"Perhatian untuk para pembaca terhormat! Ceritaku ini, sedang dalam fase Revisi.
Jika kalian tak menemukan kalimat ini di awal chapter, dimohon untuk tidak meneruskan. Karena itu artinya, Chapter tersebut masih belum direvisi dan berantakan isinya.
Sekian dan terima kasih."
-snjy_3
---
Asta menyelam ke dasar sungai cukup lama. Dari dasar sungai, Asta samar-samar melihat Moegi mendengus kesal dan lalu pergi.
Asta memunculkan kepalanya sedikit, untuk memastikan apakah Moegi benar-benar pergi atau hanya bersembunyi. Tapi setelah beberapa saat, Moegi tak lagi menampakkan diri. Artinya dia telah kembali.
Asta berenang ke seberang sungai. Waspada jika seandainya gadis itu mempermainkannya. Buru-buru, Asta berlari ke dalam hutan. Asta lalu bersembunyi di balik pohon.
Permasalahan mengenai kobaran api hitam yang selalu menyala di tangannya, kini telah teratasi. Saat Asta melompat ke sungai, api ditangannya seketika langsung padam.
Asta bernafas lega sambil memegang dadanya, dia berkata, "Sepertinya, kali ini aku benar-benar selamat," ucapnya sambil tersenyum tipis.
"Tadi itu benar-benar menakutkan. Auranya sampai membuatku kesulitan bernafas," gumam Asta mengenai aura yang Moegi pancarkan padanya.
Asta meraih cincin di kalungnya, dia menatapnya lekat sambil berkata, "Guru! Apa kau masih belum bangun juga?!" Panggilnya dengan nada kesal. Namun, tak ada balasan apapun.
Asta menghembuskan nafasnya gusar lalu bangkit berdiri. Asta memandangi pakaiannya yang kini terlihat basah kuyup. Asta menghembuskan nafas gusar lagi, sambil mengeluarkan pakaian kering dari cincin penyimpanan.
Sebelum melepas dan mengganti pakaian, Asta menoleh ke kanan-kiri. Khawatir ada seseorang yang melihatnya.
---
Di sisi lain, seorang pemuda berparas cantik baru saja tiba, tak jauh dari lokasi Asta. Matanya menyipit memperhatikan apa yang sedang Asta lakukan dari kejauhan.
Saat Asta membuka pakaiannya, pemuda itu langsung menoleh ke arah lain. Membiarkannya mengganti pakaiannya yang basah kuyup.
---
Pemuda berparas cantik tersebut adalah, Joashua Ramier. Saat ini Joashua Ramier berumur 24 tahun. Joashua merupakan seorang Ras Elf. Dia memiliki rambut panjang biru salju, kulitnya pun bersih seputih salju. Alis matanya lentik dan menawan. Pupil matanya berwarna biru, dan ujung daun telinganya lancip.
Joashua Ramier memiliki sifat periang dan suka bercanda. Namun, dia paling sensitif saat orang lain memanggilnya cantik seperti gadis. Joashua Ramier bisa menyesuaikan sikapnya tergantung situasi.
---
Asta memeras pakaiannya yang basah kuyup, dan memasukkannya ke dalam cincin penyimpanan. Tiba-tiba instingnya berdengung, tanda bahwa ada bahaya.
"Syuuuhhhh!" Bunyi anak panah melesat dengan cepat ke arah Asta.
Refleks Asta berguling ke samping. Kilatan panah bercahaya melintas dengan cepat, dimana Asta sebelumnya berdiri. Sedetik saja Asta telat menyadari, panah cahaya itu pasti menembus dadanya, bukan hanya sekedar menancap pada pohon.
Asta langsung menoleh ke arah panah itu berasal sambil berteriak, "Siapa...?!!" Tanyanya emosi. Matanya menyusuri hutan dengan waspada.
Kilatan-kilatan cahaya lainnya berdatangan. Asta memasang kuda-kuda siap bertarung. Dengan ketangkasan dan kelincahannya, Asta menghindari kilatan-kilatan cahaya tersebut.
Belasan kilatan-kilatan cahaya lainnya terus-menerus berdatangan. Karena tak punya pilihan lain, Asta harus mengeluarkan segenap kemampuannya untuk menghindari serangan tersebut. Sekalipun Asta harus memakai tekhnik api, yang susah payah sebelumnya berusaha Asta padamkan.
"Aku tak tahu siapa kau, dan untuk apa kau menyerangku. Tapi karena kau yang memaksaku, maka aku takkan segan," ucap Asta sambil memasang kuda-kuda untuk melakukan pelepasan jurus.
"Pelepasan Esensi Roh, Api Pemakan Cahaya!" Asta menyalurkan sumber surgawi ke arah tangannya, mengaktifkan Esensi Roh Api Pemakan Cahaya, yakni jenis api terkuat dan terganas, yaitu api hitam. Api tersebut langsung membungkus kepalan tangannya.
"Seni Surgawi Rendah Emas, Pukulan Peremuk Raga!" Dengan api hitam ditangannya, Asta meningkatkan serangan tinjunya dengan tekhnik tersebut. Menjadikannya lebih kuat, daripada saat Asta tak melakukan Pelepasan Roh.
Asta melayangkan tinjunya, ke arah panah cahaya yang mengarah padanya. Setiap kali tinjunya bertabrakan, panah tersebut seakan lenyap ditelan api ditangannya. Asta tersenyum dengan percaya diri, tanpa ada rasa khawatir ataupun takut. Andrenalinnya terpacu, jantungnya berdebar kencang bersemangat.
"Teruskan semuanya dan jangan salahkan aku, jika aku membakar hutan ini!" Ancam Asta dengan nada menggertak.
Kilatan-kilatan cahaya itu pun berhenti. Kini tak ada lagi panah cahaya yang datang padanya. Sosok berparas cantik, berambut panjang biru salju muncul dari balik pohon.
Asta menatap lekat daun telinganya yang lancip, kulitnya putih sebersih salju, dan pupil matanya berwarna biru. Kedua mata Asta terbuka lebar, terkagum-kagum menatapnya.
Bukan tanpa alasan Asta mengaguminya. Sosoknya bener-bener sangat cantik dan anggun. Dia tampak berbeda dari manusia pada umumnya yang Asta ketahui. Asta tak bisa mengatakan, apa itu semacam anugerah atau mungkin malah sebaliknya?
Sosok berambut biru itu berjalan mendekat sambil berkata, "Meskipun panah-panah itu hanya beberapa persen dari kekuatanku, kau cukup hebat bisa menghindarinya. Sepertinya kau memiliki sedikit kemampuan," ucapnya sambil tersenyum dengan mata tertutup.
Asta tak bisa menyimpulkan arti senyumnya, apakah itu semacam pujian atau malah ejekan?
Asta mengerutkan keningnya sambil bertanya, "Tunggu sebentar. Engkau ini, wanita atau pria? Rupamu anggun dan cantik, kulitmu bersih seputih salju. Lalu kulihat, bulu matamu juga lentik. Tapi, suaramu seperti laki-laki. Namun yang paling membuatku penasaran, adalah bentuk daun telingamu yang berbeda denganku. Apa itu semacam riasan?" Tanya Asta secara blak-blakan.
Mendengarkan berbagai pertanyaan yang Asta lontarkan, membuat wajahnya tampak merah padam. Dia pun membantah, "Apa kau sedang mempermainkanku, bocah manusia?! Tentu saja aku ini pria, apa kau buta?!” teriaknya penuh emosi.
Asta menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Tidak. Maksudku, sejujurnya aku mengagumimu. Baru kali ini aku melihat seorang manusia..."
"Aku ini Elf!" potongnya menegaskan. Wajahnya tampak sangat marah.
"Ternyata begitu. Ehhh?! Elf?!" Ucap Asta balik dengan tatapan tak percaya.
"Bukankah Elf hanya ada di cerita dongen?! Apa kau pikir aku ini bocah yang dapat kau bodohi dengan hal semacam ini?!" Tambah Asta masih tak percaya dengan ucapannya.
Ini adalah kali pertama Asta melihat seorang Elf secara langsung. Hal yang selama ini dia pikir hanya ada di dalam cerita dongeng. Tak pernah berpikir bahwa Elf benar-benar ada.
Wajah Elf itu sedikit memerah menahan emosi, "Sekali lagi kau mempermainkanku dengan pertanyaan-pertanyaan bodohmu, akan kucincang dua bola di bawah perutmu itu!" ancam Elf tersebut.
"Hei! Kau tak bisa menjadikan hal itu sebagai candaan!" teriak Asta lalu menutupi bagian bawah perutnya. Ekspresinya tampak panik.
Elf itu menghela nafas panjang. Pikirnya, bagaimana bisa dia semudah itu tersulut emosi? Apalagi oleh seorang bocah? Dia perlu tenang untuk menghadapi seorang bocah, yang mungkin hanya tersesat. Sebagai seorang Elf yang terkenal berwibawa, dia tentu ingin menjaga citra penampilannya.
Elf itu menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya. Dia mengulanginya sampai amarahnya teredam.
Tatapan matanya berubah menjadi serius, dia Elf itu bertanya, "Aku tak tahu tujuan dan maksud kedatanganmu. Jadi, jelaskan alasan mengapa kau datang kemari?" Tanya Elf itu dengan tenang.
Asta menggaruk kepalanya dengan telunjuk lalu berkata, "Bukankah seharusnya aku, yang bertanya seperti itu padamu?" Tanya Asta balik.
Elf pria berambut panjang itu, mengelus dadanya sambil merapatkan giginya geram lalu berkata, "Karena ini adalah Hutan Mistik, wilayah milik kami Ras Elf. Itu sebabnya aku ada di sini. Lalu kau, apa yang kau lakukan di sini? Apa kau ingin beralasan tak tahu, dengan larangan melewati batas wilayah?" Jelas Elf itu lalu balik bertanya.
Dahi Asta berkerut heran. Asta membalikkan kepalanya untuk melihat sungai. Sekarang dia mengerti, jika sungai tersebut adalah perbatasan wilayah.
Asta tersenyum canggung sambil mengangkat kedua tangannya dan berkata, "Aku benar-benar tak mengetahui hal itu sama sekali. Orangtuaku hanya berpesan agar tak tersesat di hutan," ujar Asta sambil menggeleng pelan. Telunjuknya menggaruk dahinya yang tak gatal.
Elf itu merapatkan giginya geram. Dia memegang dagunya sambil berpikir sejenak. Setelah itu, dia mengangkat tangan kanannya. Cahaya kebiruan menyeruak dari kepalan tangan kanannya, memanjang lalu menjadi busur cahaya.
Tangan kirinya menarik benang cahaya busur tersebut sambil berkata, "Aku sudah memperingatkan, namun kau malah bermain-main," saat benangnya tertarik, muncul anak panah cahaya.
Asta merasa tak bersalah. Karena dia benar-benar serius tak mengetahui apa-apa. Apalagi mengenai hukum perbatasan wilayah yang Elf itu sebutkan.
Asta memasang kuda-kuda siap siaga, lalu berkata, "Apa kau bisa mengajariku cara membentuk senjata dengan cara seperti itu? Aku tertarik mempelajarinya," ucap Asta sambil tersenyum tipis. Asta tertarik akan tekhnik penciptaan panah cahaya yang Elf itu perlihatkan.
Elf itu menghiraukan pertanyaan Asta. Dia menarik benang busurnya dengan kuat, melepaskan anak panah cahaya. Saat panah cahaya tersebut dilepaskan dan bertabrakan dengan udara, panah-panah cahaya itu menggandakan diri menjadi beberapa bagian. Selain itu, panah-panah cahaya itu memiliki sifat memotong dan kecepatan yang sangat tinggi. Sulit untuk diprediksi, jika seandainya hanya memanfaatkan penglihatan.
Kedua mata Asta terbuka lebar melihatnya. Asta mengayunkan tangannya, menepis kilatan-kilatan panah cahaya yang mengarah kepadanya. Asta sadar, jika bukan karena insting dan refleksnya mustahil dapat menghindarinya.
"Hei! Apa yang kau lakukan?!" teriak Asta yang tampak kesal. Ekspresi wajahnya terlihat marah dan terkejut.
Batin Asta marah bercampur bingung. Dia tak tahu harus menjelaskannya seperti apa lagi agar Elf itu mengerti. Dia benar-benar tak mengetahui apapun mengenai hukum perbatasan tersebut.
Elf itu memasang wajah datar, tak peduli dengan pertanyaan-pertanyaan yang Asta lontarkan. Elf itu menarik benang busur cahayanya. Kali ini, dia serius membidiknya.
Asta sedikit menelan ludahnya. Keringat dingin mengucur di sekujur tubuhnya. Namun, daripada diam menunggu diserang, Asta mencoba melepaskan auranya. Berusaha menekan Elf tersebut dengan aura miliknya.
Elf itu tertawa terbahak-bahak, saat merasakan aura miliknya. Dia batal menarik busurnya, tangannya memegangi perut sambil tertawa.
Dahi Asta berkerut, dia bertanya, "Apa yang kau tertawakan? Kau kira aku sedang bercanda?" Teriak Asta sambil mengepalkan tangannya. Api hitam berkobar-kobar ditangannya. Dia menyentuh salah satu pohon disampingnya.
Meski terkesan berani, dalam hati Asta sebenarnya ketakutan. Detak jantungnya berdebar kencang tak karuan.
-
"Guru, cepat bangun! Muridmu dalam bahaya saat ini! Apa kau masih tetap akan tidur di dalam kalung cincin?!" Batin Asta berteriak memanggil gurunya. Namun, tak ada sahutan apapun darinya.
---
Elf itu berhenti tertawa lalu berkata, "Kau terlahir dengan kekuatan dan bakat tersembunyi, tapi sayangnya kau masih terlalu muda. Ada banyak hal yang mungkin belum kau pelajari. Salah satunya, pengendalian aura. Bagiku, kau seperti anak kecil yang tengah marah," komentarnya terhadap Asta.
Elf itu memegang dagunya, matanya menyusuri Asta dari rambut hingga ke kaki. Dia lanjut berkata, "Awalnya, kupikir kau mata-mata dari kelompok Kultivator Iblis. Tapi sekarang, aku yakin kau bukan bagian dari mereka," ucapnya.
"Meski kekuatanmu terasa kelam dan jahat, tapi auramu bukan seperti milik mereka. Auramu terasa bersih dan suci, itu artinya kau Kultivator Sejati, sama sepertiku. Jika Kultivator Iblis, aura mereka terasa memuakkan dan kotor. Kau akan merasa mual saat bertemu dengan mereka," tambah Elf itu sedikit menjelaskan.
Kedua mata Asta melebar bulat lalu berkata, "Tentu saja bukan," balasnya berkata.
Elf itu mengangguk dan berkata, "Sekalipun begitu..." Setelah berkata demikian, Elf itu menghilang dari pandangan. Kini, dia berdiri di belakang Asta dan menyentuh kedua pundaknya. Busur cahaya yang sebelumnya dia pegang, kini telah tiada.
Sesaat kemudian, Asta merasakan sensasi seperti ada lempengan baja yang menjepitnya dari segala sisi. Pundaknya terasa berat. Jantungnya langsung berdebar semakin kencang. Perasaan cemas dan takut menyelimuti suasana hatinya.
Instingnya berdengung semakin keras di kepala. Namun, sekuat apapun Asta mencoba, dia tetap tak mampu bergerak. Hanya keringatnya yang bercucuran.
"Hukuman tetaplah hukuman. Kau memang bukan Kultivator Iblis, tapi kau telah melanggar batas wilayah. Kau memasuki Hutan Mistik ini, bukan dari jalan yang sudah ditentukan. Sesuai perjanjian Manusia dan Elf, siapapun yang melanggar, maka perlu dihukum," ucapnya pelan di telinga Asta.
---
Hutan Mistik adalah sebutan lain dari Provinsi Senlin, yakni wilayah Elf bertempat tinggal.
---
Dari tangan Elf itu, muncul sebuah pisau cahaya kecil. Dia menarik tangannya, lalu menusukkan pisau tersebut pada punggung bawah bagian kanan Asta.
“Craasshh!" Tusukan pisau tersebut mencipratkan darah.
"Uhukk!" Asta terbatuk-batuk darah. Matanya melihat, dan tangannya menyentuh luka yang menembus perutnya. Batin dan perasaan Asta terasa kacau, pandangannya perlahan mulai gelap.
"Bagaimana bisa...?" Ucapnya sambil melihat darah di tangannya.
Elf itu menarik kembali pisau cahayanya. Darah mengucur semakin deras dari perutnya.
"Seperti yang kukatakan, tak ada toleransi terhadap pelanggar hukuman. Ini adalah hukuman untukmu, kuharap kau menjadikan ini pelajaran," ucapnya sambil menepuk pundak Asta.
"Tapi tenang saja, tusukan ini tak mengenai bagian vital. Meskipun terlihat kejam, aku masih memiliki hati nurani. Karena ini adalah hukuman pembelajaran, aku hanya membuatmu pingsan. Setelah ini, akan ada temanku yang datang dan bisa menyelamatkanmu," tambah Elf itu sambil tersenyum tipis.
Elf itu mendekatkan mulutnya ke telinga Asta dan berkata, "Ingatlah, namaku Joashua Ramier. Aku ketua kelompok Light Elf Guardian. Salah satu kelompok penjaga keamanan Hutan Mistik," bisiknya di dekat telinga Asta.
Pandangannya semakin gelap, tapi setidaknya Asta masih mendengar saat Joashua memperkenalkan dirinya.
Joashua menangkap Asta yang hampir terjatuh, karena tak sadarkan diri. Dia menghela nafasnya gusar lalu berteriak memanggil, "Sampai kapan kalian ingin tetap bersembunyi?! Cepat kemari, aku membutuhkan bantuan untuk menyembuhkannya," panggilnya terhadap teman-temannya.
Empat Elf lainnya melompat keluar dari dahan pohon sambil tersenyum. Dua diantara mereka adalah Elf perempuan.
---
Ke-empat Elf itu adalah rekan kelompok Joashua Ramier di Light Elf Guardian. Usia mereka seumuran, yakni 24 tahun. Sebagai Elf, mereka berempat memiliki paras yang rupawan dan pesona indah.
Elf perempuan dengan rambut dan pupil mata biru cerah, adalah Rasya Marona. Sebagai seorang Elf, paras dan kecantikannya bukan main-main. Rasya Marona adalah Elf yang ceria, suka bercanda dan petakilan. Juga, dia memiliki sisi lemah lembut.
Elf perempuan dengan rambut dan pupil mata hijau cerah, adalah Yelaina Kire. Yelaina Kire, adalah yang paling kalem daripada yang lainnya. Sebagai seorang Elf, Yeleina Kire benar-benar terlihat anggun.
Elf pria dengan rambut dan pupil kuning, adalah Vormir Heyan. Dia memiliki sifat yang ceria dan tidak mudah terbawa suasana.
Elf pria dengan rambut dan pupil hijau, adalah Voiaxy Fiar. Voiaxy adalah yang paling pendiam diantara keempatnya. Dia jarang berbicara dan hanya memperhatikan.
---
Rasya menatap tajam ke arah Joashua, "Kau memanggilku hanya ketika membutuhkanku saja," ucapnya lalu menggembungkan pipinya.
Joashua tertawa canggung lalu berkata, "Jika kau tak cepat, dia bisa mati," ujarnya menunjuk Asta dengan matanya.
Rasya memutar bola matanya malas. Bibirnya sedikit miring ke samping. Lalu berkata, "Tanpa kau suruh pun akan kulakukan," ucapnya.
Rasya berjalan mendekati Asta. Rasya mengarahkan tangannya di atas luka perut Asta, dan mulai membacakan mantera penyembuh. Titik-titik cahaya kehijauan muncul, memperbaiki luka tersebut secara cepat. Hanya dalam hitungan detik, luka tersebut hilang.
Vormir menatap Joashua bertanya, "Lalu, apa yang ingin kau lakukan selanjutnya?" Tanyanya sambil menunjuk Asta yang tak sadarkan diri.
Joashua tak menjawab. Dia menoleh ke belakang, lalu melemparkan Asta ke arah sungai. Asta pun hanyut terbawa arus sungai.
Mereka berempat melongo melihat apa yang dilakukannya, "Joashua, apa kau gila?!" Teriak mereka bersamaan.
Joashua hanya tersenyum tipis lalu berkata, "Masalah beres. Ayo kembali dan laporkan hal ini," ucapnya sambil membersihkan tangan.
Yeleina menggaruk rambutnya yang tak gatal, tak mengerti dengan apa yang Joashua lakukan. Yeleina membuka mulutnya hendak berkata sesuatu.
"Dasar tak manusiawi! Lantas mengapa kau memintaku menyembuhkannya, kalau kau sendiri hendak mencelakakannya lagi?!" Bentak Rasya marah. Memotong Yeleina yang hendak berbicara.
Joashua langsung pergi begitu saja meninggalkan mereka berempat. Wajahnya tampak panik melihat Rasya yang begitu marah padanya.
"Aku minta maaf!" Teriak Joashua sambil berlari.
"Kau! Dasar sialan! Kata maaf tak merubah segalanya!" Balas Rasya lalu berlari mengejarnya.
Yeleina mengangkat tangannya ingin menghentikan mereka, namun Voiaxy meraih tangannya sambil menggeleng pelan.
"Tak perlu melakukannya. Joashua memang tak pernah berpikir saat berbuat. Biar saja dia kena amuk Rasya," ucap Voiaxy padanya.
Yelaina menghembuskan nafasnya pelan lalu berkata, "Agaknya asing jika tak melihat mereka seperti itu, satu hari saja," ucapnya.
Vormir tertawa kecil mendengarnya. Dia pun berkata, "Kita harus kembali sekarang dan melaporkan apa yang telah terjadi," ajaknya. Mereka pun mengangguk dan berjalan kembali ke pemukiman.
---
Di sisi lain, setelah mendapat informasi tambahan, Dao Li pun pergi menuju ke hutan. Dengan kecepatan penuh, Dao Li berlari menuju ke lokasi insiden kebakaran hutan sebelumnya. Insiden yang Asta sebabkan secara tak sengaja, saat sedang berlatih.
Dao Li melebarkan auranya, matanya ikut mencari ke sekitar. Dao Li menoleh kesana-kemari, sampai akhirnya terdengar bunyi pertarungan. Dia pun bergerak menuju asal suara tersebut.
Jantungnya seakan berhenti, saat melihat Taki Garaki dikepung Hewan Ghaib dari segala arah. Namun sesaat kemudian, Dao Li sadar bahwa dia tak perlu mengkhawatirkannya. Tetua berambut merah itu, dengan sigap menghabisi para Hewan Ghaib yang mengepungnya.
Tebasan pedangnya begitu kuat dan tajam, tak ada yang mampu menahannya lebih dari tiga tebasan. Mereka mati terkapar tak berdaya.
Taki Garaki mengerutkan dahi saat menyadari kedatangannya, dia pun bertanya, "Dao Li?! Sekarang tempat ini sangat berbahaya. Ada banyak Hewan Ghaib yang entah sejak kapan berada disini. Kau harus kembali!" Perintahnya sambil mengibaskan darah Hewan Ghaib di pedangnya.
Murid berambut hijau ini mengangkat tangannya sambil berkata, "Senior, ada sesuatu yang harus ku katakan padamu," ucap Dao Li sambil mengatur nafasnya.
Dahinya masih berkerut heran, dia berkata, "Sesuatu? Apa ada masalah lain yang terjadi, selain Asta yang menghilang setelah membakar hutan?" Tanyanya penasaran.
Dao Li tertawa kecil lalu berkata, "Tidak ada masalah lain. Justru ini informasi tambahan tentang Asta dari Moegi. Dia berkata jika Asta melompat ke sungai dan melewati perbatasan wilayah. Kemungkinan besar, saat ini dia pasti sudah ditemukan para penjaga perbatasan," jelas Dao Li.
Kedua mata Taki Garaki melebar terkejut. Dia menepuk jidatnya pelan lalu berkata, "Terima kasih atas informasinya, Dao Li. Sekarang, kembalilah ke desa. Beritahukan murid yang lain agar menjauh dari hutan," titahnya pada Dao Li.
Dao Li mengangguk mengerti lalu berkata, "Senior, berhati-hatilah!" Ucapnya.
Taki Garaki tersenyum dan menjawab, "Tentu saja," ucapnya.
Setelah berkata demikian, Dao Li pun berbalik arah dan kembali ke pemukiman. Dia harus memberitahukan yang lain, agar menjauh dari hutan.
Setelah Dao Li tak terlihat, Taki Garaki menyarungkan kembali pedangnya. Pandangannya memperhatikan mayat-mayat Hewan Ghaib yang terkapar di sekitarnya.
Taki Garaki menghembuskan nafas panjang, "Padahal sekitar satu jam yang lalu, hutan tampak sepi. Tapi sekarang, entah darimana Hewan Ghaib peringkat 3 dan 4 ini tiba-tiba muncul? Ini sangat aneh," ucapnya sambil memegang dagunya.
"Walaupun ini bukan masalah bagiku, tapi mereka bisa jadi berbahaya bagi para murid. Apalagi mereka yang masih dibawah Ranah Master," ucapnya lagi bergumam pelan.
Taki Garaki kemudian berjalan dan mengumpulkan bangkai Hewan Ghaib tersebut. Dalam sekali ayunan tangan, bangkai-bangkai itu masuk ke dalam cincin penyimpanan.
"Aku harus bergegas menuju ke perbatasan. Para penjaga pasti sudah menemukannya lebih dulu. Kuharap, mereka tak melakukan hal buruk padanya. Walaupun, pelanggar perbatasan wilayah pasti akan mendapat hukuman, apapun alasannya," gumam Taki Garaki lalu melanjutkan langkahnya.
Di tengah jalan, lagi-lagi Taki Garaki dicegat serombongan Hewan Ghaib yang serupa seperti sebelumnya. Rombongan tersebut terdiri dari, Serigala Merah, Banteng Bertanduk Api, Rubah Berekor Panjang, dan Burung Jengger Api. Mereka adalah Hewan Ghaib yang memiliki kemampuan dan resistansi terhadap elemen api. Mereka berjumlah 12, yang mana masing-masing jenis terdiri dari 3 Hewan Ghaib.
Taki Garaki menarik pedangnya sambil memasang kuda-kuda. Wajahnya terlihat serius dan waspada. Batinnya mengkhawatirkan kondisi Asta, tapi dia harus melewati mereka semua untuk menyusulnya.
"Aku tak bisa bermain-main dengan kalian lebih dari 10 menit. Jadi, maafkan aku," ucap Taki Garaki lalu menerjang ke depan.
Taki Garaki melepaskan tebasan pada salah satu Serigala Merah. Serigala itu melolong marah. Namun, tanpa membuang waktu Taki Garaki melepaskan tebasan pedang sekali lagi hingga membuatnya terbunuh.
Taki Garaki melepaskan tebasan demi tebasan. Serigala-serigala itu pun terbunuh dengan cepat. Menyisakan 3 jenis Hewan Ghaib lainnya.
Taki Garaki merapatkan giginya, tangannya memegang erat pedangnya. Taki Garaki meluncurkan tebasan pedang yang sangat kuat, sehingga membunuh 3 Burung Jengger Api sekaligus.
Matanya beralih pada Banteng Bertanduk Api dan Rubah Berekor Panjang. Tantangan tersulit adalah, Rubah Berekor Panjang yang memiliki kelincahan. Sedangkan Banteng Bertanduk Api, meskipun memiliki kulit tebal, dia masih yakin bisa menghabisinya dengan cepat.
Taki Garaki melepaskan semangat bertarungnya, mengintimidasi Rubah Berekor Panjang agar tak menyerangnya diam-diam. Taki Garaki berkonsentrasi mengumpulkan kekuatan untuk membunuh ketiga Banteng Bertanduk Api itu dengan cepat.
Meskipun membutuhkan kekuatan dua kali lebih besar, Banteng Bertanduk Api itu pun akhirnya dapat dikalahkan. Tersisa Rubah Berekor Panjang yang mungkin sedikit sulit.
Ketiga Rubah Berekor Panjang tersebut bekerja sama untuk melancarkan serangan. Namun, satupun serangan dari mereka bertiga tak ada yang mengenainya. Taki Garaki menebas salah satu Rubah Berekor Panjang, hanya saja dia menghindar.
Taki Garaki menggertakkan giginya geram. Dia melepaskan aura bertarung lebih kuat lagi, agar mereka tak dapat bergerak. Setelah itu, Taki Garaki pun menebas mereka sekaligus.
Setelah berhasil, ekspresi wajahnya tampak sumringah. Taki Garaki bergegas mengumpulkan bangkai-bangkai tersebut, lalu memasukkannya ke dalam cincin.
Sebelum menyarungkan kembali pedangnya, Taki Garaki mengibaskan darah yang mengotorinya. Setelah itu, dia pun melanjutkan perjalanan.
Tak butuh waktu lama untuknya tiba di sungai perbatasan. Sesampainya di sana, Taki Garaki mengeluarkan sebuah Giok Merah dari dalam cincinnya. Dia mengangkat Giok tersebut setinggi-tingginya. Giok itu menyala, menampilkan visualisasi identitas Taki Garaki. Hal itu guna memberitahukan kedatangannya, pada penjaga perbatasan wilayah.
Setelah satu menit mengangkat tangannya, Taki Garaki menurunkan kembali tangannya. Dia memasukkan kembali Giok Merah tersebut pada cincinnya.
Lebar sungai sekitar tiga puluh meter. Taki Garaki tentu tak mau membasahi dirinya dengan menceburkan diri ke sungai. Taki Garaki melakukan ancang-ancang seperti akan melompat.
"Pelepasan Roh Rajawali Awan Api, Sayap Awan Api!" Tekhnik tersebut merupakan tekhnik yang didapatkannya setelah melakukan Kontrak Perjanjian Roh dengan Hewan Ghaib, Rajawali Awan Api. Tekhnik tersebut membuatnya memiliki sayap Rajawali Awan Api. Sayap tersebut berwarna putih, namun di ujung bulunya menyala api kecil berwarna merah.
Setelah itu, Taki Garaki pun menyebrangi sungai dan terbang di atasnya. Dia mendarat dengan mulus di sisi sungai. Taki Garaki menghilangkan sayap di punggungnya. Dia duduk dengan sabar menunggu kedatangan penjaga perbatasan wilayah menyusulnya.
---
"Kamu emang manis. Tapi sayang, aku sukanya yang pedes,"
-snjy_3
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments