Pemuda Tidak Normal

Di kamar, Tyas duduk di atas tempat tidur sembari melamun memeluk lutut. Hatinya masih tidak mau menerima diperlakukan kurang ajar oleh Bambang. Meskipun otaknya dipaksa mencerna kondisi Bambang yang sedikit kurang waras, tetap saja Tyas memendam sakit di dadanya.

Dekapan Bambang yang sangat posesif, sentuhan kurang ajar di bagian dadanya dan cambang yang menggesek leher dan pipinya masih sangat lekat dalam ingatan Tyas. Bahkan kulitnya masih merinding merasakan erotisme yang tidak pada tempatnya.

Tyas sengaja mengurung diri seharian di kamar, memuaskan diri dengan air mata. Rasa bosan mulai melanda, Tyas berdiri dan mengamati halaman rumah lewat jendela kaca. Tirai disibakkan agar cahaya matahari sore menerangi kamarnya.

Hanya sekilas, tapi Tyas benci ekor matanya selalu melihat Bambang yang mondar-mandir di depan rumahnya. Sesekali berada di sudut perbatasan rumah mereka dengan wajah menghadap kamarnya, mengamati Tyas dari jauh. Bambang benar-benar sudah menjelma sebagai predator yang mengancamnya hanya dalam waktu beberapa jam saja.

Sorot mata Bambang yang tidak fokus mengamati Tyas dari jauh seolah mampu membekukan aliran darah, seperti hipnotis yang membuat Tyas tidak mampu bernafas dengan lega. Gadis itu terpekur dalam pikiran kalutnya, bagaimana bisa Bambang selalu menyeringai kala berada di depan rumahnya? Seperti mengerti kalau Tyas juga sedang menatapnya dari balik jendela, berlindung di belakang tirai yang sewarna dengan senja.

Tyas bergidik, merapatkan tirai kembali dan menepis semua perasaan takutnya dengan bernafas panjang-panjang. Namun, suara langkah samar di dekat kamar semakin menarik Tyas untuk mengintip ke luar. Entah mengapa Tyas merasa tiba-tiba ada seseorang di sana, dan Tyas yakin tidak salah menduga.

"Ty-as sa-yang …."

Degup jantung Tyas berdetak dua kali lebih cepat. Suara langkah menghilang tepat di depan jendela besar kamarnya, yang hanya tertutup tirai karena Tyas memang belum menguncinya.

"Ty-as …!" Suara lirih serupa desah seorang pria menghampiri pendengaran Tyas. Terulang dengan lebih pelan namun berat. "Ty-as sa-yang …!"

Dengan cepat Tyas menyibak tirai karena penasaran, rasa ingin tau yang mendadak menghapus ketakutannya. "Hah? Ka-mu? To-long!"

Tyas berteriak sekuat tenaga, tapi tidak ada satu suara pun yang keluar dari mulutnya. Semua tersekat di tenggorokan yang mengering tanpa diduga. Mata Tyas melotot menatap Bambang yang berdiri di depan jendela dengan seringai anehnya.

Kaki Tyas seketika lemas, tubuhnya goyah dan bibirnya bergetar pucat. "Per-gi, pergi!"

Seringai Bambang semakin melengkung, matanya menyoroti Tyas yang terpaku di tempat tanpa bisa melakukan apapun. "Ty-as sa-yang …."

Tyas nyaris kehilangan kesadaran. Suara Bambang membius dan membawa perasaan aneh, seperti panggilan dari alam gaib yang mendengung dan merasuki Tyas ke titik bawah sadar.

"Tyas … ini bapak, Nduk!" Panggilan dan ketukan beberapa kali di pintu kamar sedikit membuat Tyas tersentak. Dia langsung berbalik dan bergegas membuka pintu setelah mengenali suara bapaknya.

KLEK!!!

Tyas membuka lebar-lebar daun pintu dan menubruk bapaknya dengan wajah pucat seputih kapas. "Pak, tolong usir orang gila itu! Usir, Pak! Tyas takut!"

Mbah Priyo hampir terjengkang menangkap tubuh putrinya. "Siapa, Nduk? Ada apa kok kamu ketakutan begini?"

Tyas menunjuk ke arah jendela sambil membenamkan wajahnya di dada Mbah Priyo. "Bambang, ada Bambang di depan jendela, Pak! Kok bisa-bisanya dia masuk halaman nggak ada yang tau, Tyas takut, Pak!"

Menatap jendela yang kosong tanpa ada Bambang ataupun bayangan manusia, Mbah Priyo tersenyum lembut. "Bapak dari tadi di ruang depan, kalau ada yang masuk lewat pagar ke halaman pasti ketahuan. Mungkin kamu cuma terbawa rasa takutmu sampai berhalusinasi."

"Nggak, Tyas serius melihat Bambang barusan ada di sana. Tyas dengar suara langkahnya mendekati jendela, dia tersenyum tidak senonoh sama Tyas, Pak!" ujar Tyas melepas pelukan dan mengamati jendelanya dengan ekspresi tegang.

Mbah Priyo hanya diam melihat putrinya panik menyibak tirai beberapa kali sembari mempraktekkan posisinya saat melihat Bambang dari dalam kamar. Berusaha meyakinkan Mbah Priyo agar percaya dengan matanya.

"Beneran tadi Bambang ada di sini, Pak! Tyas nggak lagi mimpi, ngigau apalagi berhalusinasi," pekik Tyas tidak terima dengan matanya yang tidak menemukan jejak Bambang.

"Sudahlah, mending kamu mandi sekarang. Nanti kesorean malah kedinginan." Mbah Priyo tersenyum lembut, mendekati putrinya dan mengusap bahunya perlahan, "Bapak percaya sama kamu, tapi nggak ada yang perlu kamu takutkan selama bapak masih hidup!"

Tyas mengangguk gamang dalam rasa penasaran, "Tyas cuma takut, Pak! Malam nanti Mas Wisnu biar kesini nemani sebentar boleh ya, Pak?"

"Boleh, kamu sudah kasih alamat?"

"Sudah, semoga aja nggak nyasar!" Tyas mengulas segaris senyum terpaksa, hatinya sedikit mendapatkan ketenangan. Kedatangan pacarnya nanti malam setidaknya bisa membuatnya tidak larut dalam kesedihan dan ketakutan.

"Soal kamu berencana kost, bapak minta maaf karena tidak bisa menyetujuinya. Rumah ini besar, bapak beli untuk kamu, jadi kalau kamu nggak terbiasa tinggal di sini nanti malah nggak kerasan sama rumah sendiri."

"Iya, Pak!"

"Nggak ada yang perlu ditakutkan, selama kamu nggak keluar rumah sendirian, semua pasti aman. Besok kalau rumah lama kita sudah dibayar penuh sama paklekmu, bapak belikan kamu kendaraan yang aman, kamu bisa pakai supir buat antar jemput kuliah."

Tyas mengangguk memahami bapaknya. Pria itu sudah pasti tidak akan membiarkan orang lain menyakitinya, dan Tyas kembali percaya karena memang begitulah yang dilakukan Mbah Priyo selama ini. Memanjakan putrinya dan memberikan apa saja sebagai ungkapan sayang orang tua.

"Tapi pemuda itu hilir mudik di depan rumah kita, Pak! Tyas risih lihatnya."

"Namanya saja tetangga," jawab Mbah Priyo singkat. Tidak ingin lebih membebani anaknya dengan rasa takut berlebihan. "Kalau sudah sering lihat dan ketemu, nanti kamu juga terbiasa dengan sifatnya Bambang. Orang tuanya bilang, kalau sudah kenal Bambang nggak penasaran lagi, jadi sikapnya juga biasa dengan perempuan. Kamu bukan satu-satunya yang diperlakukan Bambang seperti itu."

Tyas mengangguk mengalah, apapun yang ingin diungkapkan ditahan lagi. Mungkin memang dia terlalu ketakutan hingga berhalusinasi Bambang ada di depan jendela kamarnya. Meski hatinya sangat ragu kalau penglihatannya salah. Hanya saja jika Bambang ada di sana, bapaknya pasti melihat saat masuk ke kamarnya. Tidak mungkin Bambang hilang begitu saja tanpa jejak.

"Mandilah, bapak mau ke belakang lihat ibumu masak apa?!" Mbah Priyo meninggalkan kamar Tyas dengan senyum teduh.

Tyas mengunci jendela setelah bapaknya keluar kamar. Mengamati keseluruhan luar kamar sejangkauan matanya memandang. Tidak ada bayangan Bambang dimanapun, senja terlihat sepi dan lengang.

Setelah menutup tirai kamar, Tyas keluar kamar. Dia ingin mandi untuk mendinginkan kepala, menyegarkan diri sebelum bertemu sang kekasih. Banyak hal yang akan Tyas keluhkan pada Wisnu mengenai rumah barunya, juga tetangga gila yang terus saja memanggil namanya.

***

Terpopuler

Comments

Septi Lestari

Septi Lestari

ngeri juga ya kalo punya tetangga modelan bambang

2023-07-15

1

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

penasaran dgn sosok bambang

2022-10-25

0

Lilih Malihatun

Lilih Malihatun

baca dulu deh karena maraton...yg pasti syereeemmm sih

2022-10-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!