"Ayo *******! Silahkan lakukan. Tapi ... jika kamu mampu melakukannya." Tora berucap sambil tersenyum menyeringai pada Nining yang ada di hadapannya.
"Ingat satu hal, perempuan jal*ng. Aku Tora, bukan laki-laki lemah yang kamu cintai itu. Aku tidak akan tinggal diam jika kamu memulai menabuh genderang perang denganku. Jika kamu mulai bertingkah, maka aku duluan yang akan menghentikan tingkah yang kamu buat."
"Ingat baik-baik! Keselamatan ayah dan ibumu ada di tangan kamu. Jika sedikit saja kamu bertingkah, maka akan banyak bahaya yang akan menghampiri orang tuamu yang ada di kampung saat ini."
Mendengar ucapan yang penuh dengan ancaman itu, Nining tidak punya rasa keberanian lagi. Meski hatinya sangat marah, tapi dia merasa tidak mampu untuk melakukan apapun.
"Biadab kamu, Tora! Jangan sesekali kamu berani menyentuh ayah dan ibuku. Jika tidak ...."
"Jika tidak apa, ha? Ingin ancam aku? Coba saja jika punya nyali. Keselamatan orang tua kamu, ada di tanganmu. Ingat itu baik-baik."
Nining tidak bicara lagi. Seketika, diam bak patung bernyawa akibat ancaman itu. Karena sejujurnya, dia tahu bagaimana sifat Tora yang sesungguhnya. Tora Suhendra, pemuda tampan yang tidak pernah main-main dengan apa yang dia ucapkan. Ancaman yang dia berikan seakan tidak ada toleransi sedikitpun lagi. Sekali dia ucapkan, maka akan mustahil untuk di rumah.
"Cepat bangun! Aku ingin kamu buat makanan untuk aku."
Nining tidak punya pilihan lagi. Dia terpaksa memaksakan diri untuk bangun. Walau sebenarnya, sekujur tubuh itu terasa begitu sakit, sangat sulit untuk dia gerakkan.
"Auh .... " Nining merintih kesakitan ketika dia baru saja ingin menginjakkan kaki untuk bangun.
Memar dan lecet akibat benturan keras itu terasa begitu nyilu. Sampai-sampai, dia kembali terduduk karena terlalu sakit.
"Jangan bersandiwara lagi. Sandiwara mu tidak akan berlaku di mataku. Aku tidak akan tertipu," ucap Tora dengan nada jengkel.
"He ... untuk apa aku bersandiwara? Aku tahu kamu tidak punya hati? Jadi .... "
"Diam! Jangan pernah menjawab apa yang aku katakan. Aku sangat benci perempuan yang suka membantah."
"Aku bukan patung yang tidak bisa bicara, Tora. Aku punya hati juga punya lisan. Aku tidak bisa diam saja jika .... "
Tora langsung mencengkram dagu Nining dengan keras. "Sekali lagi aku katakan, jangan bantah apa yang aku ucapkan. Jika kamu tidak ingin lisanmu itu aku potong agar kamu tidak bisa bicara lagi. Asal kamu tahu, kamu itu sebenarnya memang patung di mataku. Boneka tidak berguna yang berani menjerat aku. Jangan bantah aku jika kamu tidak ingin kehilangan semua orang yang kamu sayang. Paham?"
Nining diam. Dia tidak berani lagi berucap. Mungkin, pilihan terbaik di sini memang diam. Jadi patung bernyawa yang tidak bicara.
"Kamu paham tidak, ha?"
"Iya. Aku paham." Nining berucap kecil.
"Bagus. Sekarang, pergi masak karena aku sangat lapar. Ingat! Masak yang enak. Jika tidak, kamu tidak boleh makan sampai lusa."
Nining bangun dengan susah payah. Sekuat tenaga dia paksa kaki itu agar mampu berdiri. Lalu, dia seret kaki itu agar bisa berjalan menuju dapur.
Sambil berjalan, Nining menjatuhkan air matanya. Dia ingin merapi apa yang sedang menimpa dirinya saat ini. Tapi, dia sadar, merapi semua ini tidak akan mengubah keadaan.
"Di mana dapurnya? Ah ... akan sangat menyakitkan jika aku paksakan terus berjalan."
Nining memilih untuk langsung duduk di atas anak tangga terakhir yang dia lalui.
Namun, baru beberapa detik dia duduk di atas tangga tersebut, sebuah sentuhan mengangetkan dirinya. Sontak, tubuh mungil yang lemah itu langsung terperanjat dengan memasang ekspresi takut.
"Bi--bibi. Bibi ... Siah." Nining berucap dengan nada yang masih terdengar ketakutan.
"Nona ... istri Den Tora. Kenapa malah duduk di sini? Apa yang nona lakukan di sini sendirian? Mana den Tora nya?"
"Aku .... "
Belum sempat Nining menjawab. Suara Tora menggelegar dari lantai atas memanggil nama bi Siah. Bi Siah adalah perempuan paruh baya yang selama ini merawat rumah Tora.
"Bibi! Sini sebentar!"
"Den. Iya, baiklah."
Bi Siah berjalan cepat menaiki anak tangga untuk segera bertemu Tora. Bibi itu juga seperti sedikit ketakutan saat berhadapan dengan Tora.
"Ada ... ada apa Den Tora?"
"Aku hanya ingin mengingatkan bibi beberapa hal, supaya ke depannya, bibi tidak salah dalam bertingkah."
"Baik, Den Tora. Bibi akan dengar dan ingatkan baik-baik apa yang aden katakan pada bibi."
"Bibi lihat dia," ucap Tora sambil mengarahkan telunjuknya ke bawah, tempat di mana Nining berada.
"Iya, Den. Bibi lihat. Dia ... bukannya dia istri Den Tora sekarang?"
"Iya, dia memang istriku. Istri di luar saja, tidak di dalam rumah ini. Karena saat di dalam rumah ini, dia adalah asisten pribadi yang akan mengurus semua kebutuhan aku. Ingat! Semuanya."
"Apa ... apa maksud Den Tora? Bibi tidak mengerti Den. Maaf, bisakah Den Tora menjelaskan lebih rinci pada bibi."
"Bi Siah, dengar baik-baik. Dia bukan istriku di sini. Di rumah ini, dia akan jadi pembantu yang akan mengurus semua kebutuhanku. Bibi juga tidak perlu repot-repot mengerjakan semua pekerjaan yang selama ini bibi kerjakan. Karena mulai dari malam ini, semua pekerjaan, dia yang akan mengerjakan."
"Apa? Bagaimana ... bagaimana bisa begitu, Den Tora."
"Apa yang ingin bibi katakan? Kenapa tidak bisa begitu? Di sini, yang mengatur semuanya adalah aku. Semuanya bisa asal aku inginkan. Apa bibi mengerti?"
"Iy--iya, Den. Bibi mengerti. Hanya saja ... jika semua pekerjaan dia yang kerjakan, lalu bibi? Apakah bibi akan dipecat?"
"Tidak. Kenapa aku harus memecat bibi? Bukan bibi sudah bekerja belasan tahun dengan aku, dengan keluargaku? Bibi tenang saja, bibi tidak akan aku pecat."
"Lalu? Apa yang akan bibi lakukan di sini? Bibi sudah tidak punya pekerjaan. Karena semua pekerjaan bibi, sudah ada yang mengerjakan."
"Bibi tenang saja. Bibi punya tugas baru kok sekarang."
"Tugas baru? Apa tugas bibi sekarang, Den Tora?"
"Awasi dia dengan baik. Beri pelajaran jika dia tidak melakukan tugasnya dengan baik. Jika dia berani melawan, atau berani membantah apa yang bibi katakan, pukul saja dia sesuka hati bibi."
"Den .... "
Tora mengangkat tangannya untuk menahan ucapan bi Siah.
"Jangan bantah apa yang aku katakan, Bi. Bibi kenal aku sangat lama, bukan? Aku paling tidak suka di bantah. Lakukan saja apa yang aku katakan dengan baik."
"Oh ya, satu lagi. Jangan panggil dia nona atau panggilan yang bagus lainnya. Panggil dia dengan nama saja. Namanya Tami. Jika dia membantah, lapor padaku. Jika bibi tidak mau memberi pelajaran, maka biar aku yang melakukannya."
"Ba--baik, Den Tora. Bibi akan dengarkan apa yang Den Tora katakan."
"Baguslah. Sekarang, bibi bisa istirahat. Kembalilah ke kamar bibi."
"Oh ya, jika bibi tidak keberatan, antar kan dulu dia ke kamar pembantu yang ada di sebelah bibi. Aku lelah soalnya. Aku juga mau istirahat sekarang."
"Baik, Den Tora."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
мєσωzα
tora ngelakuin apa yg bastian lakuin ke chacha.. ntar akhirnya nyesel trus pelan" bucin hehe🤭
2022-10-31
0
Ami💞4hy🥀
skrg kamu siksa ntar dah dibelakang2 nyesel,trs bucin takut kehilangan baru tau rasa kamu Tora
2022-06-22
3