"Perhatian untuk para pembaca terhormat! Ceritaku ini, sedang dalam fase Revisi.
Jika kalian tak menemukan kalimat ini di awal chapter, dimohon untuk tidak meneruskan. Karena itu artinya, Chapter tersebut masih belum direvisi dan berantakan isinya.
Sekian dan terima kasih."
-snjy_3
---
Di Benteng Pertahanan Sementara yang berada tepat di Perbatasan Barat Provinsi Huo Tanah Api Suci dan Provinsi Shan Pegunungan Iblis, pasukan yang terdiri dari ribuan orang tengah bersiap-siap untuk sebuah pertempuran yang akan kembali terjadi tak lama lagi. Sementara di luar benteng terdapat perkemahan besar dari kubu pasukan musuh yang juga tengah bersiap-siap untuk menghadapi pertempuran tersebut.
Kedua pasukan besar itu adalah Faksi Dewata dan Faksi Pendosa. Faksi Dewata adalah aliansi yang didirikan oleh umat manusia, sementara Faksi Pendosa adalah aliansi yang didirikan oleh tiga bangsa yaitu Demon, Goblin, dan Monster.
Di tengah dua pasukan itu lautan mayat bergelimpangan membusuk sehingga menciptakan aroma menyengat dan tak menyenangkan. Lautan mayat tersebut merupakan pasukan Faksi Pendosa yang telah gugur dalam peperangan beberapa tahun ini. Mereka dengan sengaja membiarkannya membusuk agar menurunkan mental pasukan Faksi Dewata.
Seorang pria dengan gagah berani berdiri di atas benteng sambil menatap lurus ke depan mengamati perkemahan musuh. Pandangannya begitu tajam dan serius hingga kerutan di dahinya terlihat jelas dari kejauhan.
Sebagai salah satu pimpinan aliansi tentunya Arai Ken juga memikirkan keadaan mental pasukannya saat berperang di atas lautan mayat tersebut. Arai Ken begitu gelisah melihat lautan mayat tersebut yang kian hari makin menyengat baunya. Apalagi sekilas bisa dia rasakan bahwa pasukan musuh terus menambah jumlah pasukan mereka setiap waktu.
"Tak bosankah kau memandangi para iblis itu setiap waktu? Kalau itu aku, aku pasti sudah langsung bosan memperhatikannya."
Seorang pria sepuh berambut panjang sedikit memutih, berjalan menaiki benteng sambil tertawa melihat Arai Ken begitu serius memandangi lautan mayat tersebut. Entah sudah berapa kali Fujan Daru memergokinya saat seperti itu.
"Senior, kau bisa datang kemari kapan saja namun begitu bukan berarti kau bebas mengagetkanku seperti ini." Balas Arai Ken sambil tersenyum canggung menoleh ke arahnya.
Mereka berdua merupakan dua pemimpin dari sekte besar aliran lurus yang saat ini beraliansi untuk menghentikan para Demon dan aliansinya yang bertindak semena-mena, sebagaimana hakikatnya mereka sebagai kultivator iblis yang ganas, kejam dan tak manusiawi. Walaupun tak semua dari mereka merupakan kultivator iblis.
Perbatasan Barat Provinsi Huo Tanah Api Suci dan Provinsi Shan Pegunungan Iblis, pada jaman dahulu sudah memiliki sejarah panjang sebagai medan perang yang kelam, sebelum sang Kaisar Arkhan akhirnya memutuskan mengambil keputusan untuk melakukan perjanjian damai dengan Demon dan aliansinya.
Semenjak itu tempat dimana mereka tinggal sekarang menjadi bagian wilayah dari Kekaisaran Arkhan yang disebut Provinsi Shan Pegunungan Iblis. Dimulailah era kedamaian sesaat antar ras di Kekaisaran Arkhan selama kurang lebih 50 tahun lamanya sampai sebuah tragedi pembantaian Demon sekitar 3 tahun lalu terjadi.
Menurut laporan seseorang, bangsa Demon dan aliansinya dibantai hanya satu malam oleh seorang manusia yang memiliki kemampuan bertarung sangat tinggi. Namun sampai sekarang pelaku dari pembantaian tersebut masih belum ditemukan sehingga membuat Demon dan aliansinya memaksa melakukan kudeta untuk mencaritahu sendiri dalang dibalik pembantaian ini. Yang kemudian membawa semua ini ke pertempuran yang terjadi sekarang, karena pihak sekte-sekte aliran lurus merasa enggan membiarkan Demon masuk dan mengacak-acak sekte mereka.
Sekte-sekte aliran lurus kemudian membentuk aliansi bersama untuk menghadang laju Demon dan aliansinya di Perbatasan Barat, yang mana kemudian aliansi ini disebut sebagai Faksi Dewata dengan 7 orang pemimpin yang merupakan ketua sekte-sekte besar. Dari ke-tujuh orang tersebut Arai Ken dan Fujan Daru adalah dua dari tujuh, Arai Ken sebagai Ketua Kobaran Api Sejati, sementara Fujan Daru Ketua Bulan Sabit Biru.
"Tak baik merenungkannya secara terus-menerus. Apa yang sudah terjadi, biarkanlah terjadi. Tujuan kita sekarang adalah mencari cara bagaimana mengakhiri perang ini atau kita yang berakhir di sini." Ucap pria sepuh berusia 65 tahun itu, Fujan Daru.
"Selama ada kau, aku yakin kita pasti bisa memenangkan perang ini. Aku yakin seratus persen dengan kemampuanmu." Fujan Daru tertawa kecil sambil menepuk-nepuk pundak Arai Ken.
Arai Ken menatapnya curiga, "Senior, kau yakin padaku atau pada Serigala Dewata itu?"
"Jadi, bagaimana dengan perjanjian yang kau buat dengannya? Apa itu berhasil?" Fujan Daru tersenyum tipis sambil mengelus jenggotnya.
Arai Ken menghela nafas panjang, "Sudah kuduga Senior pasti akan menanyakannya lagi." Arai Ken mengacak rambutnya gelisah.
"Aku tak bisa melakukan apa-apa padanya apalagi memaksanya. Mereka adalah Hewan Ghaib Kuno, sangat sulit untuk mendapatkan pengakuan mereka sehingga kesepakatannya masih sama dengan seperti 3 tahun yang lalu." Ucapnya menjelaskan sambil membenamkan wajahnya di lengan.
"Senior, cukup menggangguku lebih jauh, kau bisa membuatku gila memikirkan ini semua."
Arai Ken mengacak rambutnya frustasi, karena setiap kali datang Fujan Daru selalu saja membuatnya berpikir keras sementara dia selalu tertawa sambil mengatakan hal-hal yang serius.
"Jangan bercanda. Bagaimana mungkin aku membiarkanmu beristirahat sementara aku dan yang lain sebagai orang tua tetap bekerja dan memikirkan keadaan pasukan." Ucapnya sambil tertawa dan menepuk-nepuk pundak Arai Ken.
"Perang adalah bencana yang tak dapat dihindari tanpa kematian. Memang sangat disayangkan banyak pemuda berbakat dari sisi kita juga mati di usia muda pergi meninggalkanku lebih dahulu, bukankah ini tak adil?" Tambah Fujan Daru sambil tersenyum hangat.
Arai Ken mengangkat kepalanya memandanginya dengan tatapan mata yang menyipit, "Senior, bisakah kau berhenti mengatakan hal-hal semacam itu? Kau masih bisa hidup hingga puluhan tahun ke depan, atau mungkin jika kau menemui kesempatan kau bisa hidup hingga ratusan tahun lagi. Selain itu, kau tak bisa melimpahkan tanggung jawabmu kepada para anak muda, kami masih membutuhkan bantuanmu di sini sebagai orang tua."
"Dasar kurang ajar, kau pikir aku tak memahami maksud ucapanmu ya." Fujan Daru tertawa sambil menjewernya pelan.
Arai Ken tak melawannya sama sekali, mereka berdua tertawa lepas selama beberapa saat melupakan semua masalah yang saat ini tengah mereka hadapi.
Setelah beberapa saat Fujan Daru pun berhenti tertawa, wajahnya berubah menjadi lebih serius.
"Apa kau tak merasa ini lucu? Secara tidak langsung kita di sini sedang menciptakan kembali sejarah lama. Bukankah ini agaknya terlalu ironis? Sang Kaisar mati-matian memperjuangkan perdamaian ini lalu kemudian seseorang datang dan mengobrak-abrik Provinsi Shan Pegunungan Iblis dengan dalih perintah dari sang Kaisar yang padahal tak melakukan apa-apa."
"Lalu sekarang setelah semuanya sudah se-kacau ini, sang Kaisar bahkan masih belum menunjukkan tanda-tanda mengirimkan bala bantuan kepada kita untuk menghentikan mereka. Jika aku tahu akan seperti ini, aku takkan membiarkan murid-muridku meninggalkanku lebih dulu."
Fujan Daru terlihat kecewa dengan kebijakan yang sang Kaisar pilih menanggapi situasi saat ini.
Arai Ken hanya diam saja tak berbicara mendengarkannya berkeluh-kesah. Sembari kembali memandangi perkemahan musuh yang terlihat begitu ramai dipenuhi aktivitas.
"Katakan padaku sebenarnya apa yang sedang kau sembunyikan? Kau pasti bukan mengkhawatirkan bala bantuan yang takkan pernah datang, melainkan sesuatu yang lain, bukan?" Tanya Fujan Daru melihat Arai Ken yang kembali muram.
Arai Ken tersenyum canggung kelabakan harus menjawab apa, "Hanya beberapa hal sepele yang belum sempat kuselesaikan." Ucapnya mencoba mengelak.
"Kau selalu saja pintar menutupi sesuatu. Semoga saja itu benar-benar masalah sepele sehingga takkan mengganggu keadaan mentalmu." Ujar Fujan Daru memperingatinya.
Arai Ken menyipitkan matanya sambil menoleh ke arahnya, "Senior, tampaknya kau sedang meremehkanku, ya?"
Fujan Daru hanya tertawa kecil tak membalasnya. Lalu kemudian, terdengar derap langkah seorang pemuda menaiki benteng dengan sedikit terburu-buru.
"Ada apa?" Tanya Fujan Daru.
"Murid ini memberi hormat pada Ketua Sekte Fujan Daru dan Ketua Sekte Arai Ken! Ada seorang utusan yang datang dari Kobaran Api Sejati ingin menyampaikan pesan dan meminta agar Ketua Sekte Arai Ken sendiri yang mendengarnya." Jawab pemuda itu sambil membungkukkan badannya.
Arai Ken menoleh ke arah Fujan Daru lalu menganggukan kepalanya menyerahkan tugas memperhatikan pergerakan musuh dari atas benteng.
"Aku akan pergi kesana. Selain itu, apa ada kabar mengenai bala bantuan dari 7 sekte besar dan yang lainnya?" Tanya Arai Ken sebelum melangkah pergi.
"Mengenai bala bantuan ada kabar terbaru yang baru saja disampaikan dari berbagai sekte, dipastikan jika bala bantuan akan tiba esok pagi. Selain itu ada kabar gembira dari pihak Kekaisaran, mereka mengirimkan bantuan berupa sumber daya perang sebanyak 30 gerobak yang dijadwalkan akan datang sore ini." Jawab pemuda itu.
Arai Ken dan Fujan Daru nampak terkejut mendengarnya lalu tersenyum lega. Setidaknya meskipun Kekaisaran masih ingat pada mereka dengan mengirimkan bantuan berupa sumber daya.
"Lebih cepat dari perkiraan dan diluar apa yang diperkirakan. Kupikir Kekaisaran tak memikirkan perang ini." Fujan Daru tersenyum hangat sambil mengelus jenggotnya.
"Kau pergilah dan temui orang itu. Mungkin dia membawa kabar gembira lainnya." Fujan Daru lalu mendorong Arai Ken perlahan agar turun bersama pemuda itu.
Arai Ken justru merasa sebaliknya saat mendengar ada seseorang yang ingin berbicara secara pribadi dengannya, perasaannya justru resah tak karuan.
"Senior, kau tak perlu khawatir soal itu. Ini hanya masalah keluarga, aku yakin bisa mengatasi semuanya dengan baik." Ucapnya sembari tersenyum menyembunyikan keresahannya.
Fujan Daru tertawa kecil mendengarnya mengatakan hanya masalah keluarga.
"Nak, kejeniusanmu takkan bisa mengubah sikap keras kepala seorang wanita. Kau harus menyelesaikannya secepatnya sebelum malam tiba, atau kau takkan mendapatkan apa-apa nantinya." Ucap Fujan Daru sambil tertawa menggelitik.
Setidaknya Arai Ken bisa bernafas lega karena Fujan Daru tak lagi menginterogasinya.
"Senior, aku titip tugas ini padamu." Ucapnya lalu pergi meninggalkan Fujan Daru di atas benteng sendirian.
"Jika kau mempunyai masalah dalam keluarga, ceritakan saja padaku. Meski begini aku lebih berpengalaman darimu soal itu." Fujan Daru masih tertawa menggelitik membiarkan Arai Ken pergi bersama pemuda itu.
"Tentu saja. Aku pasti akan bercerita pada Senior untuk meminta saran." Arai Ken melambaikan tangannya lalu turun mengikuti pemuda itu.
---
Arai Ken berjalan memasuki tendanya dengan perasaan resah. Arai Ken mengedarkan pandangannya, seorang pemuda yang tampak akrab tersenyum ramah lalu membungkuk hormat padanya. Pemuda itu tak lain dan tak bukan adalah Taki Garaki.
"Heehhh, kupikir Helio yang akan datang sendiri untuk menyampaikan semuanya, ternyata itu kau yang datang." Sapa Arai Ken lalu membalas senyumannya. Kedua alisnya sedikit terangkat karena menyadari ada sesuatu yang berbeda dengannya dibandingkan terakhir kali mereka bertemu.
"Andai tak sibuk mengurusi murid, mungkin Senior Helio yang akan kemari, bukan aku."
Arai Ken kemudian mempersilahkannya duduk saat mereka membicarakan tentang apa yang akan dia sampaikan.
"Jadi, apa yang ingin dia sampaikan padaku sampai harus kita berdua saja yang mendengarkan. Jangan katakan, kalau ini hanya menyangkut bala bantuan dari sekte yang sudah siap berangkat?" Tanya Arai Ken sedikit menyipitkan matanya.
Taki Garaki tergelitik mendengar tebakannya, "Itu memang salah satu yang ingin ku sampaikan, tapi inti dari semuanya..." Taki Garaki berhenti berbicara dan melihat ke sekeliling ruangan memastikan bahwa hanya ada mereka berdua.
"Adalah putra anda, Asta Raiken yang mengatakan niatannya pada Senior Helio untuk meninggalkan desa setelah menerobos Ranah Ahli sekitar dua minggu yang lalu. Kabarnya, pagi ini putra anda telah berhasil menerobos Ranah Ahli dan akan memulai perjalanannya bersama dengan Senior Ace." Lanjut Taki Garaki menjelaskannya.
Mendengar laporan itu kini terjawab sudah apa yang menyebabkan hatinya menjadi resah.
"Ahh, nampaknya Helio pun tak dapat menahannya. Ya sudah biarkan saja, lagipula bocah itu benar-benar keras kepala. Melarangnya pun percuma, dia pasti akan melarikan diri secara diam-diam." Ucap Arai Ken lalu tertawa lepas. Membayangkan raut wajah Helio yang frustasi saat berhadapan dengan putranya.
"Anak itu sungguh berani dan memiliki jiwa berpetualang tinggi, tapi tidak mungkin dia tanpa alasan pergi meninggalkan desa secepat ini, apa alasannya?" Kini Arai Ken justru penasaran dengan alasan yang membuat putranya berniat pergi meninggalkan desa.
Taki Garaki menggaruk rambutnya yang tak gatal sambil tersenyum canggung sebelum menceritakannya.
"Dia ingin mencari tahu pelaku sekaligus untuk membalas dendam atas kehilangan anda. Alasan lainnya untuk memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan dan menjadi lebih kuat untuk melindungi siapapun yang dia sayangi, kurang lebihnya begitu."
Seketika raut wajah Arai Ken berubah serius. "Apa yang sebenarnya Helio katakan untuk mendorongnya agar berkultivasi?"
"Setelah dipikir-pikir rasanya riskan jika memberitahunya secara langsung bahwa anda tengah berperang, jadi Senior Helio juga beserta Senior Ace menyusun skenario lain namun sejalan dengan permintaan anda untuk menyembunyikan identitasnya. Senior Helio mengatakan kepadanya jika anda beserta istri anda telah hilang diserang sekelompok perampok saat tugas pengawalan." Jawab Taki Garaki sambil meringis canggung.
Arai Ken memijat keningnya yang terasa sakit mendengar penjelasan tersebut. Dia tahu walaupun Helio cerdik namun bukan dia yang memutuskan untuk memakai skenario tersebut, yang pasti itu adalah perbuatan Ace yang ingin memberinya dorongan kuat agar mau berkultivasi.
Di sisi lain Taki Garaki juga merasakan apa yang Arai Ken rasakan, terlebih setelah kejadian dimana Ace merangkai sebuah skenario untuknya berlatih.
"Jangan bilang jika dia juga belum mengetahui di sekte mana dia lahir?" Arai Ken sedikit mengangkat kepalanya.
Taki Garaki hanya tersenyum tipis tak berkata-kata, namun dari ekspresinya itu Arai Ken sudah bisa menebak bahwa apa yang dipikirkannya adalah benar. Namun jika melihat dari sisi positifnya memang bagus membuatnya tak tahu di sekte mana dia terlahir.
"Setelah ini kau harus memberitahukannya kepada istriku, sebagai seorang ibu dia pasti menginginkan kabar terbaru mengenai putranya." Ucap Arai Ken sambil berdiri mengakhiri obrolan tersebut.
Taki Garaki pun ikut bangkit hanya saja dengan raut wajah terkejut. "Maksud Ketua, aku yang menghadapi Ketua Aina Misaki sendiri untuk menyampaikan ini?" Taki Garaki sedikit menelan ludahnya.
Arai Ken hanya tersenyum tak berkata-kata. Karena jika dia sendiri yang menyampaikan hal tersebut pada istrinya, tentu saja Aina Misaki pasti akan memarahinya karena tak menyuruh Helio Utake agar menahan putranya agar tidak pergi meninggalkan desa.
Arai Ken kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam cincinnya lalu memberikannya padanya sebagai hadiah.
"Ambil ini, kau membutuhkannya untuk menguatkan pondasi ranahmu saat ini. Ace tiba-tiba dia mengirimkan surat padaku untuk memberitahuku akan kinerjamu dua minggu yang lalu. Aku tak memberitahunya, jadi ku sarankan agar kau mengatakannya pada istriku karena dia pasti akan marah besar."
Taki Garaki tergelitik mendengarnya. "Tapi Ketua, bukankah ini agaknya berlebihan?" Ucapnya setelah melihat isi dari kotak kecil tersebut yang merupakan pil obat tingkat tinggi.
Arai Ken hanya tersenyum kecil seraya mengatakan bahwa itu memang sepantasnya dia dapatkan semenjak menjabat sebagai posisi sebagai Tetua Sekte. Dengan alasan demikian Taki Garaki pun hanya bisa menerima pil obat tersebut dengan pasrah tanpa bisa menolak.
"Temui istriku di barak, dia pasti sedang melatih pasukan saat ini." Ujarnya sambil tersenyum dan melambaikan tangan.
Taki Garaki hanya tersenyum kecut meninggalkan tenda menuju ke barak latihan untuk menemui secara langsung Ketua Sekte Tanah Keabadian, Aina Misaki.
---
Di sisi lain,
Sudah beberapa jam berlalu semenjak Asta berkeliling di hutan mencari-cari Ace yang sampai saat ini belum ditemukannya.
Semakin siang panas terik matahari semakin menyiksa kulit, Asta terpaksa harus berhenti dan beristirahat sejenak di bawah rindangnya pohon.
"Guru, apa menurutmu Ace tergila-gila pada serigala betina sehingga dia pergi meninggalkan rumah tanpa bicara?" Tanya Asta pada Gurunya yang tiba-tiba muncul dari dalam cincin kalungnya.
Mendengar itu Flares hanya tertawa menggelitik sambil memegang perutnya.
"Dasar bocah nakal! Kau pikir aku ini apa?!" Seru Ace yang sedari tadi berada tepat di atas kepalanya.
Asta mendongakkan kepalanya lalu tersenyum gembira. "Ace! Akhirnya kau kembali!" Teriaknya senang sambil membuka lebar dadanya menunggunya melompat ke dalam pelukannya.
Seringai senyum terlihat di wajahnya, Ace melompat ke pelukannya dengan mengubah ukurannya yang seketika menjadi serigala raksasa. Asta menganga lebar tak percaya apa yang dilihatnya, dia tertimpa di bawahnya tak dapat berbicara karena suaranya diredam bulu-bulu halus tersebut.
Ace tertawa puas setelah membuatnya tak dapat berbicara. Asta menggerakkan tubuhnya memberontak agar Ace segera menyingkir darinya. Sementara itu Flares juga ikut tertawa menyaksikannya.
"Kau benar-benar kelewatan, Ace." Dengus Asta sebal sambil membersihkan pakaiannya.
"Bukan aku yang kelewatan, melainkan dirimu yang terlalu mungil." Balas Ace lalu tertawa diikuti Flares.
Asta menyipitkan matanya mendengar kata-kata tersebut. "Aku tak tahu bagaimana kau melakukannya, tapi yang jelas kau sangat besar dan hampir mirip dengan ayahmu, Haru."
Asta tak tahu metode apa yang digunakannya hingga bisa membesarkan dan mengecilkan posturnya hingga menjadi seekor serigala putih raksasa. Namun yang dia tahu, ketika dalam bentuk normalnya saja Ace sangat kuat, apalagi jika dia sebesar ini sekarang, rasanya mustahil menundukkan serigala setinggi lima meter ini dengan ratusan orang dewasa sekalipun.
Mereka berdua masih saja tertawa, bahkan Ace seperti tak ada niatan untuk menjelaskan bagaimana dia bisa mengubah posturnya secara signifikan seperti itu.
"Baiklah terserah kalian berdua, aku mau tidur." Ucap Asta sambil menyender lalu memejamkan matanya. Asta sedikit kesal karena merasa diabaikan.
Sebenarnya Asta tak benar-benar serius ingin tidur. Asta hanya berpura-pura memejamkan matanya menunggunya lengah untuk membalas perbuatannya.
Selesai tertawa Ace mengembalikan tubuhnya ke ukuran semula seperti sebelumnya. Saat angin menyapu bulu-bulu indahnya tersebut, Asta mengangkat tangannya menangkap ekornya dengan cepat.
"Kena!" Teriak Asta sambil tersenyum penuh kemenangan.
"Aauuu...!"
Ace melolong hingga burung-burung berterbangan kaget kesana-kemari. Sementara itu Asta tertawa terbahak-bahak karena akhirnya dapat membalas kekesalannya tersebut.
"Dasar bocah nakal!"
Ace memutar kepalanya mencoba menggigitnya namun sebelum itu Asta melepaskan tangannya lalu pergi berlari menjauh sambil tertawa puas diikuti dengan Flares.
"Jangan kira kau bisa lari dariku!" Teriak Ace lalu mengejarnya.
"Jika tak pernah mencobanya mana mungkin aku tahu." Jawab Asta penuh percaya diri.
Asta benar-benar mencoba sekuat tenaga lari dari kejarannya sampai-sampai mengerahkan seluruh kemampuannya. Hanya saja semua usahanya masih mustahil untuk bisa lepas dari kejaran Ace. Hanya butuh beberapa detik baginya untuk menangkapnya.
"Bocah, masih terlalu dini untukmu bisa lepas dariku." Ace melayangkan kakinya tepat ke arah kepalanya.
"Dan masih terlalu cepat untuk merasa bangga, Ace." Sahut Asta setelah berhasil menundukkan kepalanya menghindari kakinya.
Ace mendengus kesal hingga geram dibuatnya. Sementara itu Asta justru tertawa senang karena baginya sangat jarang mereka bisa bersenang-senang seperti ini lagi.
"Nampaknya kau mulai sombong setelah menerobos ke Ranah Ahli. Tunggu saja saat aku berhasil menangkapmu akan ada hadiah spesial yang kuberikan untukmu."
Sebenarnya Ace bisa saja menangkapnya dengan cepat jika dia benar-benar serius mengerahkan kemampuannya. Hanya saja Ace terlalu malas melakukannya hanya untuk main-main seperti ini, sehingga kejar-kejaran itu pun terus berlanjut.
Asta yang mengetahui jalan pikirannya yang terlalu diri tentu memanfaatkan hal itu agar bisa bermain-main dengannya.
Hingga kemudian Ace pun mulai kesal dan menggeram marah. "Diberi kesempatan kau malah meminta hukuman!" Ucapnya menggerutu.
Asta menoleh ke belakang sambil menjulurkan lidahnya sehingga tak melihat ada akar pohon yang malang-melintang di depannya.
Disaat yang bersamaan Ace pun tersenyum menyadari hal itu. Asta yang ceroboh akhirnya tersungkur ke tanah tak dapat menghindari Ace yang melompat ke atas punggungnya sembari merubah ukurannya kembali menjadi serigala raksasa.
"Sial! Aku ceroboh!" Pekik Asta. Namun dia terlambat menyadarinya.
Ace mendarat dengan keras di atas punggungnya sambil menyeringai lebar.
"Uhukk! Kau sangat kejam, Ace..."
Tubuh besar dan berbulu itu begitu berat menimpa tubuhnya, seolah-olah batu besar dijatuhkan tepat di punggungnya. Asta bahkan hingga terbatuk-batuk dibuatnya saat ini. Setelah itu dia kembali ke ukuranya yang semula.
Ace tersenyum menyeringai tak peduli, justru saat ini dipikirannya terlintas sebuah rencana yang akan dilakukannya terhadapnya.
Seketika Asta bergidik ngeri melihat seringai senyum wajahnya. Tanpa sadar Asta menelan ludahnya sendiri.
"Seperti yang sudah ku katakan, aku mempunyai hadiah ucapan selamat atas kenaikan ranahmu saat ini."
Ace membuka lebar mulutnya lalu mengigit bokongnya dengan kuat, seketika Asta menjerit kesakitan karena kuatnya gigitan Ace.
"Akhh! Dasar sialan! Cepat lepaskan! Akhh! Kau keparat! Lepaskan!" Teriak Asta sambil berusaha memberontak dari gigitannya. Asta merasakan bokongnya hampir lepas dari tempat yang seharusnya.
Ace tak memperdulikan teriakannya sama sekali, justru malah menguatkan gigitannya agar lebih kuat lagi. Sementara itu Flares juga ikut tertawa melihat perilaku mereka berdua. Perutnya sampai terasa sakit karena dibuat tertawa oleh mereka berdua sedari tadi kemunculannya.
Namun sesaat kemudian, Flares menyadari sesuatu dan berhenti tertawa. Flares melebarkan pandangannya ke segala sisi untuk mengetahui siapa orang yang tengah mengintip dari kejauhan. Namun setelah tahu siapa orang tersebut Flares kembali tertawa mengabaikan keberadaannya.
Sementara itu, Kenshin yang sedari tadi memperhatikan hanya bisa meneguk ludahnya sendiri melihat apa yang Asta lakukan hingga membuat Ace kesal. Kenshin bergidik ngeri tak berani melangkahkan kakinya lebih jauh, jadi Kenshin pun diam menunggu kesempatan untuknya bisa keluar dan menyampaikan hal itu pada Asta.
"Ace, ayolah! Apa kau ingin membunuhku?!" Teriak Asta kesakitan masih mencoba memberontak.
"Aku memang tidak akan membunuhmu, tapi bukan berarti aku akan diam."
Ace masih mempertahankan gigitannya dengan kuat sementara Asta meringis kesakitan.
"Akh! Ayolah Ace, aku minta maaf!"
Ace masih tetap tak peduli dengan apapun yang Asta katakan padanya hingga setengah jam lamanya dia menggigitnya seperti itu.
Asta merasakan jika bokongnya mati rasa, saat dia mencoba duduk pun rasanya ngilu. Bekas gigitan taringnya terasa sangat dalam menancap pada bokongnya hingga membuatnya lumayan lama untuk kembali seperti semula.
Mereka berdua kini menertawakannya yang tak dapat duduk dikarenakan bokongnya terasa nyeri.
"Apa masih belum selesai..?" Tanya Asta kesal.
"Tentu saja belum." Ucap mereka lalu lanjut tertawa lagi.
Asta mendengus kesal, tak disangka Ace akan melakukan hal yang memalukan seperti itu. Pikirnya Ace hanya akan memberinya hukuman penambahan latihan, tapi ternyata itu jauh dari bayangannya.
"Jangan kau kira aku ini bodoh. Aku tahu apa yang kau rencanakan." Ucapnya yang tahu apa yang Asta pikirkan.
"Jadi apa yang kau maksud dengan serigala istimewa saat itu setelah apa yang kau lakukan kepadaku? Apa kau tak punya malu?"
Ace tak peduli dengan perkataannya dan terus tertawa terbahak-bahak melihatnya kesulitan untuk duduk.
---
"Ngopi bukannya dapet inspirasi malah berimajinasi."
-snjy_3
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments