Bab 19

Arman PoV.

Segitu kecewanya Lastri kepadaku sampai pulang kampung pun tidak memberi tahu aku. Ah... dia itu tidak tahu apa, jika aku sangat mengkhawatirkan dirinya.

Aku bingung apa yang harus aku lakukan untuk membuktikan ketulusan cintaku kepadanya.

"Hai Mas" sapa wanita yang sedang memasukkan tas kedalam lemari pesawat.

"Hai..." jawabku singkat, sebenarnya aku malas basi basi tapi yang namanya disapa tentu harus menyahut.

"Mas, aku duduk di dekat kaca kan" ucapnya aku baru sadar karena aku menghalangi jalan. Ternyata wanita itu satu kursi denganku.

"Silahkan" aku berdiri mempersilahkan ia masuk. Kami pun akhirnya duduk bersebelahan. Andai saja Lastri yang duduk di sampingku alangkah indahnya.

Aku tahu wanita di sebelah selalu memperhatikanku, tapi aku tidak menghiraukan hingga akhirnya pesawat lepas landas, aku memejamkan mata.

45 menit kemudian, aku sampai Kota asalku. Aku menunggu taksi, sebenarnya bisa saja, aku telepon supir agar menjemputku.Tetapi lebih baik aku pulang sendiri saja.

"Tujuan Mas kemana?" gadis yang duduk satu kursi denganku tadi tiba-tiba sudah berada di sampingku.

"Ke Daerah xxx" aku kembali menjawab singkat.

"Plok" ia tiba-tiba menepuk pundaku. Aku menoleh apa sih! gadis ini, sok akrab? batinku.

"Berarti tujuan kita sama Mas, lebih baik kita pulang bareng satu taksi saja, biar irit," tuturnya percaya diri sekali ini gadis.

"Nggak usah... kita masing-masing saja" ucapku, segera aku menyetop taksi yang sedang melintas, kemudian aku masuk dalam. Dengan tidak tahu malunya, gadis itu ikut masuk, lalu duduk di sebelah ku sambil senyum-senyum.

Taksi sudah berjalan kembali, aku coba memejamkan mata.

"Mas di Jakarta tinggal di Daerah mana?" ia memandangiku.

"Daerah kumuh" jawabku asal. Apa lagi ini cewek pakai tanya tempat tinggal segala.

"Plok! Mas serius nih" ia kembali menepuk.

"Kamu ini kenapa, dari tadi pukul-pukul saya terus?" aku usap-usap pundakku ternyata cewek ini tanganya keras juga, mungkin di Jakarta menjadi kuli panggul.

"Kayak nya saya pernah lihat Mas, tapi dimana ya?" ia tampak berpikir.

"Plok! ya Allah... Mas ini Pak Arman kan?" ia tersenyum senang.

"Jangan pukul-pukul terus! kenapa sih?!" lama-lama aku kesal juga.

"Hehehe... lagian Pak Arman, nggak ingat saya, saya dulu kan murid Bapak di SMEA," ucapnya.

Dasar anak ini mana mungkin aku bisa mengingat semua muridku.

"Nama saya Kinara, Pak Arman, dulu Bapak mengajar saya saat saya kelas dua" tuturnya.

"Ya" jawabku.

"Kamu tinggal dimana?" tanyaku kemudian.

"Saya sebenarnya dari Jakarta Pak, tapi saya di suruh datang kemari, karena nenek ingin memperkenalakan aku dengan seseorang" tuturnya aku tidak lagi menyahut hingga aku sampai di depan Rumah.

"Loh Pak Arman tinggal di sini?" ia tampak mengedarkan pandanganya ke sekeliling rumah Ayahku.

"Iya, terus kenapa kamu ikut turun?" aku di buat bingung olehnya.

"Saya di suruh Nenek datang ke rumah ini Pak"

Deg.

Aku mempunyai firasat buruk, jangan-jangan?

Arman masuk ke dalam rumah mewah, rumah paling menonjol di antara rumah-rumah yang lain. Rumah keseluruhan yang di buat dari kayu jati, hawa yang sejuk di kelilingi tanaman hias, dan buah-buahan membuat betah siapapun yang tinggal di tempat itu.

Gadis yang bernama Kinar itu pun mengikuti Arman, langsung duduk di sofa empuk mungkin karena capek.

"Den Arman, sudah sampai?" tanya simbok ART bu Sulis, beliau baru keluar dari dapur, setelah Arman mengucap salam lantas mbok menghampiri.

"Sudah Mbok, Ayah sama Ibu kemana Mbok, kok sepi?" tanya Arman langsung ambil gelas menuang air minum dari kendi yang membuatnya ketagihan karena tidak di temukan di Jakarta.

Bapak masih di Kota, sedangkan Ibu ke pasar Den, di antar supir katanya nanti malam mau ada pertemuan dengan keluarga calon Aden" tutur mbok.

"Pertemuan dengan calon saya Mbok? maksudnya Lastri?" Arman berbinar-binar menatap simbok. Ia bersorak dalam hati akhirnya sang ibu merestui hubungannya dengan Lastri.

"Saya rasa bukan Lastri Den, soalnya yang datang kesini kemarin teman arisan Ibu" terang simbok.

"Permisi Pak. Saya boleh numpang kamar mandi?" tanya Kinar karena lama tidak ada yang menyapa ia menghampiri Arman yang sedang duduk di meja makan berbincang-bincang dengan simbok.

"Silahkan Non" mbok yang menyahut.

"Itu siapa"

"Mbok"

"Den"

Simbok dan Arman bertanya bersamaan.

"Jadi Aden, nggak kenal?" mbok keheranan.

"Nggak Mbok, tadi kami bertemu di Bandara, tapi dia malah ikut kesini" Arman dan simbok menatap Kinar yang sedang masuk ke toilet. Arman lalu menceritakan pertemuanya dengan gadis itu hingga sampai di sini.

"Nah berarti yang mau di jodohkan dengan Aden, gadis itu,"

"Apa?!" Arman, terkesiap.

*********

Sementara Lastri, pagi ini memasak sarapan untuk adik-adik nya setelah matang, mereka makan bersama.

"Pagi ini Mbak Tri, rencana mau ke rumah sakit ya?" tanya Catur adik laki-laki Lastri saat ini duduk di bangku SMK kelas dua.

"Rencana mau kepasar dulu, nanti siang baru ke rumah sakit" tutur Lastri sambil merapikan piring bekas ia sarapan.

"Mau beli apa Mbak?" tanya Ponco.

"Rencana aku mau beli lauk dek, nanti siang mau membawa nasi untuk ibu"

Lastri ingin memasak kesukaan ibunya lalu mengantarkan ke rumah sakit.

"Bareng saja sekarang, sama kami Mbak" Ponco yang memakai baju biru putih itu menambahkan.

"Kamu ini lucu, terus aku di suruh ngejar kamu naik sepeda gitu?" Lastri terkekeh.

"Nggak apa-apa ngejar kami, Mbak Lastri kan jago Lari" Sapto si bungsu, menyahut. Keempat kakak adik itupun tertawa.

Ketiga adik Lastri jika ke sekolah naik sepeda goes. Ketiga sepeda itu, dulu Lastri yang membelikan satu persatu untuk adiknya.

"Ah kamu ini, cepat habiskan sarapannya, terus kalian berangkat." titah Lastri.

"Baik Mbak" mereka menghabiskan nasi goreng di piring masing-masing, lalu berangkat bersama naik sepeda berjalan beriringan. Siswa SD, SMP, dan SMK itupun tampak rukun. Lastri tersenyum menatap ketiga adiknya hingga tidak terlihat.

Lastri kemudian berangkat ke pasar berjalan kaki, rok panjang, kaos lengan panjang, plus kerudung panjang. Tampak anggun walaupun berjalan jauh, jika ikhlas tidak terasa ia sudah sampai di pasar.

Lastri membeli tempe, tahu, sekali-kali membeli ayam untuk adiknya kapan lagi? mumpung ia di rumah. Yang penting ia sudah menyisihkan uang untuk ongkos kembali ke Jakarta nanti.

"Ehem... hebat ya kamu! membeli ayam, belanja ini itu, sudah melunasi biaya rumah sakit, pasti pakai uang Arman kan?!" bu Sulis tiba-tiba berdiri di samping Lastri. Ketika Lastri sedang memilih Ayam yang segar.

"Ibu" Lastri tidak berniat menimpali ucapan bu Sulis yang menyakitkan. Tetapi Lastri justeru ingin salim tangan. Namun bu Sulis tidak merespon.

"Tanganmu bau amis!" ketus bu Sulis lalu mlengos.

Lastri hanya bisa istighfar dalam hati, biar saja bu Sulis mau bicara apa.

"Oh iya, saya juga mau beli Ayam, tolong pilihkan yang bagus" ucapnya dengan nada perintah.

"Baik Bu, berapa ekor?" tanya Lastri sambil memilih Ayam menggunakan sarung tangan yang sudah di sediakan oleh penjual.

"Lima ekor, soalnya saya mau ada acara. Oh iya, mungkin kamu belum tahu, Arman pagi ini sampai di rumah. Arman sudah kasih tahu kamu belum? kalau nanti malam, Arman akan melamar gadis pilihanya?"

Deg.

Tangan Lastri berhenti memelih.

"Kok kamu kaget?" bu Sulis tersenyum puas.

.

Terpopuler

Comments

Evy

Evy

kok bisa kebetulan ya..Arman kan tidak ada dipinta pulang tapi karena Lastri pulang maka Arman juga nyusul.eh..pas pula ada acara perjodohan..darimana ibunya Arman tau kalo anaknya pulang...

2025-03-01

1

Gupron Gupron

Gupron Gupron

pov othor aja gak seru kalo nyeritain diri sendiri

2025-03-04

0

Erina Munir

Erina Munir

dasar...calon mertua ga jdi...klo ngomong sekate kate...lemes tuh lambe..kudu d poles sama cabe rawit biar nganga terus kaya cerobong asep....

2024-01-29

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!