Rumah Pilihan Paranormal

Cerita empat puluh tahun lalu itu disimpan Dinara. Kisah paling kelam dalam sejarah keluarga yang hanya diketahui oleh beberapa orang saja. Dinara memang membunuh pakdenya dengan tangannya sendiri, dengan caranya. Juga meruntuhkan kejayaan sang paranormal yang sedang dalam masa puncak kejayaan.

Namun, di tempat Pak Karman tinggal dulu, tidak ada yang tau pasti kenapa dukun sakti itu tiba-tiba sakit dan meregang nyawa. Meninggalkan warisan berupa kerajaan siluman di area rumahnya. Warisan yang sedang menunggu orang sakti lain yang bisa melanjutkan perjanjian atau setidaknya bisa dijadikan sebagai majikan.

Hari ini, keturunan Dinara ingin melihat kebenaran cerita neneknya itu. Hanya melihat, tidak lebih. Bagaimanapun mereka tidak berhak mencampuri takdir yang sudah berjalan. Perjanjian gaib yang mungkin tidak mudah diputuskan.

Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit dan bertanya dua kali di warung pinggir jalan, Mika mengemudikan mobil memasuki desa yang disebutkan Oma Dinara.

Jalan desa dan sungai yang diceritakan Oma di masa mudanya sudah mengalami banyak perubahan. Jalan tanah dan sungai kecil sudah berganti dengan aspal halus dan sungai yang lebih lebar, terlihat indah dengan deretan pagar buatan warga setempat. Belum lagi area persawahan yang sudah berubah jadi perumahan modern.

Wajar saja, situasi yang diceritakan oma sudah berlalu empat puluh tahun.

Mika memperlambat mobil di jalan utama menuju rumah Pakde Karman, mengamati rumah-rumah penduduk terlebih dahulu untuk menemukan mushola sebagai patokan.

"Bukankah seharusnya ada mushola?" tanya Mika mengingatkan.

"Mungkin sekarang sudah jadi Masjid ini, menepi … aku akan bertanya sebentar!" Pandji turun dari mobil, menghampiri sosok bapak tua yang baru keluar dari tempat ibadah.

Dari dalam mobil, Mika dan tiga temannya memperhatikan Pandji yang mengangguk dan mengucapkan terima kasih sesaat setelah bapak yang ditanya menunjuk ke satu arah.

Pandji kembali ke dalam mobil dan memperhatikan jalan. "Nanti berhenti di depan, Mika! Rumah pagar hitam, sekitar tiga puluh meter dari sini."

Mika melaju lamban dan berhenti tepat di depan rumah yang dimaksud Pandji. Rumah besar dengan halaman luas di balik pagar besi berkarat. Rumah yang dulunya mungkin dimiliki oleh orang kaya. Terlihat dari bangunannya yang masih megah meskipun tampak lawas dan kusam.

Cat mengelupas di beberapa bagian dan ada atap yang hampir ambruk. Banyak semak liar di sekitar halaman, juga lumut kering yang memenuhi kolam ikan besar di samping kiri rumah, kolam dengan patung buaya di bagian tengahnya.

Daun kering berserakan di teras dan menyebar luas ke pagar yang dililit beberapa tanaman merambat. Dalam satu kali lihat, orang pasti langsung menilai bahwa rumah itu angker dan sudah tidak dihuni manusia sejak lama.

"Jadi ini dulu rumahnya Pakde Karman?" tanya Mika khawatir sekaligus kagum.

"Hm, aku rasa iya. Semua ciri persis dengan yang disebutkan oma, terutama kolam dengan patung buaya!" Pandji turun dari mobil dan menatap ke arah rumah. Semilir angin dingin menerpa wajahnya, menyibak rambut yang jatuh di dahi.

"Pandji …!" panggil Mika dari balik kemudi. Tanpa mematikan mesin mobil, Mika turun menyusul Pandji yang masih berdiri anteng di depan pagar hitam berkarat.

"Bahkan setelah kejayaannya runtuh, aura hitam tetap menyelubungi rumah ini. Tidak mungkin ada orang yang mampu bertahan tinggal di rumah dengan tingkat wingit seperti ini," kata Pandji dengan suara pelan.

"Kita pergi sekarang? Ada sesuatu yang hidup di dalam … sesuatu yang membuatku tidak nyaman," ujar Mika tak kalah lirih.

"Makhluk sisa-sisa kerajaan siluman dulu," sahut Pandji tak acuh.

"Siluman buaya?" tebak Mika.

"Hm iya … dan juga siluman jenis lainnya."

"Aku mencium bau pusaka, Pandji!" Mika menatap Pandji sekilas, lalu meneruskan matanya ke arah rumah tua yang hilang pamornya sejak ditinggal mati pemiliknya.

"Kita tidak sedang berburu pusaka, Mika! Kita hanya jalan-jalan ke sini, tidak seharusnya kita ikut campur urusan yang sudah selesai puluhan tahun lalu. Ayo ke lokasi wisata selanjutnya saja, bisa masuk angin berdiri lama-lama di sini!"

"Rumah yang menarik! Saudaramu ini dulunya pasti bukan orang sembarangan! Banyak hal tidak baik di dalam sana." Mika menerangkan pandangan batinnya. "Apa dulunya pemilik rumah ini memelihara perewangan untuk pesugihan?"

"Bukan … ini rumah paranormal kondang. Bukan pesugihan tapi sejenis ngelmu untuk sebuah kejayaan." Pandji menghembuskan nafas berat.

"Sayang sekali, kenapa tidak dijual murah saja ya? Lumayan buat investasi masa depan setelah semua aura jahat dibersihkan!"

Pandji tertawa kering, "Siapa juga yang mau tinggal di sana? Seluruh lahannya sudah dirajah, ada darah yang tidak bisa diangkat dari dalam tanah. Meskipun sudah dibersihkan, tetap akan meninggalkan hawa tidak enak untuk ditinggali manusia biasa!"

Baru saja Pandji menutup mulut, ada tiga pria dan dua wanita mendekati rumah.

"Mas sama Mbak ngapain disini?" tanya perempuan paruh baya sembari membuka gembok besar berwarna hitam.

"Cuma lihat-lihat," jawab Mika tersenyum canggung.

"Mau cari tempat buat pacaran ya?"

"Astaga, cuma penasaran sama rumah yang katanya angker, Bu! Nggak ada tujuan lain." Mika membela diri.

"Permisi, dilarang memotret, mengambil video apalagi membuat konten yang berhubungan dengan rumah ini ya, Mas!" kata salah satu pria sambil mengamati kamera yang tergantung di leher Pandji, lalu membantu si ibu menggeser pagar besar dengan bunyi derit yang menyakiti telinga.

"Dilarang uji nyali di tempat ini juga! Berbahaya buat anak ingusan seperti kalian!"

Pagar kembali ditutup dari dalam setelah semua orang yang membawa alat bersih-bersih masuk ke area halaman.

Mika memperhatikan dengan seksama selama beberapa saat sebelum berbicara lirih. "Sepertinya rumahnya akan dirapikan, mungkin baru saja laku. Jangan - jangan ada yang mau nempatin?!"

"Itu bukan urusan kita, ayo berangkat sekarang, Jatim Park sudah menunggu!" Pandji menarik Mika menuju mobil agar bisa segera meninggalkan tempat itu.

***

"Nar, temani resik-resik di kolam yuk!"

Merasa namanya disebut, Narto menggeleng singkat sebagai penolakan. "Nanti saja kita kerjakan belakangan, rame-rame! Sekarang bantu yang lain bersihkan yang ada di dalam rumah saja!"

"Yowes ayo, aku yo nggak berani kalau harus masuk ke kolam sendirian!" Lukman mengusap tengkuk dan kulit lengannya yang mendadak meremang, lalu berjalan memasuki rumah besar dengan langkah lebar.

"Siang-siang tapi kok hawane aneh ya, Luk? Tak ceritani kamu, aku itu selalu cari jalan lain kalau ada kepentingan lewat sini pas malam hari." Narto terkekeh malu karena merasa bukan orang yang cukup memiliki keberanian.

Lukman menimpali sembari berjalan dari satu ruang ke ruang lain di dalam rumah. Membuka semua pintu dan jendela lalu mulai membantu menyapu. "Nanti kalau sudah ditempati, angkernya pasti menghilang!"

BRAK!!!

Narto berjingkat dan berjalan cepat mendekati Lukman. "Bunyi apa itu tadi, Luk?"

"Mungkin jendela tertutup kena angin." Lukman menyembunyikan rasa takutnya.

Suara desau angin menghampiri wajah Narto, menamparnya lembut seperti belaian tangan tak terlihat. Narto menelan ludah dalam kengerian. "Aku bantu Lek Min aja, Luk!"

"Walah …." Lukman tidak bisa mencegah kepergian Narto yang meninggalkannya dengan setengah berlari.

Dengan berat hati, Lukman memeriksa jendela yang masih terbuka penuh. Merasakan udara semilir masuk membawa harum bunga kantil kuning yang berada tak jauh dari area kolam.

Meski tak paham dengan semua kebenaran rumor yang beredar di seluruh desa, tapi Lukman tidak memungkiri keberadaan makhluk halus di rumah itu ada banyak.

Lukman belum lahir saat rumah itu dulunya menjadi tolak ukur orang kaya di desa. Dia hanya mendapat cerita dari ibunya yang sudah meninggal, kalau Pak Karman, si pemilik rumah adalah orang sakti. Orang yang bisa menjungkirbalikkan kehidupan orang lain dalam satu kedipan mata.

"Luk-man …." Satu bisikan halus dan sangat samar menghampiri pendengaran pemuda yang langsung memasang wajah tegang. Suara yang diterbangkan angin dan merasuk ke dalam kepalanya dengan cara mistis itu membuat seluruh darahnya seperti membeku.

Detik berikutnya, Lukman berlari meninggalkan ruangan yang akan dibersihkannya secepat yang dia bisa, menyusul Narto dan berniat membantu pekerjaan Lek Min terlebih dahulu.

***

Terpopuler

Comments

indah aca

indah aca

kok sudah mhe-dhe-nhi

2024-01-30

1

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

serem yg ini ternyata

2023-04-19

2

Khini Atuhimmi

Khini Atuhimmi

ketemu mas al lagi,,pasti the best

2022-11-04

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!