mengganggu dirinya sehingga dia memilih beranjak dari duduk untuk segera menghampiri Tora.
"Hei! Kenapa harus berteriak malam-malam begitu? Apa kamu sedang kerasukan? Atau ... kamu ingin orang lain tahu kalau kamu dan mamamu baru saja habis bertengkar? Dasar gak punya pikiran."
Sesaat, Tora terdiam karena kata-kata itu. Kata-kata yang cukup berani itu mengingatkan dia akan seorang perempuan yang sudah tidak mungkin dia miliki lagi. Siapa lagi kalau bukan Merlin, istri dari musuh bebuyutannya.
Dia tatap perempuan yang juga sudah basah kuyup karena hujan itu. Perempuan itu juga membalas tatapannya.
'Berani.' Hanya satu kata itu yang terlintas dalam benak Tora saat mereka saling bertatapan.
"Hei! Kenapa malah menatap aku. Aku manusia, bukan hantu. Lihat kakiku, masih napak menginjak tanah dengan sempurna. Jadi, tidak perlu takut."
"Siapa yang takut padamu? Harusnya, kamu yang takut padaku karena aku tidak sedang menginjak tanah. Jadi, mungkin saja aku hantu."
"Oh ya? Sayangnya, aku tidak percaya kalau kamu adalah hantu. Tapi, kalau kamu memang benar hantu juga tidak apa-apa. Aku juga tidak akan lari, apa lagi takut. Aku anggap diriku sedang beruntung bisa bertemu dengan hantu tampan yang sedang bergentayangan pada malam hari saat hujan turun."
Tora tidak menjawab. Dia memilih diam sambil menggelengkan kepala saat mendengarkan ucapan konyol dari perempuan yang ada di hadapannya saat ini.
"Hei! Kenapa diam, ha? Apa kamu benar-benar hantu?"
Tora kembali menggelengkan kepalanya.
"Apakah semua perempuan itu sama? Pikiran kalian tidak bisa memikirkan hal yang lebih waras saat bicara dengan orang?"
"Hah? Apa yang kamu katakan barusan? Kamu bilang aku tidak waras? Ah, dasar laki-laki tidak punya perasaan. Apa kalian semuanya sama, ha? Tidak bisa menghargai perasaan perempuan."
Tora benar-benar tidak ingin bicara lagi dengan perempuan yang ada di hadapannya saat ini. Dia tiba-tiba merasa tidak tertarik untuk meladeni perempuan tak jelas ini.
Perempuan itu memang berani. Sama persis dengan wanita yang pernah menggetarkan hatinya. Tapi, dia hanya tertarik sesaat ketika berbicara karena perempuan itu punya sifat yang sama dengan orang yang dia sukai. Sayangnya, perempuan itu tidak mampu membuat jiwanya bergetar. Hatinya biasa saja. Jantungnya juga tidak menerima respon dari perempuan itu.
Karena hal itu, Tora tidak ingin meladeni lagi Dia ingin meninggalkan perempuan itu sekarang. Tapi, baru juga dia berjalan beberapa langkah, perempuan itu malah menahan tangannya.
"Kamu ingin pergi? Bisakah aku menumpang?"
"Maaf, aku tidak menerima tumpangan."
"Ah, tolonglah. Aku mohon. Aku sudah sangat kedinginan sekarang. Jika kamu tidak memberikan aku tumpangan, mungkin aku akan membeku di sini karena kedinginan."
Perempuan itu bicara sambil menaupkan tangan ke dada. Dia juga memasang wajah memelas di hadapan Tora.
Tidak ingin berdebat lagi, Tora langsung saja menyetujui permintaan perempuan tersebut.
"Ya sudah, kamu bisa ikut aku. Ayo!"
"Benarkah? Kamu bersedia menerima aku? Maksudku, kamu bersedia mengantar aku pulang ke rumah."
"Iya jika rumahmu tidak jauh. Atau, jika rumahmu searah dengan jalan yang akan aku lalui. Tapi jika tidak, aku tidak bisa mengantarmu pulang."
"Rumahku tidak jauh dari taman ini. Tapi, jika searah atau tidak, itu aku tidak bisa memastikan. Karena aku tidak tahu jalan yang mana yang akan kamu tempuh."
Tora tidak menjawab. Semakin lama bicara, dia semakin merasa bosan dengan perempuan itu. Dia memilih beranjak meninggalkan perempuan tersebut.
Melihat Tora yang tidak menanggapi perkataannya. Perempuan itu malah tersenyum kecil. Dia segera beranjak mengikuti langkah Tora. Ketika Tora masuk ke dalam mobil, perempuan itu juga melakukan hal yang sama. Masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Tora.
"Di mana rumahmu?" Tora bertanya tanpa melihat si perempuan.
"Di depan. Oh ya, sepertinya kita searah deh kayaknya."
"Mm ... kita belum kenalan. Namaku Inara. Kamu bisa panggil aku dengan nama singkat. Yaitu, Ina."
Perempuan itu bicara sambil mengulur tangannya. Namun sepertinya, Tora tidak tertarik menerima uluran tangan itu. Dia tetap fokus dengan jalan yang mereka lewati saat ini.
"Mm ... baiklah. Jika kamu tidak ingin menerima uluran tanganku, aku juga tidak keberatan. Tapi katakan padaku siapa namamu, biar nanti aku gampang mengingat hantu tampan ... maksudku, lelaki tampan yang sudah menolong aku."
Mendengar ucapan itu, Tora menoleh sesaat. Namun, itu tidak lama. Karena beberapa detik kemudian, dia kembali fokus dengan jalanan yang sedang dia lewati.
"Ha? Nama saja kamu tidak ingin mengatakan padaku? Ah, yang benar saja. Aku tidak percaya jika di dunia ini ada manusia sepelit kamu."
"Jangan banyak bicara. Aku tidak suka dengan perempuan yang banyak bicara. Katakan di mana rumahmu. Kita sudah melewati lumayan banyak rumah sekarang."
"Huh ... Itu rumahku, tuan. Kita baru melewati lima rumah, kamu sudah bilang banyak. Yang benar saja."
Tora tidak menjawab. Dia semakin mempercepat laju mobilnya agar segera sampai di rumah selanjutnya yang ada di hadapan mereka.
"Turun sekarang! Aku ingin cepat pulang." Tora berucap sambil menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang cukup sederhana.
Gadis itu mendengus kesal sambil melirik Tora.
"Ya Tuhan ... apakah kamu tidak bisa membiarkan mobil ini berhenti sempurna terlebih dahulu baru minta aku turun? Apa kamu benar-benar tidak ikhlas dalam memberikan aku tumpangan?"
"Sudah aku katakan, aku tidak suka perempuan banyak bicara. Lekas turun. Jangan bikin kesabaran yang aku miliki terkikis habis."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
мєσωzα
saingannya nining kah nanti? 🤔
2022-10-31
0
Ami💞4hy🥀
lanjut
2022-06-26
2