Nem

Jam 5 sore, terdengar suara jangkrik berderik kencang dari area belakang rumah Purbo. Suara derik jangkrik tercipta ketika hewan itu mengangkat sayap depan kemudian menggesek gesekkannya. Suara derik jangkrik berfungsi untuk mencari pasangan atau bisa juga sebagai pertanda bahaya.

Purbo telah menyelesaikan makan, namun masih belum beranjak dari tempat duduknya. Memandangi layar HP yang masih terkunci. Beberapa kombinasi angka sudah dia masukkan, tapi tak ada yang berhasil.

Dini memperhatikan suaminya itu, senyumnya tak pernah putus di bibirnya yang merona. Terlihat dari sorot mata dan cara memandang, perempuan yang tengah hamil 8 bulan itu teramat menyayangi Purbo.

"Yang, mungkin nggak sih password nya tuh tanggal lahirmu?" tanya Purbo, masih sibuk mengetuk ngetuk layar HP nya.

"Maaf aku lupa, tanggal lahirmu berapa Yang?" tanya Purbo sekali lagi.

"Emmm, 17 01 96 Mas," jawab Dini mengingat ingat.

Purbo mengetik 6 digit angka yang disebutkan Dini. Ternyata kombinasi angka itu juga tidak berhasil digunakan untuk membuka layar HP yang terkunci.

"Duh, nggak bisa. Apa dong? Emmm tanggal pernikahan kita Yang. Berapa?" Purbo terus bertanya.

Pertanyaan yang tidak langsung dijawab oleh Dini. Purbo tidak menyadari, wajah Dini terlihat sedih, tangannya terkepal erat dan sedikit gemetar.

"Yangg?" panggil Purbo. Dini masih saja diam, menghiraukan panggilan suaminya itu.

"Ah iya. Emmm, tanggal pernikahan kita ya? 10 10 20," jawab Dini terbata bata.

Purbo kembali memencet mencet layar HP nya, namun kombinasi angka yang disebutkan Dini ternyata tetap salah.

"Bukan juga," gumam Purbo.

"Kamu kok kayak sedih gitu Yang? Kenapa?" kali ini Purbo menyadari perubahan mimik muka Dini. Dia meraih jari jari lentik istrinya itu, menggenggam dan menciumnya mesra.

"Nggak pa pa kok Mas. Emmm, agak kecewa saja sih, Mas bisa lupa tanggal pernikahan kita," jawab Dini pelan.

"Maafin aku ya Sayang," Purbo segera memeluk Dini. Dia merasa bersalah. Purbo sadar, mungkin memang bagi laki laki tidak terlalu penting mengingat hari ataupun tanggal dari sebuah momen, namun berbeda dengan perempuan. Dengan hati lembut dan ketelitiannya perempuan bisa mengingat setiap tanggal penting dalam hidupnya.

"Sudah sore Mas, mandi sana gih. Bauk tahuu. Jangan HP terus yang diurusin," Dini melepas pelukan Purbo, menunjukkan gestur mengibas ibaskan tangan seolah Purbo benar benar bau. Purbo hanya tertawa melihatnya.

"Emm, handuk dimana ya Yang? Kamar mandi di sebelah mana? Aku benar benar nggak ingat apapun," tanya Purbo.

"Handuk ada di tempat jemuran belakang dapur. Kalau kamar mandi, ya di sebelah dapur. Pintu hitam itu lho Mas," Dini menunjuk pintu di ujung ruang makan. Purbo manggut manggut.

"Kalau sampek besok aku masih kayak gini, kita ke dokter ya Yang. Jangan jangan aku kena penyakit apa gitu. Aku merasa aneh dengan tubuh dan pikiranku sendiri," keluh Purbo.

"Iya Mas," sahut Dini singkat.

Purbo beranjak dari duduknya. Tak lupa mendaratkan sebuah kecupan di kening Dini. Kemudian dia berjalan pergi ke pintu hitam di ujung ruangan.

Bagian dapur ternyata cukup luas. Bangunan dengan tembok semen tak dicat itu nampak menghitam bekas asap pembakaran dari dapur yang berbahan bakar kayu kering. Mak Nah duduk di atas kursi kayu usang di sudut ruangan.

Melihat majikannya, Mak Nah menyunggingkan senyum dan menunduk sebentar. Purbo membalas tersenyum. Dia merasa pembantunya itu pribadi yang ramah dan cekatan dalam bekerja. Sayangnya hingga saat ini, Purbo sama sekali tak ingat tentang Mak Nah.

Di sebelah dapur berderet 3 bilik kamar mandi. Tembok kamar mandi dari semen yang juga tidak dicat. Dengan daun pintu dari seng yang berbunyi nyaring saat dibuka. Di ujung dapur merupakan jalan keluar menuju ke halaman belakang. Jalan keluar tersebut selalu terbuka, menganga tanpa daun pintu. Udara sore hari yang dingin menerobos dari sana.

Purbo berdiri di halaman belakang. Memperhatikan rumpun bambu yang tumbuh subur, bergerak, berayun dan saling bergesekan menimbulkan suara berderak yang khas. Seutas kabel bekas, melintang di bagian tengah halaman belakang. Salah satu ujungnya terikat pada bambu, ujung yang lainnya terpaku di tembok rumah. Pakaian pakaian basah dan beberapa helai handuk terbentang di atas kabel itu.

Purbo mengambil salah satu handuk. Karena tak ingat handuk yang mana miliknya, jadi Purbo hanya asal pilih warna yang dia suka. Perasaan berada di tempat asing membuatnya tak nyaman.

Purbo benar benar lupa dengan semua hal. Yang dia ingat hanyalah namanya sendiri dan istri yang begitu dia cintai, Dini Styorini. Entah penyakit aneh apa yang di deritanya. Seolah hidup Purbo dimulai saat turun dari mobil beberapa waktu yang lalu.

Tak ingin terus menerus dalam lamunan, Purbo segera masuk kembali ke dalam rumah. Ternyata Mak Nah sudah tidak ada di tempat duduknya yang tadi. Entah pergi kemana perempuan berwajah teduh itu. Purbo pun masuk ke dalam bilik kamar mandi. Suara derit pintu seng benar benar berisik saat pintu dibuka.

Sambil mengguyur badannya dengan air, Purbo bersiul siul ngawur. Untuk mengurangi rasa dingin saat mandi, bersiul memang terasa cukup efektif.

Kriiieengggg

Suara pintu seng dari bilik kamar mandi sebelah berderit keras. Purbo menghentikan siulannya. Mungkin Dini juga mau mandi, begitu pikir Purbo.

"Sayang? Dini? Kamu mau mandi juga? Kenapa nggak bareng aku saja, biar kubantu menggosok punggungmu," ucap Purbo setengah berteriak.

Tak ada jawaban. Suasana hening. Purbo jadi penasaran, karena tidak mungkin pintu seng itu terbuka sendiri. Pintu seng kamar mandi cukup berat, hembusan angin tak mungkin kuat mendorongnya.

Dug dug dug

Terdengar sebuah ketukan yang berasal dari tembok kamar mandi sebelah. Awalnya Purbo menghiraukannya dan meneruskan mandi, namun ketukan itu terus menerus berulang.

Dikuasai rasa penasaran, Purbo menempelkan daun telinganya pada dinding kamar mandi. Terasa dingin dan sunyi. Setelah beberapa saat mendengarkan, sayup sayup terdengar sesuatu. Suara suara berisik yang terdengar seakan berada di kejauhan.

Lama kelamaan suara suara itu terdengar semakin dekat dan semakin jelas.

"Jangan percaya dengan mereka!"

Sebuah bisikan, terdengar jelas. Suara serak dan berat menggetarkan gendang telinga Purbo. Dia segera menarik handuk di gantungan, membuka pintu kamar mandi dengan kasar, kemudian melompat keluar dan berlari tanpa menoleh. Meskipun rasa penasaran berkecamuk di hatinya, namun keinginan untuk lari, jauh lebih kuat.

Purbo berlari ke ruang makan dan tidak menemukan siapapun disana. Lampu gantung di atas meja makan bergerak terombang ambing tanpa sebab. Purbo terus berlari, dan akhirnya menemukan Dini tengah bercengkerama dengan Mak Nah di depan kamarnya.

"Ada apa Mas? Lari lari kayak anak kecil saja," tanya Dini menahan tawa.

Mak Nah ikut menoleh, memperhatikan Purbo dengan seksama. Setelahnya, tanpa berucap sepatah katapun, Mak Nah berjalan perlahan menuju ke dapur. Dini memperhatikan Mak Nah dengan ekspresi yang terlihat khawatir. Purbo menyadari hal itu. Belum sempat Purbo membuka mulut untuk bertanya, Dini sudah menggenggam tangan Purbo dan menariknya ke dalam kamar.

"Cepet ganti baju. Mak Nah malu tuh melihat Mas cuma pake kemben handuk," ucap Dini sambil tersenyum.

Bersambung___

Terpopuler

Comments

Irma Muthia Wijaya

Irma Muthia Wijaya

serem tapi penasaran,amazing dirimu thor,aq dirmh sendirian nich mana hujan gerimis..👀

2025-01-20

1

Evi Sirajuddin

Evi Sirajuddin

Sebenarnya Lg sakit gigi
tapi aku lanjut baca,,,kebut malah
ceritane asyik 😁

2025-01-20

1

Yuli a

Yuli a

kenapa sih.... penasaran banget... dibawa ke dunia lain Tah si Purbo...

2025-01-22

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 77 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!