Jack membelai punggung Riani yang tidur membelakanginya. Entah sudah berapa kali mereka meniti tangga kenikmatan bersama di malam ini. Jack tahu kalau istrinya kelelahan, demikian juga dengannya.
Esok siang, Jack akan kembali ke Inggris dan hatinya menjadi galau. Makanya walaupun tubuhnya sangat lelah namun ia tak bisa memejamkan matanya.
Riani membalikan tubuhnya. Ia membuka matanya perlahan. "Honey, kamu belum tidur?" tanya Riani. Ia membelai wajah Jack.
"Aku tadi sempat tertidur selama 2 jam. Namun sekarang bangun lagi. Hatiku gelisah karena besok harus meninggalkanmu."
Mata Riani pun terbuka lebar. "Ini sudah jam berapa?"
"Kayaknya jam 4 subuh."
"Tidurlah. Nanti kamu capek diperjalanan."
Jack menunduk dan mencium hidung istrinya. "Aku bisa tidur di pesawat. Aku ingin terus memandangi wajahmu karena aku pasti akan sangat merindukanmu. Entah kapan surat ijin tinggal mu di Inggris akan keluar. Aku berharap itu tak akan lama."
"Menurut mereka sih nggak akan lama karena aku kan sudah menikah denganmu."
"Aku berharap, sebelum ulang tahunku yang ke-35, kau dan Arma sudah ada di Inggris."
"Usiamu sudah mau 35 ya?"
Jack menatap istrinya. "Kenapa? Memangnya kamu nggak lihat saat kita mengurus surat-surat di catatan sipil?"
"Nggak. Berarti beda usia kita hampir 10 tahun ya?"
"Merasa kalau aku terlalu tua?"
"Nggak sayang. Aku memang lebih suka pria yang lebih dewasa dariku."
Jack menempatkan dirinya kembali berada di atas Riani. Ia memandang wajah istrinya dengan sangat lekat.
"Ada apa?" tanya Riani bingung.
"I love you so much."
Riani jadi tersipu. "I love you too, my husband.
Jack mengecup bibir Riani. Begitu lembut, menggoda dan membuat bulu kuduk Riani berdiri.
"Once again?" bisik Jack.
Riani tertawa. "Kamu nggak mengenal kata lelah, sayang?"
"Nggak. Kecuali kalau kamu sudah menyerah."
Riani mengangguk malu dan langsung melingkarkan tangannya di leher sang suami. "Ok."
Dan mereka pun menyatu sekali lagi di hari menjelang subuh.
*************
Waktu keberangkatan hampir tiba. Jack membungkuk hormat pada mertuanya lalu mencium punggung tangan mereka secara bergantian.
"Aku pergi dulu, ayah, ibu." ujar Jack dalam bahasa Indonesia yang terdengar kaku. Sebenarnya, ia baru belajar tadi dalam perjalanan ke bandara.
Mata Sulastri berkaca-kaca. "Nak, tunggu Riani menyusul mu ke sana ya?"
Riani mentranslate perkataan ibunya. Jack mengangguk. Ia memeluk ibu mertuanya. Ada rasa haru dalam diri Jack karena merasa disayang oleh mertuanya. Walaupun papa Riani masih sering memasang wajah dingin namun ia tahu kalau ayah mertuanya itu sudah menerimanya.
Jack pun memeluk Arma. "See you soon!"
"Ok Daddy!" kata Arma lalu mencium pipi Jack membuat pria itu nampak bahagia karena Arma dengan cepat menerimanya.
Penggilan untuk para penumpang terdengar. Jack akan naik pesawat dari Surabaya ke Jakarta dan dari Jakarta akan langsung ke London.
Jack menatap Riani. Rasanya sangat berat meninggalkan Riani.
"Honey, cepat urus semua dokumen yang kau butuhkan untuk segera menyusul aku ke Inggris."
"Baik, Jack."
Jack memeluknya erat membuat Riani tak bisa menahan air matanya. Ia ingat dulu, Daniel pernah meninggalkan di hari ketiga pernikahan mereka.
"Baby, come on. Please don't cry!" Jack menghapus air mata Riani yang jatuh dari pipinya.
Riani memeluk Jack kembali. Tak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitar mereka.
Setelah menguatkan hatinya, Riani melepaskan Jack. Suaminya itu kemudian mengecup dahi istrinya lalu segera pergi sambil mendukung tas ranselnya. Ia melambaikan tangan pada semua yang mengantarnya lalu menghilang di balik pintu keberangkatan.
"Ayo kita pulang, nak!" ajak Arya.
"Baik ayah." Riani pun dengan berat hati meninggalkan bandara sambil menggenggam tangan putrinya. Ia tahu kalau Jack bukan meninggalkannya. Ia yang akan pergi untuk menyusul Jack ke Inggris.
*************
"Bagaimana hasil wawancaranya?" tanya Dessy kepada Riani.
"Tinggal menunggu suratnya keluar. Mungkin 2 Minggu lagi."
"Jadi, kau akan berhenti bekerja?"
Riani menatap sahabatnya itu. "Aku harus pergi mengikuti suamiku."
"Dia pasti sudah merindukanmu."
"Ya." Ujar Riani sambil tersenyum. "Setiap hari kami pasti Videocall. Ini sudah sebulan semenjak ia pergi."
"Eh, bagaimana? Sudah isi belum?"
"Isi apanya?"
Dessy membuat gerakan seperti wanita hamil."
Riani tertawa. "Belum. 2 hari setelah Jack pergi, aku mendapatkan tamu bulanan ku. Lagi pula, aku belum mau hamil. Aku mau adaptasi dulu dengan kehidupan di sana."
"Betul juga ya? Kamu akan pindah ke negeri asing yang tak kamu ketahui keberadaannya."
"Mungkin, jika sudah satu tahun di sana, barulah aku memutuskan untuk hamil lagi. Lagi pula, kami nggak akan kesepian jika belum punya anak karena ada Cassie dan juga Arma."
"Benar juga. Ah, aku sebenarnya sedih jika kau harus meninggalkan kami. Karirmu bagus di sini. Kenapa nggak Jack saja yang pindah kerja di sini?"
Riani menarik napas panjang. "Ia juga sudah nyaman dengan pekerjaannya di sana. Lagi pula sudah seharusnya istri yang ikut suami."
Dessy tertawa. "Kalau begitu, aku nggak mau nikah sama bule. Aku terlalu cinta pada desa kita."
"Menikahlah jika kau sudah menemukan orang yang tepat. Jangan buru-buru memilih. Lihatlah bagaimana aku dulu. Merasa yakin dengan cinta Daniel namun ternyata dia meninggalkan aku. Tapi aku bersyukur karena Tuhan memberikan Jack untukku. Kemarin ia sudah mengirimkan uang untuk biaya tiket kami ke London. Ia juga meminta aku untuk membelikan mesin traktor bagi ayah untuk digunakannya di sawah. Pulang kerja ini rencana aku akan ke toko untuk membelinya."
"Duh, segitu perhatiannya dia sama keluargamu. Aku jadi ikut senang mendengarnya."
Riani pun tersenyum. Ia juga tak menyangka kalau Jack akan mengirimkan uang guna membeli mesin traktor untuk ayahnya. Mungkin Jack terbaru mendengar kalau sapi yang biasa digunakan ayahnya untuk membajak di sawah terpaksa dijual untuk kebutuhan perawatan Arma dan menambah biaya kuliahnya.
************
"Sayang, rasanya nggak sabar untuk bertemu denganmu." Jack menelepon Riani hari ini.
"2 hari lagi kita akan bertemu, Jack. Ini aku sementara diapakan baju-bajuku."
"Pakai mantel yang tebal ya? Di pesawat dingin. Di Inggris juga sedang musim dingin. Aku takut nanti kalian berdua sakit."
"Ok sayang. Sekarang aku mau melihat Arma dulu ya? Tadi dia pamit mau ke kamar ayah dan ibu." Riani mengahiri percakapannya dengan Jack lalu segera ke kamar ayah dan ibunya. Tapi belum sampai di kamar, ia melihat kalau Arma sedang duduk di ruang tamu sambil memeluk neneknya. Ayah Riani duduk di sebelah Arma sambil membelai kepala cucunya itu.
"Ada apa?" tanya Riani.
Sulastri memandang putrinya. "Arma nggak mau pergi, nak."
"Apa?" Riani terkejut. "Kok gitu Arma? Mama sudah membeli tiketnya, sudah membereskan baju-bajumu, sudah meminta surat pindah dari sekolahmu, kenapa sekarang nggak mau pergi?"
"Arma nggak mau meninggalkan ayah dan ibu. Kasihan ayah dan ibu nanti kesepian jika Arma ikut mama ke Inggris." kata Arma dengan linangan air matanya.
"Arma sayang, ayah dan ibu nggak akan kesepian. Kita kan bisa saling telepon. Sudah 2 bulan Arma kursus bahasa Inggris, masa nggak jadi pergi. Di sana kan Arma bisa lihat salju seperti yang Arma katakan." bujuk Arya.
Air mata Arma semakin deras mengalir. "Mama, boleh tidak nanti SMP baru Arma ikut ke Inggris? Arma nggak mau pisah sama ayah dan ibu. Arma nggak mau pisah dengan teman-teman di kampung ini. Arma masih ingin bermain di sawah. Please......!"
Air mata Riani pun jatuh. Berpisah dengan anaknya bukankah sesuatu yang ia inginkan selama ini. Arma adalah segalanya.
"Tapi Arma, bagaimana mama bisa pergi tanpa ada kamu? Mama juga nggak mau berpisah dengan Arma. Ayah, ibu, bagaimana ini?" Tangis Riani pun pecah. Walaupun semenjak bayi Arma di asuh oleh ayah dan ibunya karena Riani harus kuliah di kota namun sejak tiga tahun belakangan ini, mereka tak pernah lagi terpisah. Riani bahkan selalu tidur dengan Arma.
"Arma, ikut sama mama ya? Nanti jika panen kita berhasil, ayah dan ibu akan pergi liburan ke Inggris dan melihat Arma." ujar Arya.
"Arma nggak mau! Arma sayang sama ayah dan ibu. Arma mau di sini dulu." Arma memeluk kakeknya dengan erat.
Riani merasakan seluruh tubuhnya menjadi lemah. "Bagaimana bisa aku pergi tanpa Arma? Aku juga nggak mau berpisah dengan anakku."
*************
Wah...wah....om bule bisa pusing 7 keliling jika Riani tak jadi pergi.
Bagaimana keputusan terbaiknya?
Dukung emak terus ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
gia nasgia
Mengandung bawang
2024-03-28
1
Kezie fitri
part ini aku nangis 😭😭 nangisin Mak bapa di kampung 😭😭
2022-12-17
1
Ety Nadhif
aku mampir LG ka Enny,,,,di bab ini baru bisa komen ga tau knp dari awal bab ga bisa komen🤔🤔🤔
2022-08-10
1