“Lo samperin gih Se, tanyain siapa namanya,” kata Gil sambil memutar-mutar pulpen di tangannya.
Mereka berempat masih berada di dalam kelas, meskipun semua teman-teman mereka sudah pulang sejak tadi.
“Ihh lo aja sana. Gue di sini aja nemenin sultan bikin strategi,” ujar Sean menghindar. Meskipun ia selalu ikut-ikutan bila sahabat-sahabatnya menggoda gadis-gadis, tapi sebenarnya Sean adalah yang paling pemalu jika harus berhadapan satu lawan satu. Ia akan memilih berhadapan dengan pria daripada dengan wanita.
“Lo aja sana, lo kan udah ahli kalau masalah beginian,” timpal Sky pada Gil.
“Sini gue temenin,” kata Daniel tiba-tiba menawarkan diri. Tak biasa memang bagi seorang Daniel untuk menawarkan diri membantu sahabatnya untuk mencari tahu nama ataupun informasi lain tentang seorang gadis yang akan menjadi target mereka. Namun ntah mengapa kali ini ia merasa ingin mengenal gadis itu.
Daniel, seorang pemuda kaya, tampan, berkacamata. Dengan sikapnya yang hampir menyerupai kulkas dan nilai akademis yang luar biasa, membuatnya terlihat sempurna di mata para gadis. Perfect! Itulah yang dikatakan orang-orang.
Ketiga sahabatnya, Sky, Gil, dan Sean langsung menoleh ke arah Daniel karena merupakan hal yang luar biasa bagi mereka mendengar Daniel berbicara seperti itu.
“Lo yakin, nil? Tumben,” tanya Gil heran.
“Buruan mau nggak? Kalau nggak mau ya lo aja sendiri sana,” kata Dion sambil memainkan pulpen di tangannya.
“Ayolah,” Gil berdiri dari duduknya dan melangkah keluar bersama Daniel. Mereka langsung menuju ruang kelas 2-1 di mana Ivy berada.
“Anak baru ya?” Ivy menundukkan kepala untuk menyembunyikan wajahnya.
“Gue tanya lo anak baru?” sekali lagi Gil bertanya.
“Iya, Kak,” jawab Ivy pelan. Sebenarnya Ivy tidak pernah takut dengan bully karena ia tak pernah peduli tentang apa yang dikatakan orang lain tentang dirinya. Hanya saja kali ini ia merasa kaget karena kedatangan Gil dan Daniel yang tiba-tiba.
Ivy pun menghela nafasnya pelan dan mengumpulkan keberaniannya. Ia menegakkan kepalanya, menatap Gil dan Daniel yang ada di hadapannya dengan penuh percaya diri. Terulas sebuah senyuman di wajah Daniel saat melihat Ivy.
“Permisi, Kak. Saya mau pulang,” kata Ivy sambil menggeser tubuh Gil, membuat Gil membulatkan matanya karena baru kali ini ada gadis yang tak mempedulikannya.
“Eit … eit, tunggu dulu!” Gil menghalangi pintu keluar dengan kedua tangannya.
Gil menyodorkan tangannya, “kenalan dulu donk.”
“Oohh kenalan, bilang donk dari tadi. Ivy,” katanya sambil membalas jabatan tangan Gil.
“Gue Gil, ini …”
“Daniel,” Daniel juga menyodorkan tangannya pada Ivy.
“Ivy,” kata Ivy kemudian pandangannya kembali pada Gil.
“Boleh pulang sekarang kan kak?” tanya Ivy.
Gil yang tersadar akhirnya mempersilakan Ivy untuk melewatinya. Biasanya para gadis pasti ingin berlama-lama bersamanya, apalagi ini Gil yang pertama kali mengambil langkah berkenalan.
Keduanya menatap kepergian Ivy dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
**
“Berhasil nggak?” tanya Sean.
“Ya berhasil lha, gue gitu loh. G I L,” sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.
“G I L A, gila!” teriak Sean yang langsung mendapat keplakan dari Gil yang mencebik kesal.
Daniel duduk kembali ke kursinya. Ia membereskan beberapa buku-buku di atas mejanya. Jam pulang sekolah sudah selesai, ia akan segera pulang. Ia dan sahabat-sahabatnya harus melakukan persiapan untuk ujian kelulusan.
“Ivy … namanya Ivy,” kata Gil.
“Cantik?” tanya Sean.
“Cantik lha, mana dari deket lebih bening lagi. Gue ampe bingung tadi mau ngomong apa sama dia, keburu dia udah minta pulang aja,” Gil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Seketika tawa ketiga sahabatnya pecah.
“Bisa dijadiin target?” tanya Sky.
“Nah itu! Gue nggak yakin. Rasanya dia beda dari yang lain,” kata Gil.
“Maksud lo?” tanya Sky.
“Dia nggak kayak cewe kegatelan yang seneng kalau dideketin. Baru diajak kenalan aja udah buru-buru minta pulang,” jelas Gil.
“Awalnya aja kali. Nanti-nantinya bakalan sama kayak yang lain. Cewe mah semua sama aja,” kata Sky.
Daniel yang mendengarnya hanya diam. Ia memang jarang ikut-ikutan kalau urusan seperti ini.
“Se, lo urus Bella ya!” kata Sky.
“Bella? Halahhh kok jadi gue yang kebagian getahnya?” gerutu Sean.
“Yaelah lo tinggal deketin bentar, habis itu lo hempas, hempas, hempasss!!” kata Gil.
Sean menempelkan wajahnya ke atas meja.
Ahhh kalau kayak gini emang enakan jadi Daniel. Silentttt. - batin Sean kesal.
**
Ivy sudah mengeluarkan dan merapikan semua barang-barang kiriman teman Dad Arthur dari Singapore. Semuanya sudah tertata rapi. Ivy juga sudah memasak sup tomyum kesukaan Dad Arthur.
Ivy kini berada di depan televisi. Seperti biasa ia akan menonton drama korea kesukaannya, sambil menunggu Dad Arthur pulang dari kantor. Beginilalah rutinitas Ivy setiap hari. Semua tak membuatnya bosan, malah membuatnya bahagia.
Ia bahagia karena setiap hari ia masih bisa menunggu Dad Arthur pulang dari kantor, menunggu seseorang yang sangat ia sayangi. Kalau saja Mom Keiko masih hidup, kini ia pasti bisa merebahkan kepalanya di pangkuan Mom Keiko. Ia bisa merakan usapan tangan Mommynya itu di kepalanya, merasakan pelukan hangatnya, dan menunggu kepulangan Dad Arthur bersama-sama.
Tiba-tiba saja air mata Ivy mengalir ketika ia teringat akan Mom Keiko. Memang saat itu ia masih kecil, tapi pelukan dan kasih sayangnya tak akan pernah Ivy lupakan.
Ting nong …
Bel pintu berbunyi. Seperti biasa Ivy akan langsung melimpat dari sofa meskipun drama korea yang ia tonton sedang seru-serunya.
Kepulangan Dad Arthur lebih menyenangkan untuknya dibandingkan dengan drama korea. Ivy membuka pintu dan melihat tubuh Dad Arthur yang basah.
“Loh Dad nggak bawa payung?” tanya Ivy.
“Iya, Dad lupa. Kemarin Dad tukar tas, jadi lupa masukin payung.”
Ivy langsung masuk dan mengambilkan handuk untuk Dad Arthur. Setelah memberikan handuk untuk Dad Arthur, ia langsung pergi ke dapur untuk membuatkan secangkir teh hangat dan meletakkannya di meja ruang tamu.
“Wah rumahnya sudah rapi sekali,” Dad Arthur memandang ke sekeliling.
“Iya tadi Ivy langsung pulang setelah sekolah selesai. Habis itu langsung beberesan. Kiriman juga sudah selesai, ini yang terakhir,” kata Ivy.
Dad Arthur mengusap kepala Ivy dan tersenyum pada putri semata wayangnya. Ia menyeruput teh yang telah disiapkan oleh Ivy.
“Dad mau mandi sekarang? Ivy sudah siapkan air hangatnya,” kata Ivy.
“Iya. Setelah itu kita makan sama-sama ya,” kata Dad Arthur.
“Iya, Dad. Ivy panaskan sup-nya dulu ya.”
Hari itu diakhiri dengan canda tawa di meja makan antara Daddy dengan putrinya. Mereka saling bertukar cerita mengenai apa yang mereka alami hari ini. Selain itu mereka juga membahas masa depan yang akan indah jika mereka terus bersama dan saling menjaga satu sama lain.
🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Rit Chyaramyka
bagus thor
2024-01-02
1
manti
karyamu bagus Thor..semangat sllu ya
2023-11-07
1
🍁𝐘𝐖❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ
👍🌹❤️🤗😘
2022-06-22
1