Bab 9

"Kamu membeli retsleting begitu banyak menjahit berapa baju?" tanya Arman ketika mereka berada di dalam mobil.

"20 gamis" jawabnya singkat.

"Waahhh... hebat ya kamu," puji Arman. "Ada yang bantu nggak?"

"Ada, ibu Yani mencari dua orang, beliau baik, karena aku hanya punya satu mesin beliau juga meminjamkan mesin jahit miliknya. Selain Bu Yani, Bu rt juga memberikan mesinnya karena di rumah beliau tidak terpakai," tutur Lastri panjang lebar.

"Aku senang Pak, walaupun tidak sedikit orang yang sudah menghinaku. Namun, banyak juga orang-orang baik yang di kirimkan Allah untuk membantu dan mendukung kerja kerasku, mungkin karena kesabaran aku,"

"Aku tidak akan dendam dengan orang-orang yang sudah mendzolimi aku, semua justeru membuat aku semangat,"

"Akan aku ambil sisi positifnya saja,"

Arman menoleh cepat menatap Lastri kemudian kembali fokus menyetir. "Aku juga bantu ya, membelikan kamu satu mesin jahit,"

"Tidak usah" jawabnya cepat.

"Tri, kenapa sih... kamu nggak memberi aku kesempatan, please Tri... aku mencintaimu dan ingin menikahi kamu" jujur Arman.

"Aku sudah mempunyai pemikiran sendiri Tri, kita secepatnya menikah di sini saja, aku akan menjemput keluargamu sebagai saksi dan wali." "Dan aku juga akan menjemput Ayah kemari agar menghadiri pernikahan kita," tutur Arman percaya diri.

"Nah-nah.Tadi kita membahas tentang menjahit tetapi kenapa menjadi bahas masalah pernikahan? tidak nyambung Pak."

"Tri... kalau kita menikah kan setidaknya kamu tidak usah berjuang matian-matian seperti ini," Arman benar-benar tidak tega melihat Lastri kerja sampai memporsir diri seperti sekarang.

"Aku tidak mau menikah dengan kamu Mas, sebelum aku sukses. Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri. Aku masih muda, ingin meraih mimpiku. Aku ingin menjadi desainer dan mempunyai butik sendiri. Walaupun kuliah aku ambil jurusan ekonomi tidak ada salahnya. Toh aku sudah mempunyai kemampuan dasar. Masalah jodoh. Jika kita berjodoh tidak akan kemana. Jalanku masih panjang, ketiga adikku juga butuh biaya sekolah."

"Tri" panggil Arman, karena Lastri tidak menjawab.

Saya turun di sini saja Pak" kata Lastri tidak menjawab pertanyaan Arman. Lastri turun jauh dari jalan menuju kontrakan. Sebab Lastri tidak ingin Arman tahu dimana ia tinggal. Lastri tidak tahu jika Arman pernah membuntuti dirinya.

"Yakin kamu turun disini? aku antar ke kontrakan kamu ya" Arman pun tidak ingin melanjutkan obrolannya.

"Nggak usah, nanti yang punya kontrakan mengira aku membawa laki-laki masuk lagi" kilah Lastri kemudian turun dari mobil.

"Terimakasih Pak"

"Iya hati-hati"

Arman menatap Lastri hingga menghilang dari pandangannya. Kemudian menjatuhkan kepalanya di pegangan stir berbantalkan tangan. Ia bingung entah bagaimana caranya agar Lastri ingin membuka hati untuk nya kembali. Beberapa menit Arman diam, kemudian kembali melanjutkan perjalanan putar balik.

*******

"Tri yang ini pakai payet nggak?" tanya Ayu yang membantu Lastri menjahit gamis.

"Boleh... di leher saja tapi jangan terlalu banyak agar tidak terlalu rame, jadi hanya untuk pemanis saja," Lastri memberi pengarahan.

"Baiklah"

Lastri sudah mulai membuat seragam dibantu Ayu dan Herman yang menjahit baju laki-laki.

Lastri memanfaatkan waktu hari sabtu dan minggu ini untuk fokus dengan jahitan. Ia harus profesional, tidak hanya tepat waktu menyelesaikan jahitan. Namun juga harus teliti agar mendapatkan hasil yang memuaskan para pelanggan.

"Tri, kamu sering mendapat jahitan berjumlah banyak?" tanya Ayu sambil menjahit.

"Baru kali ini sih, saya sering mendapat tawaran jahitan tapi, paling banyak hanya tiga stel," tutur Lastri. Sambil mengguning bahan sesuai pola yang ia gambar sendiri.

"Kalau dapat jahitan berjumlah banyak, seperti sekarang, ajak-ajak kami ya Tri" Herman menambahkan. "Cari pekerjaan sekarang ini sulit sekali Tri, mencoba buka jahitan sendiri, kalau belum ada pelanggan ternyata sulit juga," keluh Herman.

"Sabar Man, yang penting kita sama-sama berusaha, jangan menyerah, kamu kan penduduk asli sini, promosi ke teman-teman kamu, atau dari saudara saja dulu baru ke orang lain," nasehat Lastri.

"Aku juga, kadang sulit membagi waktu Man, bayangkan saja, antara kuliah, mengerjakan tugas, dan menyelesaikan jahitan" tutur Lastri memang benar adanya. Lastri memang tidak sempat istirahat, kadang merasa kelelahan tapi mau bagaimana lagi? semua harus ia jalani berdiri di kaki sendiri dan jangan sampai merepotkan orang lain.

"Aku salut sama kamu Tri, semoga kamu sukses selalu ya," Ayu menambahkan.

"Aamiin..."

Mereka mengaminkan bersama.

*******

Satu bulan kemudian Lastri sudah menyelesaikan pekerjaannya. Ia sedang menimbang berat badan di rumah bu Yani. Lastri membulatkan mata terkejut berat badannya turun sampai 5 kg. Wajar, ia tidur larut malam bangun pagi-pagi buta, menyelesaikan jahitan agar tepat waktu. Tetapi ia kembali menatap baju yang sudah di susun di dalam kardus oleh Ayu dan Herman tersenyum. Sebab jahitannya di sukai para ibu-ibu. Kerja kerasnya membuahkan hasil.

"Tri... duduk Nak, ibu ingin bicara" titah bu Yani.

"Baik Bu" Lastri duduk berhadapan dengan bu Yani.

"Ini jasa jahitan kamu, saya terimakasih, karena sudah membantu kami," bu Yani menyerahkan amplop tebal kepada Lastri.

"Terimakasih Bu, jika ada kekurangan saya minta maaf" Lastri berbincang-bincang dengan bu Yani.

"Tidak ada yang kurang, kemarin mereka sudah mencoba katanya puas dengan jahitan kamu,"

"Alhamdulillah... Bu" Lastri senang.

"Mesin jahit ibu pakai saja, tidak usah dikembalikan hitung-hitung sebagai bonus,"

"Terimakasih Bu" Lastri senang sekali.

Selesai berbincang-bincang Lastri kembali ke kontrakan ia membuka amplop coklat. Kemudian membaginya untuk membayar Ayu dan Herman selama satu bulan. Untuk kirim ke kekampung tanggal muda seperti ini ketiga adiknya waktunya membayar SPP. Dan juga menyisihkan sebagian untuk cadangan biaya kampus untuk makan dan lain-lain.

Keesokan harinya Lastri sudah siap ingin berangkat kuliah. Ia mematut diri di depan cermin. Kaos yang ia kenakan tampak longgar, ia mengamati pipinya memang tirus. "Nggak apa-apa yang penting sehat" gumamnya kemudian menggendong ransel lalu berangkat.

Satu jam kemudian ia sampai di kampus. Lastri berjalan gontai, kali ini memakai kaos panjang celana jins dan memakai jilbab panjang sebahu, sehingga menutup aurat nya.

"Tri" suara pria yang di kenal membutnya menoleh.

"Eh kak Anan, tumben, sendirian, kak Bobby kemana?"

"Belum datang dia, macet kali," tebak Adnan. Lalu menatap Lastri dari dekat tampak kurus ia membatin.

"Nggak kok, tadi lancar-lancar saja" memang benar ketika Lastri berangkat mungkin karena masih pagi jadi tidak macet.

"Tri hari sabtu dan minggu para mahasiswa senior akan mengadakan Outbound. Kami akan mengundang adik kelas kamu ikut ya," kata Adnan.

"Menginap kak?" tanya Lastri polos.

"Hehehe... namanya hari sabtu sampai minggu ya jelas nginap lah" keduanya tertawa.

Tidak jauh dari tempat itu sepasang mata memperhatikan keduanya tertawa akrab ia mengepalkan tangan.

"Tri, bagaimana? ikut ya"

"Boleh... asal Rudy sama Nindy ikut juga kak, tapi kalau dia nggak ikut. Saya juga nggak,"

"Tenang... mereka ada undangan kok, ini bagikan ke teman sekelas kamu ya" Adnan memberikan sekitar 30 undangan.

"Baik kak, nanti saya bagikan," pungkas Lastri mereka pun menuju ke kelas masing-masing.

.

Terpopuler

Comments

Erni Kusumawati

Erni Kusumawati

semoga Allah selalu melindungi Lastri aamiin

2023-08-05

0

Senajudifa

Senajudifa

lanjut thor

2022-11-24

0

auliasiamatir

auliasiamatir

bela pasti yang ngintip ngintip ... aatauuu pak arman 🙄

2022-09-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!