Gagal Menjadi Ayah

Tyas pingsan, kesadarannya hilang bukan hanya karena efek dari alkohol yang diminumnya, tapi juga karena berandalan yang bermain brutal terhadap tubuhnya.

Entah sudah berapa lama saat naas itu berlalu, yang pasti suasana senyap seperti tidak ada kehidupan di sekitar Tyas. Apakah empat pemuda yang menculiknya pergi meninggalkannya seorang diri? Atau mereka hanya tidur di ruangan lain?

Butuh waktu bagi Tyas untuk mengembalikan penuh kesadarannya. Tyas merasa otaknya bekerja lebih lambat dari biasanya.

Mata Tyas hampir tidak mampu terbuka, sangat berat seperti dibebani batu beberapa kilogram. Kepalanya pusing dan berdenyut, seluruh tubuhnya remuk redam seperti baru di hajar massa.

Langkah kaki yang terdengar samar membuat Tyas siaga dan terjaga sepenuhnya, tapi Tyas belum bergerak. Dia menunggu dengan berpura-pura masih pingsan.

Udara dingin menggigit kulit Tyas yang tidak tertutup kain di beberapa bagian. Tyas menarik nafas panjang, merapatkan gigi menahan gemeretak karena menggigil, bukan hanya karena hawa bersuhu rendah, tapi karena Tyas sadar kalau tubuhnya juga dalam kondisi demam. Tyas kembali tak bergerak untuk mempelajari keadaan.

Tyas merasakan jari seseorang menyentuh bawah hidungnya, mengecek nafasnya. Selanjutnya tangan tersebut menyentuh dada dan dilanjutkan dengan menempelkan kepala di sekitar gundukannya untuk mendengarkan detak jantung. Tyas menahan sedikit nafas agar tidak ketahuan kalau dia sudah sadar.

Tak lama, hening membaur dalam ruangan. Orang yang belum dilihat Tyas hanya diam berjongkok di sampingnya sambil menatap tubuh telan-jang Tyas yang hanya di tutupi kain serampangan.

Mendengar seseorang seperti sedang terburu-buru melepas kancing baju, Tyas langsung membuka mata.

"Arrggghhh … tolong!" Tyas berteriak sekuat tenaga dengan mulut dan kerongkongan yang rasanya sakit tercekik. Suaranya keluar seperti kambing disembelih, hanya mata saja yang melotot tidak percaya melihat pemandangan di depannya.

"Ty-as!" desis Bambang dengan mata juling berputar mencari sasaran pandang yang tepat.

"Jangan!" Tyas tercekat, suaranya kering dan tenggorokannya nyeri dipakai bicara.

Bambang menyeringai aneh pada Tyas sembari meloloskan kancing kemejanya dengan cepat. "Tyas sa-yang!"

Takut yang tidak terbendung membuat Tyas kembali kehilangan kesadaran. Tyas tidak mampu menguasai tekanan dalam kepalanya. Air matanya meleleh seiring kegelapan menyapa.

Dengan wajah bodoh, Bambang memasang raut rumit. Bingung dengan pikiran abnormalnya dan tidak tau apa yang akan dilakukannya terhadap tubuh tak berdaya di hadapannya.

***

Hampir subuh, suhu rendah dan kondisi masih gelap. Rumah Mbah Priyo seketika geger. Warga yang terbangun karena kentongan mulai berbicara mengenai nasib apa yang akan diterima oleh orang-orang yang telah melukai hati pria paruh baya yang baru buka praktek itu.

Bermain-main dengan keluarga orang pintar bukan pilihan bijak, karena pasti akan ada buntut berupa pembalasan. Beberapa tetangga yang membantu menerima Wisnu yang sekarat dan Tyas yang tidak sadar mulai berbisik-bisik.

Hadir juga di rumah itu orang yang dipercaya untuk membersihkan rumah sebelum ditinggali keluarga Tyas, Lek Min dan Narto.

"Anak perempuan Mbah Priyo kok apes bener ya, baru pagi kemarin diganggu Bambang, sekarang malah pulang dalam kondisi mengenaskan!" Narto berbicara pelan agar tidak terdengar yang lain.

"Jangan-jangan ini balak dari pemilik rumah terdahulu. Kamu masih ingat kan sama yang nempatin rumah ini sebelum Mbah Priyo? Istrinya mendadak mati setelah kerasukan!" timpal Lek Min resah

"Tapi mereka orang biasa, beda sama Mbah Priyo toh, Lek?"

Lek Min menjawab ragu, "Entahlah! Aku juga nggak tau semua itu ada hubungannya dengan rumah ini apa nggak!"

"Aku nggak berani bayangkan akibatnya pada orang-orang jahat itu nanti, Mbah Priyo nggak mungkin diam aja kan, Lek?!"

"Huss! Diam kamu, kalau sampai kedengaran orang bisa nyebar berita nggak bener di desa, Nar! Lagian bukan urusan kamu buat tau apa yang akan dilakukan Mbah Priyo!" Lek Min tidak mau menanggapi lebih jauh.

"Opo maneh (apalagi) kalau bukan teluh, Lek? Hiiiii serem banget bayangin disantet nga-ceng terus sama Mbah Priyo. Abis enak-enak nikmatin anaknya, abis gitu sakit kepala sendiri. Iya kalau nggak malah dibuat ilang itu biji pemerkosanya?! Sengsara seumur hidup, Lek!" gumam Narto dengan ekspresi tegang.

Lek Min memukul bahu Narto kesal. "Pakai rem mulutmu itu kalau bicara! Banyak orang di sini! Ayo ambulans e datang itu, bantu Mbah Priyo angkat calon menantunya ke mobil!"

Kesibukan sesaat mendiamkan orang-orang yang berada di rumah Mbah Priyo. Petugas medis memberikan beberapa arahan agar warga membantu hingga ambulans pergi membawa Tyas dan Wisnu, juga istri Mbah Priyo yang tak berhenti mengusap air mata.

Mbah Prio membeku, menatap laju mobil bersirine merdu yang menjauhinya dengan ekspresi yang tidak bisa diartikan. Mbah Priyo merasa kalah, merasa salah dan merasa gagal menjadi seorang ayah.

***

Terpopuler

Comments

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

terlepas dri pekerjaan Mbah priy
ku ikut simpati sma musibah yg dialami tyas😭 sad euyyy nyusut air

2023-04-20

2

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

mbah pateni mbah kang sepikin anak mu

2022-10-25

0

Lilih Malihatun

Lilih Malihatun

so sad🥲🥲 paling syereeeemm kalo denger anak gadis di perkosa..ga tega aja duuhh

2022-10-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!