Tora merasa ini tidak benar, dia langsung berjalan menuju kamar mandi secepat yang dia bisa. Bagaimana tidak? Nining sudah berada di kamar mandi cukup lama. Sudah hampir dua jam di kamar mandi tersebut.
"Tami. Apa kamu ada di dalam?" Tora berucap sambil mengetuk pintu kamar mandi tersebut.
Tidak ada jawaban sama sekali. Hal itu membuat Tora semakin merasa cemas. Tidak bisa mengambil resiko besar karena pikiran buruk yang sedang dia pikirkan, Tora langsung mendobrak kamar mandi sekuat tenaga.
Beberapa kali doberakan, akhirnya pintu tersebut terbuka juga. Tora kaget ketika melihat Nining yang berada di bawah shower dengan curahan air yang cukup tinggi.
Dengan sigap, Tora menutup shower agar tidak mengeluarkan air lagi. Lalu, dia segera menghampiri tubuh Nining yang sudah menggigil karena kedinginan akibat terlalu lama tersiram air.
"Apa kamu sudah gila! Kenapa mandi begitu lama, ha?"
"Kenapa kamu ke sini? Apa belum puas menyakiti aku? Merusak hidupku, dan merenggut barang berharga yang aku miliki. Apa kamu masih merasa tidak puas, Tora!"
"Jangan banyak bicara, Tami. Aku tidak suka orang yang terlalu bodoh. Ayo! Aku bawa kamu ke kamar."
"Tidak. Aku tidak ingin pergi ke manapun. Aku ingin tetap berada di sini."
"Tami, jangan kikis kesabaran yang aku punya.
Ayo keluar dari sini! Tubuhmu sepertinya sudah sangat dingin sekarang." Tora berucap sambil ingin menyentuh Nining.
"Tidak!" Nining langsung menepis tangan Tora dengan cepat. "Jangan sentuh aku. Aku tidak sudi kamu sentuh lagi. Pergi keluar! Aku tidak ingin melihat wajah kamu sekarang, nanti, besok, dan seterusnya. Pergi!"
Tora menarik napas panjang. Lalu membuang napas itu secara kasar.
"Jangan keras kepala, Tami. Jika kamu tetap berada di sini. Maka kamu bisa sakit. Jika kamu sakit, maka yang kamu susahkan itu adalah aku. Tolong jangan menyusahkan aku lagi."
"Aku tidak akan menyusahkan kamu, Tora. Karena aku sedikitpun tidak sudi jika diri ini menyusahkan kamu. Pergi! Aku tidak ingin melihat kamu lagi."
Kesal. Itulah yang Tora rasakan saat ini. Tapi, dia tidak ingin meluapkan rasa kesal yang dia miliki. Dia berusaha sekuat tenaga untuk menahan rasa kesal itu.
Setelah beberapa detik diam, Tora langsung membungkukkan tubuhnya. Dia lalu menggendong Nining sekuat tenaga tanpa menghiraukan gerakan meronta yang Nining lakukan.
"Lepaskan aku, Tora! Lepaskan. Jangan sentuh aku. Aku tidak sudi."
"Diam! Jangan musnahkan kesabaran yang aku punya. Kesabaran yang aku miliki tidak banyak. Jadi, jangan musnahkan."
Tora bicara dengan nada yang penuh dengan penekanan. Tapi, Nining tidak menghiraukan semua itu. Dia terus berusaha melawan, walau tidak mendapatkan hasil apapun dari perlawanan itu.
Tora meletakkan tubuh Nining yang masih berbalut selimut basah ke atas ranjang. Kali ini, dia tidak menggunakan kekerasan. Dia mampu meredam emosi untuk menghadapi Nining yang sedang menggila.
"Ganti bajumu, lalu makan obat yang sudah aku sediakan. Kau seharusnya tidak melakukan hal bodoh lagi nanti. Karena aku, adalah suamimu. Jangan lupa hal itu."
Nining tidak menjawab. Dia hanya menggenggam erat tangannya. Nining merasa begitu jijik saat mendengar Tora menyebutkan kata suami saat bicara dengannya. Jika bisa, mungkin dia sudah memukul Tora sampai laki-laki itu tidak punya muka lagi nantinya.
"Jangan membantah apa yang aku katakan. Lakukan semua perintahku jika tidak ingin orang tuamu dalam bahaya."
"Biadab! Jangan pernah kamu sentuh orang tuaku sedikitpun. Jika kamu tidak puas dengan aku, maka lampiaskan ketidakpuasan kamu itu hanya padaku. Jangan libatkan orang tuaku."
"Terserah aku. Apa yang bisa kamu lakukan untuk melawanku? Kamu saja tidak bisa aku andalkan. Jika tidak mendengarkan ucapan ku, maka aku akan cari cara lain yang lebih baik buat tundukkan kamu. Itu namanya pintar, Tami."
"Pintar? Itu namanya lemah. Tidak punya mental untuk bertanding satu lawan satu, Tora."
"Terserah apa yang ingin kamu pikirkan tentang aku. Yang jelas, aku lebih berkuasa dari padaku."
Selesai berucap, Tora langsung meninggalkan kamar Nining. Sementara Nining, dia menahan geram dengan menggenggam erat tangannya.
____
Satu minggu berlalu, bi Siah masih juga belum kembali. Sementara itu, Nining sudah bisa menerima kenyataan walau tidak pernah bicara atau tersenyum sedikitpun sejak kejadian itu. Sedangkan Tora, dia juga sibuk dengan urusan pekerjaannya.
Pagi ini, Nining duduk di kursi yang ada di teras rumah setelah kepergian Tora. Dia menyibukkan diri dengan memperhatikan majalah remaja yang kemarin dia beli di pasar.
Namun, kegiatan itu tiba-tiba terhenti ketika dia di sapa oleh seseorang yang sudah tidak asing lagi baginya. Dia adalah Ina. Meski baru pertama kali bertemu waktu itu, Nining sudah cukup hafal dengan wajahnya.
"Selamat pagi, mbak Tami. Apa Tora nya ada di rumah?"
Ina bertanya hanya sekedar basa-basi saja. Karena sebenarnya, dia sudah tahu kalau Tora memang sedang tidak ada di rumah. Maksud dari kedatangan Ina pagi ini, memang ingin bertemu dan bicara dengan Nining.
"Tora tidak ada. Dia sudah pergi sejak tadi."
"Oh, sayang sekali kalau gitu, mbak. Sebenarnya, ada yang sangat penting yang ingin saya bicarakan dengan Tora. Tapi ... ah, ya sudahlah. Nanti saja."
Nining tidak menjawab. Dia sekarang memang agak sedikit irit bicara. Tidak akan bicara jika itu tidak penting menurutnya.
Nining kembali menyibukkan dirinya dengan melihat majalah yang ada di tangan. Mengabaikan Ina yang masih belum beranjak sedikitpun dari tempat sebelumnya.
Ina merasa kesal karena diabaikan oleh Nining. Dengan perasaan geram, dia tatap Nining yang ada di hadapannya saat ini. Tapi, sekuat tenaga dia coba menahan apa yang sedang dia rasakan. Berusaha tersenyum, walau itu hanya sebuah kepura-puraan saja.
"Mm ... mbak. Bisa aku duduk di sini sebentar? Aku kelelahan sekarang."
"Duduk saja jika kami ingin. Aku gak keberatan."
"Oh ya, sepertinya, umur kita tak jauh berbeda. Bahkan, kayaknya aku lebih muda dari kamu. Sebaiknya, panggil aku dengan nama saja. Tidak perlu panggil aku dengan sebutan mbak. Terlalu berlebihan," ucap Nining sambil menutup majalahnya.
"Ah, bukan gitu maksud aku, mbak. Bukan masalah umur kita lebih tua atau lebih muda. Panggilan mbak hanya sebatas panggilan menghormati saja. Aku merasa kamu pantas aku hormati. Karena kamu istri Tora, iya kan?"
Mendengar kata-kata itu, Nining tersentak kaget. Dia sampai membulatkan matanya untuk melihat kenyataan kalau perempuan yang ada dihadapannya saat ini bicara benar tentang dirinya.
"Dari mana kamu tahu kalau aku istri Tora? Bukankah kemarin Tora bilang kalau aku ini pembantunya?"
"Itu ... tentu saja aku tahu, mbak. Aku bukan orang bodoh yang tidak bisa mengamati keadaan sekitar. Mana ada pembantu begitu berani dengan majikan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
мєσωzα
ku jadi pingin nining pergi ninggalin tora... please ning, pergi dulu ajaaa.. biar tora nyesel & perjuangin kamu.. kasian kamu ih disakitin terus 🥺😭
2022-10-31
0
sella surya amanda
lanjut kak
2022-07-04
0