Cari Angin

Langit suram oleh cahaya bulan yang tidak terlalu terang, angin semilir berhembus ringan ke dalam rumah. Pintu depan terbuka, Tyas duduk di ruang tamu dengan gelisah. Sesekali matanya menatap ke pagar, mengharap seseorang yang ditunggunya segera datang.

Tyas sudah memberikan alamat, lengkap dengan penanda agar Wisnu tidak tersesat. Seharusnya memang tidak karena rumah orang tua Tyas mudah dikenali. Dari jalan utama masuk desa, rumah yang ditempatinya adalah rumah besar pertama setelah masjid.

Setelah sekian menit menunggu, Tyas keluar ruang tamu untuk menyambut kedatangan Wisnu, dengan gembira. Wisnu memilih untuk duduk di teras saja daripada masuk ke ruang tamu. Alasannya udara lebih segar dan dingin di luar rumah.

Tyas tidak keberatan, mereka ngobrol di teras dengan cahaya lampu neon sembari menikmati sinar bulan yang yang semakin redup karena tertutup awan hitam. Sedikit mendung, dan udara semakin dingin.

Udara berhembus kencang sebagai penanda akan hujan, membawa aroma bunga kantil dari pinggir kolam. Wisnu menoleh ke arah dimana matanya menangkap kelebatan bayangan hitam, dekat kolam, dan menghilang di batas rumah Tyas dan tetangganya.

"Mas nggak nyasar?" tanya Tyas penuh perhatian. Matanya mengikuti kemana Wisnu memandang. "Lihat apa sih?"

Wisnu tersentak dengan degup yang hampir meledak di dadanya. Tyas benar-benar membuatnya kaget. "Hampir nyasar tadi, untung ada anak pulang ngaji yang ngasih tau jalan ke sini, kamu nunggu lama ya?"

"Iya lumayan lama, aku khawatir kalau kamu nggak sampai sini aja, tadi lewat jalan pinggir sungai apa lewat desa sebelah?" Tyas ikut melirik ke arah Wisnu memperhatikan sesuatu yang tidak dilihatnya.

"Lewat pinggir sungai, jalan yang paling dekat. Males mau muter," jawab Wisnu berusaha santai.

"Mas, kamu nggak jawab pertanyaanku! Kamu lihat apa di sana?"

"Nggak tau juga, cuma bayangan hitam. Mungkin salah lihat, soalnya sekarang udah nggak ada!" Sikap Wisnu biasa saja. Dia tau Tyas anak seorang paranormal, dan bukan hal aneh jika ada sesuatu yang berkelebat di rumahnya.

"Oh di dekat pohon kantil ya? Kemarin aku juga lihat, kata bapak suruh cuekin, itu penunggu udah lama tinggal di sana, nggak bakal berani ganggu kita!"

Wisnu mengangguk mengerti, "Ada warung mie ayam rame banget di dekat jalan pinggir sungai, kayaknya enak dari baunya pas tadi lewat. Kamu udah makan belum?" Wisnu menyentuh punggung tangan Tyas dan mengusapnya sekilas.

"Belum, nggak doyan makan seharian." Tyas menghembuskan nafas panjang sebelum melanjutkan, "Ada tragedi kecil pagi tadi, bikin aku nggak mood ngapa-ngapain, jangankan makan, keluar kamar aja nggak!"

"Em kamu belum cerita soal itu loh sama aku, ada apa emangnya? Soal rumah ini juga?" Wisnu meremang merasakan hawa tidak enak di sekitarnya, tapi dia berusaha mengabaikan. Rumah paranormal identik dengan hal yang tidak masuk logika, dia juga sudah mengenal keluarga Tyas dari setahun yang lalu. Tidak ada alasan untuk takut dengan keadaan rumah pacarnya.

"Iya, selain masalah rumah, juga ada soal lain," jawab Tyas muram. Ingatannya langsung pada kejadian di depan warung tetangganya tadi pagi.

"Mau coba makan mie ayam pinggir sungai buat cerita? Mungkin kamu butuh keluar cari angin segar buat memperbaiki mood," kata Wisnu menawarkan. Tangannya kembali mengusap jemari kekasihnya yang sedang gundah. "Kamu keliatan tertekan banget!"

Tyas tertegun, bukan karena kalimat Wisnu. Tapi karena Bambang melintas di depan rumahnya dengan tatapan mengancam. Kepalanya sedikit miring untuk menentukan arah pandangan matanya agar tepat ke arah Tyas. Bola mata yang selalu bergerak liar tak terkendali membuat kepala Bambang bergerak aneh saat menatap obyek yang harus diperhatikan. Tyas bergidik ngeri merasakan tatapan dari mata juling Bambang.

"Tyas, kamu mau makan mie nggak?" Wisnu menepuk punggung tangan kekasihnya yang tercengang seperti melihat hantu. "Lihat apa kamu itu?"

Tyas mengerjap beberapa kali, mengamati wajah Wisnu lalu menjawab cepat. "Aku pamit dulu sama bapak, iya aku mau makan mie ayamnya, aku lapar sekali! Tunggu sebentar ya, Mas!"

Wisnu tersenyum mengiyakan. "Pake jaket, Sayang! Anginnya dingin."

Tyas langsung melesat ke dalam rumah, menghindari bayangan Bambang yang siap melintas lagi di depan pagar. Dia ke kamar untuk mengambil sweater tipis, lalu pamit dengan terburu-buru pada kedua orang tuanya.

"Tyas makan di luar sebentar sama Mas Wisnu ya, Pak! Bu!"

"Hm," jawab Mbah Priyo sama sekali tidak keberatan. Adzan isya baru berkumandang di masjid dekat rumah, artinya hari masih sore. "Jangan pulang terlalu malam!"

"Iya, Pak! Cuma makan mie ayam sambil cari angin. Kata Mas Wisnu warungnya rame, kalau enak nanti Tyas bungkusin buat bapak sama ibu."

"Buat bapakmu aja, ibu lagi nggak pingin makan mie ayam. Hati-hati, ya, Nduk!" Bu Sulastri menambahkan pesan pada putrinya. "Jangan lama-lama, kayaknya mau hujan!"

"Iya, Bu!" Tyas mencium tangan kedua orangtuanya, lalu keluar rumah bersama Wisnu yang sudah menunggu di atas motor.

"Ayo cepet berangkat sekarang, Mas!" ajak Tyas tergesa. Dia tidak mau melihat Bambang lagi.

Wisnu menyalakan motor setelah Tyas memeluknya erat, merapatkan seluruh tubuh dan menyembunyikan kepala di punggung Wisnu yang penuh tanda tanya. Seperti anak kecil yang ketakutan dan butuh diselamatkan.

"Ada apa sebenarnya?" tanya Wisnu sesaat setelah mereka menjauh dari kediaman orang tua Tyas. Melaju pelan meninggalkan jalan desa.

"Mas lihat orang yang mondar-mandir depan rumah tadi nggak sih? Yang pake kaos hitam, celana pendek. Yang jalannya asal-asalan kayak orang stress?"

"Yang mana? Ada beberapa orang yang lewat depan rumah kamu, nggak ada yang mencurigakan seperti yang kamu bilang kok!" jawab Wisnu tenang. Dia tidak ingin semakin menakuti kekasihnya yang terdengar panik.

Tyas menoleh konyol ke arah belakang motor, memastikan kalau Bambang tidak cukup gila mengikuti mereka dengan berlari. "Orang laki yang tiap lewat selalu lihat kita, yang tadi berhenti sebentar dekat di bawah penerangan jalan dekat pagar! Mas lihat, kan?"

“Yang matanya juling?” tanya Wisnu memastikan apa yang dimaksud Tyas.

“Iya, aku takut banget sama orang itu. Seharian dia berkeliaran di dekat rumah, kalau liat aku kayak gimana gitu, kayak mau nerkam!” Tyas mengeratkan pelukan, resah yang tidak bisa dijelaskan bergelayut di dalam hatinya. "Mana tetanggaan lagi, pas di perbatasan sebelah kiri itu rumahnya. Gimana aku nggak khawatir coba?"

Wisnu menarik tangan kekasihnya agar melingkar pada tubuhnya lebih rapat, membelai sayang pada jari yang tertaut di depan perutnya. "Nanti aku coba bicarain sama bapak rencana kita, kalau kita segera nikah kamu akan aman karena ada aku, dan juga nggak harus tinggal di sana. Kita bisa tinggal di rumahku atau cari alternatif lain."

"Sebenarnya aku sudah minta untuk kost, tapi nggak dikasih izin sama bapak!" keluh Tyas memelas.

"Sabar ya, Sayang! Jangan terlalu dipikirkan, nanti kamu semakin nggak kerasan di rumah! Aku akan membantu bicara sama bapak ibu, aku janji!"

"Bapak ibu itu maklum karena orang itu kurang normal, Mas! Orang gila mana bisa disalahkan kalaupun dia berbuat jahat!"

Tyas menghembuskan nafas panjang, hatinya sangat kalut. Entah kenapa ada perasaan sangat tidak nyaman hadir, seperti ada sesuatu tidak baik yang sedang mengancam dirinya.

***

Terpopuler

Comments

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

ku malah gk yakin om bambang stress

2023-04-20

1

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

😋😋 jdi pngn mie ayam kannn

2023-04-20

1

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

penasaran nasib wisnu

2022-10-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!