Malam harinya, setelah selesai makan malam, Tora langsung meninggalkan rumah. Dia pergi ke rumah mamanya untuk sesuatu hal.
"Tora, tumben kamu datang ke rumah mama malam-malam begini. Ada apa?"
"Mm ... bisa aku pinjam baju Yura, Ma?"
Tora bicara langsung pada intinya tanpa ada basa-basi terlebih dahulu. Hal itu membuat sang mama menatap tak percaya pada anak laki-laki satu-satunya itu.
"Pinjam baju Yura? Buat apa?"
"Mama kangen Yura gak?"
"Pertanyaan macam apa itu, Tora? Tidak ada yang tidak merasa rindu akan seseorang yang sudah pergi jauh."
"Jika mama ngomong gitu, maka kita sama. Aku pinjam baju Yura buat Tami, Ma."
"Buat ... Tami? Tora, jangan sakiti dia lagi. Hidupnya sudah kamu permainkan selama enam bulan, Nak. Tolong, hiduplah dengan normal tanpa ada dendam mulai dari sekarang. Dendam yang bersarang dalam dada mu membuat kamu hidup tak tenang. Mama tahu itu."
"Ma, sekarang bukan waktu yang tepat untuk bicara soal dendam atau kehidupanku. Yang aku inginkan sekarang adalah, persetujuan mama untuk meminjamkan baju Yura padaku. Mama setuju atau tidak?"
Mamanya mendengus pelan sambil melihat wajah anak laki-laki yang sekarang adalah anak satu-satunya dalam keluarga mereka. Rasa cemas akan kehidupan sang anak masih sangat terlihat di wajah sang mama. Tapi sayangnya, dia tidak bisa berbuat banyak. Anak itu sudah dewasa, juga terlahir dengan watak keras kepala sekarang. Jadi, yang mampu dia lakukan hanyalah berdoa agar kehidupan sang anak bahagia.
"Ma .... "
"Terserah kamu, Tora. Mama tidak akan melarang kamu buat pinjam baju Yura. Atau ... jika memang Tami suka dan cocok dengan baju Yura, kamu bisa ambil dan berikan langsung padanya tanpa harus di pinjamkan."
"Terima kasih, Ma. Tapi, dia tidak cocok memiliki baju Yura. Dia hanya cocok meminjamkan nya saja."
"Mm ... Tora. Jangan terus menyalahkan dia atas apa yang telah terjadi pada kamu. Semua mungkin sudah tertulis di suratan takdir. Oh ya, jangan lupa akan satu hal. Jangan terlalu membenci seseorang. Apalagi lawan jenis. Karena antara cinta dan benci itu beda tipis. Setipis kulit bawang, Nak."
"Mama tenang saja. Aku tidak akan jatuh cinta pada perempuan kurang waras seperti Tami."
"Jangan kemakan omongan nanti, Tora. Soalnya, mama merasa, kamu seperti sedikit berubah. Kamu mungkin sudah jatuh hati pada, Tami. Hanya saja, kamu tidak menyadarinya sekarang."
"Mama ini ngomong apa sih, Ma. Jangan ngomong yang tidak-tidak. Antara aku dengan Tami tidak akan ada kata cinta. Aku pastikan kalau aku tidak akan kemakan omongan sendiri."
"Satu hal yang mama harus tahu. Aku sedikit merubah sikap pada Tami itu hanya karena setiap melihat dia, aku seperti melihat Yura. Makanya aku merubah sikap. Karena setiap berhadapan, selalu saja teringat Yura. Hal itu membuat aku tak sampai hati jika harus melihat dia terlalu tertindas."
"Mm ... terserah kamu saja. Mama sebagai orang tua hanya bisa mengingatkan dan mendoakan. Semoga kamu tidak menyesal di kemudian hari, Tora."
"Tidak akan, Ma."
"Hm .... " Mamanya kembali melepas napas berat.
"Ya sudah, tunggu di sini. Biar mama ambilkan dulu baju-baju yang kamu inginkan."
"Aku ikut, mama."
"Ya."
Mereka beranjak menuju kamar tidur yang bernuansa serba pink. Kamar itu bersebelahan dengan kamar Tora saat dia tinggal di rumah ini. Tepatnya, saat sang adik kesayangan masih hidup. Namun, setelah kepergian sang adik kesayangan, Tora tidak tinggal di rumah ini lagi. Dia memilih tinggal di rumah lain. Ya itu, rumah yang dia tinggali bersama Nining saat ini.
Tidak ada yang berubah dari kamar tidur tersebut. Meski sudah tidak di tinggali selama beberapa tahun, tapi semua tetap sama. Kamar itu masih tertata rapi. Semua masih bersih seperti sebelum tinggalkan oleh pemiliknya.
Saat menginjakkan kaki ke kamar itu, Tora merasakan hawa kesedihan yang teramat sangat. Perlahan, buliran bening mengalir dari sudut matanya. Namun, dengan cepat dia seka air mata itu agar sang mama tidak melihat.
"Tora, sebaiknya kamu tunggu di luar saja. Mama tahu kamu masih tidak bisa menerima kenyataan pahit yang sudah menimpa keluarga kita selama beberapa tahun yang lalu."
"Ma ... kita sudah kehilangan dia dalam waktu yang cukup lama. Tapi kenapa aku masih tidak bisa menerima kenyataan pahit ini?"
"Itu karena kamu yang tidak ingin melepaskannya, Tora. Cobalah melihat ke depan. Jangan lihat ke belakang lagi. Kamu pasti bisa menerima kenyataan pahit ini. Oh ya, bukan hanya kenyataan pahit, tapi dendam juga bisa lepas dari hatimu."
"Selamanya. Dendam itu tidak akan pernah hilang, Ma. Karena dia kita kehilangan sosok yang paling berharga dalam keluarga. Mama jangan bicara soal dendam lagi. Karena apapun tentang dendam, tidak akan pernah bisa aku lepaskan. Selagi dia masih hidup, aku juga masih hidup. Maka dendam akan terus berlangsung."
"Aku tunggu mama di luar. Jangan lama-lama karena aku harus kembali ke rumah malam ini juga."
"Kamu gak nginap di rumah mama?"
"Tidak."
"Kenapa? Kamu takut Tami cemas memikirkan kamu, Tora?" tanya mamanya dengan nada menggoda.
"Mana mungkin dia akan cemas memikirkan keadaanku, Ma. Jangankan cemas, mikir saja mungkin dia tidak terlintas sama sekali."
Mamanya tersenyum mendengar ucapan yang penuh dengan nada kekecewaan itu. Sesungguhnya, seorang mama pasti tahu apa yang sedang anaknya rasakan. Meskipun anaknya itu tidak mengatakan apa yang sedang dia rasakan.
"Ya sudah. Mama akan siapkan baju yang kamu inginkan segera. Kamu bisa tunggu mama di luar. Mama gak akan lama."
Tora mendengarkan apa yang mamanya katakan. Dia menunggu selama hampir sepuluh menit di depan televisi ruang keluarga. Akhirnya, sang mama muncul dengan sebuah koper kecil di tangan.
Tora sedikit kaget dengan kedatangan sang mama yang menyeret koper kecil. Karena dia pikir, dia hanya ingin pinjam beberapa pasang saja. Tapi, sang mama malah memberikan koper yang sudah bisa di pastikan ada puluhan pasang baju di dalamnya.
"Ma ... kenapa banyak sekali?"
"Tidak banyak. Ini hanya sebagian kecil dari baju kesayangan Yura. Kita masih punya banyak bajunya. Berikan saja baju yang ada di dalam koper ini buat Tami."
"Tapi Ma .... "
"Tidak ada tapi-tapinya, Tora. Cepat pulang karena hari sudah semakin malam. Oh ya, jangan lupa berikan mama beberapa foto saat Tami menggenakan baju Yura. Mama juga ingin lihat semirip apa dia dengan Yura."
Tora tidak bisa membantah apa yang mamanya ucapkan. Dia hanya bisa mendengus pelan sambil menerima koper itu.
"Baiklah. Aku akan kirimkan fotonya nanti jika Tami sudah memakai baju yang mana pinjamkan ini."
"Berikan saja. Tidak perlu dipinjamkan."
"Mama .... "
"Tora. Ini amanah dari mama. Berikan, oke."
Sekali lagi, Tora tidak punya kekuatan untuk membantah. Dia hanya bisa mendengus lagi untuk menghilangkan rasa kesal akan keputusan sang mama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Erna Fadhilah
mamanya tora udah tau anaknya bikin salah kok malah cuma lihat aja ga di tegur siiih,,,, kan kasihan nining
2022-12-20
0
мєσωzα
berarti mamanya tau dong tora bersikap kurang ajar ke nining.. ko didiemin aja? 😟
2022-10-31
0
Ami💞4hy🥀
Tora sebenarnya dah menyimpan rasa, hanya saja egois yg lebih dominan.. buat Tami pergi Thor,biar Tora bisa merasakan dia membutuhkan Tami atau tidak
2022-06-25
4