Jumat Kliwon

Tyas bangun lebih pagi dari biasanya. Rumah barunya membuat gadis itu tidak bisa tidur dengan nyenyak, ditambah hujan deras dan suara-suara aneh yang mampir di pendengarannya, Tyas bisa dibilang kurang tidur.

"Bu, sampoku tumpah kemarin, gara-gara tutupnya nggak rapat jadi aku buang botolnya. Ibu pas keluar kemarin sore lihat ada warung nggak? Mau beli yang sachet dulu buat hari ini." Tyas menyisir rambutnya yang lepek dengan jari sambil menunggu ibunya yang sedang mencuci gelas kopi suaminya.

"Sebelah kiri rumah ini kan warung, Nduk! Biasanya jam segini warung di desa sudah buka. Coba aja beli di sana, sekalian beli telur satu kilo. Ibu belum tau apa ada bakul sayuran yang lewat setiap hari di sini, jadi kita sarapan pake dadar telur aja nanti."

"Ya udah aku ke warung dulu, Bu! Nanti aku tanyain ke yang punya warung tempat jualan sayuran dimana," pamit Tyas. Rambutnya sudah lebih rapi, Tyas hanya mencuci muka sekedarnya dan mengelap wajah basahnya dengan ujung piyama tidur.

Membuka pintu dapur, Tyas merasakan angin masih dingin. Harum bunga kantil kuning yang ditiup angin masuk ke dalam paru-paru. Segar, tapi juga ada sensasi lain mengingat kata bapaknya kalau bunga tersebut salah satu jenis tanaman yang disukai lelembut.

Meski rasa sakit di kulit karena kehadiran makhluk tak kasat mata tak sekeras kemarin, tapi tetap saja ada rasa takut di hati Tyas. Ada sesuatu seperti tidak pada tempatnya.

Sebagai anak paranormal, sebenarnya hal seperti itu sering terasa. Hanya saja kali ini jauh lebih berat, Tyas memiliki kekhawatiran yang besar, juga firasat tidak baik yang menghantui sejak pindahan kemarin.

Tyas keluar rumah, menuju warung tetangganya. Tidak jauh, sekitar dua puluh meter karena lahan rumah Tyas yang cukup lebar di sebelah kiri. Berisi kolam ikan besar dengan patung buaya, juga taman bunga kecil yang kebanyakan berisi kenanga dan melati. Selain pohon kantil kuning yang lumayan besar tentunya.

Beberapa warga desa sudah mulai beraktivitas, Tyas tidak sendirian di depan warung yang baru mulai buka.

"Mbak … warga baru di sini ya? Rumahnya mana?" tanya salah satu ibu hamil yang juga menunggu giliran dilayani pemilik warung.

Tyas menunjuk rumahnya, "Saya tinggal di sebelah, Bu!"

"Oh yang paranormal berarti bapaknya Mbak? Saya dengar dari yang kerja renovasi kemarin kalau rumah Pak Karman mau ditempati orang pintar!"

Tyas mengangguk ramah, "Nama saya Tyas, Bu! Bapak saya biasa disapa Mbah Priyo."

"Ty-as sayang …!" Satu suara mendadak terdengar dari belakang Tyas, dan seketika gadis cantik itu menjerit-jerit hingga lemas tak sadarkan diri karena ketakutan.

**

Hujan deras semalam masih menyisakan mendung di pagi hari. Matahari tidak bercahaya sempurna karena tertutup awan kelabu. Seperti sebuah isyarat tidak baik bagi Mbah Priyo yang baru memulai langkahnya sebagai paranormal di tempat baru.

Mbah Priyo membuka prakteknya sebagai orang pintar dengan memilih hari paling keramat menurut beliau, yaitu pada hari Jumat Kliwon. Hari yang bertepatan dengan lahirnya Mbah Priyo yang konon memiliki watak seperti lakuning rembulan, yaitu pemilik pesona dan aura mistis bagi orang lain.

Suka menolong adalah ciri khusus yang melekat pada orang yang memiliki kelahiran di hari tersebut, tapi buruknya mereka tidak teguh pada pendirian alias plin-plan. Tak terkecuali Mbah Priyo.

Hari sakral Mbah Priyo rusak di awal malam berganti siang. Ada sesuatu tak terduga terjadi pada Tyas saat pergi ke warung tetangganya, dan insiden pagi tadi yang dialami putri Mbah Priyo tak urung membuat laki-laki yang masih kekar di usia tuanya terganggu pikirannya.

Namun, Mbah Priyo tidak bisa marah dan mengambil tindakan. Pemuda yang memaksa mencium Tyas saat belanja di warung tetangga hanyalah pemuda bermata juling dengan kondisi mental kurang normal. Pemuda itu adalah anak pemilik warung yang berusia hampir 30 tahun tapi masih melajang karena tidak ada yang sudi menjadi istrinya.

Sayangnya, meski tidak ada perempuan yang mau diperistri Bambang, pemuda tersebut masih memiliki pemikiran normal terhadap perempuan. Dia tetap ingin berumah tangga walaupun kedua orang tua tidak memperbolehkan, alasannya kondisi Bambang memang tidak mungkin untuk memiliki istri.

Bambang tidak bisa bekerja, tidak bisa berkomunikasi dengan baik dan tidak layak untuk menjadi ayah nantinya.

Apes bagi Tyas, saat ke warung mendadak seorang pria besar mendekapnya erat dari belakang. Meraba-raba tubuh bagian depannya dan mencium dengan paksa. Meski hanya mengenai leher dan pipi, tapi Tyas ketakutan setengah mati. Tyas menjerit sekuat tenaga hingga beberapa orang mendatanginya.

"Bambang! Lepaskan gadis itu!" Ayah Bambang menarik tubuh besar putranya dari belakang.

Seperti komando otomatis, beberapa orang pria yang lewat mau ke sawah langsung membantu agar Tyas terlepas dari pelukan erat Bambang.

Tyas histeris hingga lemas dan pingsan. Bambang memang gila, butuh beberapa orang yang bekerja keras untuk membuatnya melepas gadis yang sudah tak berdaya. Ayahnya sangat marah hingga memukul Bambang di kepala.

Setelah sadar di rumahnya, Tyas langsung membenci pemuda tak tau diri yang memperlakukan dirinya seperti seorang istri. Tyas melamun dengan air mata mengalir deras di pipi.

Bambang yang meronta kuat akhirnya bisa ditenangkan keluarganya dengan diberikan janji palsu kalau akan segera dinikahkan dengan Tyas, tetangga cantik samping rumahnya yang diam-diam sudah diperhatikan Bambang dari sejak pindahan.

"Sudahlah, Nduk! Keluarga Bambang tadi juga minta maaf sepenuh hati, Bambang memiliki gangguan mental, tidak bisa disalahkan!" Ibu Tyas membelai rambut putrinya dengan sayang.

"Tapi Tyas jijik, Bu! Tyas takut Bambang akan berani lebih kurang ajar lagi di kemudian hari," rajuk Tyas sembari menangis tersedu-sedu.

"Semoga saja tidak ada kejadian yang seperti itu. Kamu kalau perlu sesuatu yang harus dibeli di warung bisa minta tolong Mbok Sum. Mulai hari ini dia akan bekerja di rumah ini!"

"Pokoknya Tyas benci sama Bambang, kenapa dia nggak mati aja sih, Bu? Dasar orang gila!" umpat Tyas kesal. Dia berdiri dan melangkah masuk kamar mandi untuk membersihkan diri diikuti pandangan mata kedua orang tuanya.

"Gimana ini, Pak?" Bu Sulastri menatap suaminya meminta pendapat.

"Biarkan Tyas menenangkan diri, hari ini biar dia di rumah, nggak usah kuliah dulu. Tyas pasti trauma dengan kejadian tadi pagi!" ujar Mbah Priyo menghembuskan asap rokonya kuat-kuat, ikut frustasi dengan kejadian yang menimpa putrinya.

"Ya sudah, ibu mau melanjutkan beresin dapur kalau sudah nggak ada yang perlu dibicarakan!"

"Buatkan kopi paitan, Bu! Mulutku rasane kecut," pinta Mbah Joyo sebelum berlalu menuju ruangan prakteknya.

"Yo."

Hari semakin siang, tapi belum tampak ada antrian dan belum sesuai harapan, padahal Mbah Priyo sudah mengenalkan dirinya pada beberapa tetangga sebagai paranormal yang siap membantu warga kapanpun dibutuhkan.

Mbah Priyo yakin, keberadaannya di desa itu pasti akan tersebar cepat dengan kekuatan yang dimiliki para tetangga, yaitu gosip dari mulut ke mulut.

Setelah hampir dua jam menunggu dengan tidak sabar, akhirnya ada tamu untuk Mbah Priyo. Seorang pemuda berwajah masam, tidak terlihat seperti orang kaya karena datang hanya memakai sepeda motor butut dan sandal jepit biasa. Pemuda kampung yang mungkin pekerja kasar di sawah jika dinilai dari kulitnya yang terbakar matahari.

Bagi Mbah Priyo, tamu adalah kehormatan. Pembawa rezeki yang tidak mungkin ditolak bagaimanapun keadaannya.

***

Terpopuler

Comments

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

wehhhh sapa ntu? ko semaput

2023-04-20

1

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

bambang juling pasti pura2 gila nih

2022-10-24

2

Lilih Malihatun

Lilih Malihatun

bukan bambang tamvan ya ini mah 🤭😅

2022-10-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!