Ch5 Ancaman Moegi (Remastered)

"Perhatian untuk para pembaca terhormat! Ceritaku ini, sedang dalam fase Revisi.

Jika kalian tak menemukan kalimat ini di awal chapter, dimohon untuk tidak meneruskan. Karena itu artinya, Chapter tersebut masih belum direvisi dan berantakan isinya.

Sekian dan terima kasih."

-snjy_3

 

Moegi mendengus kesal sambil menggerutu, "Kau pikir aku akan melepaskanmu? Tidak akan!" Gerutu Moegi. Amarahnya meluap dengan cepat. Darahnya mendidih dan tangannya mengepal kuat.

Pandangan matanya tertuju pada punggung Asta. Moegi berhenti sejenak, dia terlihat melakukan kuda-kuda untuk menerjang ke depan. Moegi menghentakkan kakinya ke tanah, memberikan dorongan yang spontan pada tubuhnya. Moegi melesat dengan cepat ke depan. Seperti terbang satu meter di atas tanah, dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Asta menoleh ke belakang. Matanya membulat sempurna, melihat Moegi yang dengan cepat menyusulnya. Hanya dalam beberapa tarikan nafas, Moegi tiba di sampingnya. Dia melancarkan pukulan dengan tangan kirinya, ke arah perut Asta.

Saat pukulannya mengenai perut, jantung Asta sempat berhenti sejenak tak berdetak. Perasaan takut sudah memenuhi isi pikirannya.

"Kau pikir bisa lari dariku, hah?!" Teriak Moegi sambil menghempaskan tinjunya.

"Ukhh!!" Asta tak dapat mengeluarkan sepatah kata pun. Pukulannya terlalu kuat, hingga membuatnya muntah darah.

Asta terhempas menabrak pohon besar, yang jauhnya sekitar lima puluh meter darinya. Asta tergeletak lemas, menyender di bawah pohon tersebut. Seluruh tubuhnya langsung merasakan sakit. Otot-ototnya keram, tulang-belulangnya serasa remuk.

Moegi berjalan dengan langkah berat menghampirinya. Tatapannya begitu tajam, tangannya masih mengepal kuat kurang puas.

Asta terbatuk-batuk sambil memegangi perutnya. Darah yang mengalir keluar dari mulutnya, menandakan Moegi benar-benar serius memukulnya. Asta langsung mengusap darah yang keluar dari mulut dengan tangannya.

Rupanya bukan hanya Asta yang panik dan ketakutan saat ini. Burung-burung pun berterbangan menjauh, setelah mendengar keributan yang mereka berdua hasilkan.

Padahal saat ini udara berhembus dingin, namun Asta merasakan hawa disekitarnya menjadi panas. Hal itu disebabkan oleh tatapan mata Moegi.

"Urungkan niatmu untuk melarikan diri dariku. Kali ini, tidak ada siapapun yang bisa menyelamatkanmu dariku. Sialan!" Ucapnya sambil melayangkan tendangan.

Tentu Asta tak tinggal diam, menunggu tendangan tersebut mengenai perutnya lagi. Andrenalinnya langsung terpacu, sehingga memberinya refleks untuk menghindar ke samping. Detak jantung Asta berdebar kencang, melihat tendangan tersebut melayang di sampingnya.

"Duuaaggghhhh!!" Bunyi pukulan yang dihasilkan dari tendangan Moegi ke pohon

Asta sempat khawatir pada kaki Moegi. Tapi saat ini, bukanlah waktu yang tepat untuk mengkhawatirkannya, yang jelas-jelas terlihat seperti ingin membunuhnya.

-

Batin Asta berkata, "Daripada mengkhawatirkannya, mungkin lebih baik ku khawatirkan keadaanku saat ini," batinnya sambil menelan ludah sendiri.

Flares tertawa kecil, hanya Asta yang dapat melihat dan mendengarnya. Flares berkata, "Untuk seorang anak gadis, kekuatan fisiknya benar-benar mengerikan. Selain itu, dia juga cantik dan senyumannya sangat manis. Bagaimana pun caranya, kau harus mempersuntingnya menjadi istrimu," ucapnya sambil tertawa.

"Guru! Cukup hentikan omong kosongnya. Gadis sepertinya, meskipun cantik aku tetap tidak mau. Sekarang saja, dia terlihat seperti ingin membunuhku," balas Asta kesal dalam hati.

 

Tendangan keras Moegi, menumbangkan pohon besar tersebut. Memang sulit untuk dipercaya, tapi itulah kenyataannya yang saat ini Asta saksikan. Gadis berusia 10 tahun ini, selalu membuat bulu kuduknya merinding setiap bertemu. Asta sudah tak tahu harus bagaimana lagi menjelaskan kesalahpahaman diantara mereka. Karena Moegi tak pernah mempercayai ucapannya.

Asta tak bisa membayangkan apa yang terjadi, jika seandainya dia tak menghindari tendangan tersebut. Walaupun sebenarnya, untuk menghindari tendangan tersebut Asta juga mengerahkan seluruh tenaganya. Membuat rasa nyeri yang ditubuhnya semakin terasa, Asta terbaring lemah tah berdaya. Nafasnya bahkan mulai melambat.

"Moegi... Aku mengatakan yang sebenarnya... Saat itu, aku tak melihatmu sama sekali... Pandanganku benar-benar tertuju pada rusa... Apa kau tak pernah mempercayaiku sedikitpun?" Tanya Asta, dengan nafas yang kembang-kempis.

"Aku percaya!" Jawabnya cepat, lalu entah kenapa wajahnya tiba-tiba tersenyum. Seolah-olah dia menunggu Asta memohon seperti itu.

-

"Tidak mungkin akan semudah ini! Pasti ada hal lain yang dia inginkan. Mustahil Moegi akan melepaskanku, setelah bersusah-payah memaksaku hingga seperti ini," batin Asta bergejolak keheranan.

Flares tertawa kecil sama seperti sebelumnya. Hanya Asta yang dapat melihat dan mendengar roh pria berambut panjang ini berbicara, "Wanita memiliki sifat yang rumit. Pada saat yang sama, mereka bisa terlihat membencimu namun juga mencintaimu. Percayalah, jika seorang gadis menginginkan sesuatu, mereka akan menunjukkan senyuman termanisnya. Seperti Moegi saat ini," ucapnya setengah tertawa.

 

Moegi membungkukkan badannya agar lebih dekat dengan Asta. Lalu dia pun berkata, "Aku akan melupakan semuanya, jika kau mengikuti kemauanku," ucapnya sambil tersenyum.

Asta menelan ludahnya sendiri. Hal ini persis seperti apa yang dia dan Flares pikirkan. Moegi benar-benar menginginkan sesuatu hal dibalik senyum manisnya. Karena, tidak mungkin tiba-tiba begitu saja Moegi memaafkannya. Walaupun sebenarnya Asta memang tak bersalah.

Firasatnya kian memburuk melihat tatapan matanya yang begitu tajam. Asta terdiam sejenak sambil menatap matanya. Batinnya ragu untuk mengiyakannya. Namun saat ini, dia memang tidak punya pilihan selain mengikuti kemauannya. Karena kalau tidak, Moegi pasti akan membuatnya babak belur dipukuli.

Asta mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berkata, "Selama keinginanmu masuk akal, akan ku turuti apapun kemauanmu. Tapi ingat, kau hanya mempunyai satu permintaan, tidak lebih," ucapnya.

Saat Asta menganggukkan kepalanya pasrah, senyuman terindah merekah di wajahnya. Hati Moegi serasa dibawa melayang tinggi ke angkasa. Setelah sekian lama, akhirnya Moegi bisa mewujudkan keinginannya. Meskipun Asta hanya memberinya satu kesempatan, tapi itu cukup untuk mewujudkannya.

"Karena kau sudah mengatakannya, aku takkan segan untuk mengatakannya. Permintaanku adalah, bawa aku pergi meninggalkan tempat ini bersamamu," ucap Moegi, sambil mengajak janji jari kelingking.

Kedua alisnya berkerut heran, Asta pun bertanya, "Apa yang kau katakan?! Uhukk! Uhukk! Uhukk!" Asta sampai tersedak nafasnya sendiri mendengar permintaannya.

Seketika ekspresi wajah Moegi berubah kembali serius, "Bukankah kau sendiri yang berkata akan menurutinya? Apa menurutmu permintaanku ini tak masuk akal?! Atau jangan bilang kau ingin mengingkarinya?!" Ucapnya sambil menatap tajam.

Asta mengacak rambutnya frustasi lalu berkata, "Bukan begitu maksudku. Membawamu ke luar memang bisa kulakukan. Tapi menjamin keselamatanmu, itu yang tidak bisa aku lakukan," jawabnya sambil menggeleng cepat.

Moegi langsung berkacak pinggang mendengar alasannya. Dia pun membalas, "Aku hanya memintamu agar membawaku ke luar desa, bukan sekaligus melindungiku. Setelah itu, kita berpisah jalan. Aku tak mau dilindungi oleh seseorang, yang bahkan jauh lebih lemah dari diriku sendiri," ucapnya.

Mendengar itu keinginannya, maka lebih-lebih lagi alasan untuk tak menurutinya. Akan seperti apa nasibnya, jika Moegi sampai hidup sendirian. Apalagi dengan sifatnya yang seperti ini, Asta tak bisa membayangkan akan sebanyak apa musuhnya nanti. Belum lagi, orangtuanya pasti takkan mengizinkannya pergi meninggalkan desa.

"Tidak! Bisa-bisa aku... Ukh!" Belum sempat Asta menyelesaikan ucapannya, Moegi memotong ucapannya dengan cara memukul perutnya.

"Moegi... Kau sungguh kejam... Karena alasan inilah aku..." Rintih Asta sambil memegangi perutnya.

"Sudah kukatakan! Pilihanmu sekarang hanya menuruti kemauanku!" Potong Moegi menegaskan.

Asta menghela nafas berat, lalu berkata, "Tidak. Itu lebih mustahil lagi bagiku. Setelah ku pikir-pikir, mungkin lebih baik kita seperti tadi. Kau memburuku, dan aku menghindarimu. Itu lebih masuk akal, daripada aku diburu kedua orangtuamu. Mereka pasti... Ukh!" Lagi-lagi Moegi melancarkan pukulan memotong Asta yang sedang berbicara.

"Bisakah kau tak memukulku?! Aku bahkan belum selesai berbicara! Ukh!" Protes Asta kesal. Hanya saja Moegi terlihat tak peduli, tangannya melancarkan pukulan sekali lagi ke perutnya.

"Ini kesempatan terakhir! Menurut atau pukulan berkekuatan penuh?!" Ancam Moegi sambil menyipitkan matanya.

"Baiklah! Aku menyerah! Aku akan membawamu pergi dari desa! Apakah kau puas sekarang?!" Ucap Asta setuju secara spontan.

Asta sudah tak punya kekuatan untuk menahan pukulannya. Jika Moegi memukulnya dengan sekuat tenaga, maka bisa dipastikan nyawanya mungkin melayang. Walaupun, di dalam hati Asta tak mempunyai niatan untuk menurutinya sama sekali.

Mendengar jawaban itu, membuatnya langsung bersorak gembira. Moegi berteriak kegirangan sambil melompat-lompat. Moegi tertawa senang merayakan keinginannya untuk meninggalkan desa akan terwujud. Setelah sekian lama, akhirnya dia bisa meninggalkan desa tersebut untuk berkelana ke berbagai tempat.

Asta menghela nafas panjang. Membayangkan sedikit gambaran yang akan terjadi, apabila Moegi ikut dalam petualangannya. Asta membayangkan Moegi yang bertengkar dengan seseorang di kedai, hanya karena orang itu menyenggolnya.

Flares tertawa terbahak-bahak melihat Asta yang begitu pasrah dan putus asa. Walaupun sebenarnya, semua hal yang dilakukannya hanya bisa dilihat oleh Asta. Sedangkan Moegi takkan bisa melihat keberadaannya sama sekali.

"Jadi, kapan kita akan pergi?" tanya Moegi tidak sabar.

Asta mengangkat kedua tangannya sambil menggeleng pelan, "Itu tergantung pada kemajuan kultivasiku. Jika aku berhasil menembus Ranah Ahli minggu ini, maka minggu ini aku pergi. Tapi aku masih tak tahu, bisa saja memakan waktu berbulan-bulan atau mungkin bertahun-tahun. Yang jelas, sampai aku mencapainya," ucap Asta seketika membuat Moegi kembali terlihat kesal.

Moegi mengepalkan tangannya bersiap memukul. Namun Asta buru-buru menghentikannya dengan berkata, "Semakin cepat, semakin baik! Aku akan berusaha, semaksimal mungkin!" Ucapnya sambil memaksakan diri untuk tersenyum.

Wajah Moegi langsung kembali ceria. Dia pun berpesan, "Baiklah. Karena kau sudah berkata seperti itu, maka kau harus membuktikannya. Aku pulang dulu. Kau harus berlatih dengan giat dan lebih bersemangat lagi. Kau harus sebisa mungkin mengejar ranahku saat ini," ucapnya lalu berdiri. Sebelum pergi, Moegi memperlihatkan senyuman terindahnya. Asta hanya mengangguk tanpa berkata apapun.

"Ingat! Jangan terlalu sering memikirkanku! Kau harus lebih fokus pada pengembanganmu!" Pesannya lagi sebelum pergi. Moegi berbalik dan berjalan menjauh sambil melambaikan tangannya.

Setelah Moegi tak terlihat lagi, Asta baru bisa bernafas lega. Asta merebahkan tubuhnya di atas rumput, merasakan sensasi nyeri di sekujur tubuhnya. Angin berhembus lewat, menyapu pori-pori kulit wajahnya.

"Dia benar-benar melakukan segala cara agar aku menurutinya, sekalipun dia tahu itu bisa membunuhku. Tapi daripada itu, yang membuatku bertanya-tanya adalah, darimana dia tahu soal ini...?" Gumam Asta heran.

Flares tertawa kecil sambil berkata, "Kau bertanya pada siapa? Apa kau tak mendengar calon istrimu sebelumnya berkata, dia telah mendengar semuanya dari Kenshin," ucap Flares mengingatkannya.

Asta mengacak rambutnya frustasi. Bagaimana bisa Kenshin memberitahunya soal ini?

 

Satu jam berlalu. Asta terlihat sudah pulih sepenuhnya. Semua rasa sakit dan nyeri di tubuhnya menghilang. Asta bangkit dan meregangkan tubuhnya yang kaku. Cuaca hari ini masih terlihat cukup terik, namun angin berhembus kencang.

"Sraakk! Sraakk! Sraakk!" Bunyi sesuatu dari arah belakang, membuatnya penasaran. Jantung Asta berdebar kencang sedikit waspada.

Asta menoleh ke belakang, ternyata bunyi itu berasal dari Ace. Serigala putih itu, datang sambil menyeret rusa buruan. Yang sebelumnya Asta bidik namun meleset, hingga membuatnya melarikan diri.

Asta tersenyum lalu berkata, "Aku pikir kau pergi kemana..." Ucapnya sambil mendekat.

Ace melepaskan gigitannya lalu berbicara, "Aku sedikit bosan. Jadi, aku mempermainkannya terlebih dulu," ucap serigala putih tersebut.

Asta beranjak mengumpulkan kayu bakar. Asta hendak memanggangnya sedikit, untuk mengisi perut. Setelah menyalakan api, Asta mulai menguliti rusanya.

"Sraakk!" Bunyi sesuatu dari arah belakang mengejutkan Asta.

Asta menoleh ke belakang dengan rasa penasaran. Terdengar suara derap langkah, dari balik pohon tumbang di belakangnya.

 

Di balik pohon tersebut, Shiro berjalan dengan busur panahnya. Dahinya berkerut heran dengan apa yang dilihatnya.

"Siapa yang menumbangkan pohon sebesar ini di hutan?" Ucap Shiro. Nada bicaranya terdengar bingung dan heran.

 

Asta menghembuskan nafas pelan. Asta langsung mengenali suara tersebut. Dia adalah Shiro, teman seumurannya.

Shiro terlihat membawa busur dan anak panah, dia berjalan melewati pohon tersebut. Sosoknya muncul dari balik dedaunan. Kedua alisnya terangkat, saat matanya melihat Asta tak jauh di depannya. Mereka hanya berjarak sepuluh meter.

Shiro tersenyum sambil berkata, "Sepertinya, ada yang baru saja panen besar," ucapnya menyapa.

Asta balas tersenyum lalu mengajaknya bergabung, "Kau datang tepat waktu. Kebetulan, saat ini aku membutuhkan sedikit bantuan," panggilnya. Shiro tak mengelak. Dia membantunya menguliti rusa tersebut.

"Hei, Asta. Aku bertanya-tanya, apa kau yang melakukannya?" tanya Shiro sambil menunjuk ke arah pohon yang tumbang itu.

Asta menggelengkan kepalanya pelan lalu menjawab, "Bukan aku yang melakukannya. Itu ulah Moegi. Aku hampir mati di sini satu jam yang lalu," jawabnya sambil menggeleng cepat.

Shiro mengangguk mengerti. Jika itu Moegi, maka bukan hak mustahil untuknya menumbangkan pohon tersebut.

 

Di sisi lain, terlihat Zaraki yang tampak kesal dan emosi. Shiro tiba-tiba meninggalkannya begitu saja.

"Shiro!! Dasar sialan!! Di mana kau?!!" Teriak Zaraki mencari Shiro.

 

Teriakan Zaraki sampai ke tempat dimana Asta dan Shiro berada. Asta sedikit terkejut saat mendengarnya.

"Itu sialan Zaraki. Biarkan saja dia berteriak-teriak seperti itu. Aku malas meladeninya," ujar Shiro pada Asta. Wajahnya terlihat tak merasa bersalah.

Asta tersenyum canggung sambil mengangguk. Sebagai seorang anak lelaki, Zaraki memang sangat cerewet dan tak mau diam. Berbanding terbalik dengan Shiro yang pendiam dan tampak tenang.

 

Zaraki masih mencari Shiro. Matanya menelisik ke segala arah. Dia berteriak lagi, "Shiro! Kau dimana, sialan?!!" Teriaknya. Wajahnya terlihat kesal. Nafasnya memburu, langkahnya tergesa-gesa.

"Akhhhh!!! Dasar kau bajingan, Shiro!! Dimana kau?!!" Teriak Zaraki, yang nampaknya mulai frustasi mencari keberadaan Shiro. Kesabarannya semakin menipis.

"Tidak bisakah kau menjawabku sekali saja!! Dasar brengsek!!" Teriaknya lagi penuh amarah.

 

Di sisi lain, Shiro tampak abai tak mempedulikannya. Selesai menguliti rusa tersebut, Asta kemudian memotong sebagian untuk dipanggang. Sisanya dia masukkan ke dalam cincin, untuk dia bawa pulang ke rumah.

Asta tak sanggup lagi menahan tawanya. Asta mulai tertawa kecil mendengar umpatan Zaraki.

 

Pada akhirnya, Zaraki sampai di tempat dimana pohon tumbang. Dahinya berkerut heran. Awalnya Zaraki terkejut, namun saat pandangannya beralih pada asap yang mengepul, raut wajahnya kembali masam.

"Jadi di sini rupanya kau bersembunyi. Dasar brengsek! Bisa-bisanya kau berniat menikmati semuanya sendirian!" Ucapnya jengkel.

Zaraki melakukan kuda-kuda untuk melompati pohon tersebut. Dia menghentakkan kakinya lalu melompat setinggi-tingginya. Dari atas, dia bisa melihat Asta dan Shiro yang tengah memanggang daging rusa.

Zaraki langsung mendarat tak jauh dari mereka berdua. Tatapannya begitu datang langsung tertuju pada Shiro. Ekspresi wajahnya menunjukkan kekesalan yang sedang dirasakannya.

 

Asta tertawa kecil melihat Zaraki yang pada akhirnya menemukan meraka. Sedangkan Shiro, dia tampak menghela nafas kecewa melihatnya datang.

Asta mengajaknya ikut bergabung dan makan bersama. Sementara itu, Shiro hanya memandangnya muak. Shiro memutar bola matanya malas lalu mengabaikannya.

Zaraki langsung menerima ajakan bergabung Asta. Zaraki tersenyum ke arah Asta lalu duduk disampingnya. Saat melihat Shiro, mukanya kembali menjadi masam.

"Dasar tak tahu malu," cibir Shiro padanya. Meskipun diam, Shiro merasa jengkel karenanya.

"Bicara apa kau, hah?!" balas Zaraki kesal. "Seharusnya aku yang mengatakan itu padamu, sialan!" Tambahnya sambil menuding Shiro. Dia masih tampak kesal akan perlakuan Shiro yang mengabaikan dan meninggalkannya.

"Diamlah! Dasar cerewet! Lama-lama, kau semakin terlihat seperti seorang gadis," ujar Shiro membalasnya. Wajahnya tampak datar tak peduli.

Suasana hutan yang sebelumnya tampak tenang dan sunyi, kini langsung berubah setelah kedatangan Zaraki. Asta bahkan tak berniat melerainya sama sekali. Pertengkaran antara mereka berdua memang sudah seringkali terjadi.

"Apa kau bilang?! Dasar sok misterius! Bilang saja kau ini autis!" balas Zaraki tidak terima. Matanya sedikit melotot dan tangannya menunjuk ke arah Shiro.

Shiro menutup kedua telinganya sambil bertanya pada Asta, "Apa telingamu baik-baik saja? Jujur, telingaku berdenging sakit saat banci ini tiba di sini," ucapnya kesal.

Sosok yang dimaksud banci adalah Zaraki. Asta pun tertawa mendengar perkataannya.

"Siapa yang kau panggil banci, dasar keparat..!!" bentak Zaraki sambil berdiri. Nada bicaranya semakin keras dan tinggi. Nafasnya terlihat memburu.

Shiro menoleh ke arahnya dengan tatapan muak dan berkata, "Jangan berteriak-teriak tidak jelas di tengah hutan. Banci seharusnya mengemis di jalanan kota," ucapnya malas.

Asta tertawa lepas, mendengar apa yang Shiro ucapkan pada Zaraki. Asta memegangi perutnya tak sanggup menahan tawa.

Zaraki membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, namun Shiro memotongnya cepat, "Asta, mana tali? Kita harus mengikatnya. Bila perlu, kita sumpal mulutnya," ucap Shiro sambil menyodorkan tangannya pada Asta.

Zaraki langsung naik pitam dan mulai mengumpatnya. Selama mereka berdua bertengkar, Asta memanggang dagingnya. Setelah hidangan matang, mereka pun makan bersama.

Selesai menikmati daging panggang dari Asta, Shiro bertanya kepadanya, "Asta, apa yang Kenshin katakan itu benar? Dia bilang, kau hendak pergi meninggalkan desa," tanya Shiro.

"Ehh?! Jadi, kalian sudah tahu akan hal ini?" Balas Asta sedikit terkejut.

"Kita sudah saling mengenal sejak kecil. Mana mungkin dia menyembunyikannya sendirian. Selain itu, kenapa kau hanya berbicara pada Kenshin tentang ini? Apa kita bukan lagi saudara?" Tanya Shiro lagi.

"Tidak, bukan begitu. Kalian adalah saudaraku. Aku mempunyai alasan untuk menyembunyikan hal ini dari kalian. Karena dari awal, aku belum menentukan kapan akan pergi. Selain itu untuk merahasiakannya dari Moegi. Tapi sekarang, rencanaku semuanya berantakan," Asta mencoba menjelaskan semuanya.

Shiro melakukan gerakan memukul palu di tangan, "Ohh, jadi begitu. Tapi tunggu sebentar, lalu kenapa jika sampai Moegi tahu?" Tanya Shiro lagi.

"Jangan lupakan hari ketika dia mengamuk, saat ayahnya tak mengizinkannya untuk pergi ke luar desa. Bersama Senior Taki Garaki," timpal Zaraki yang masih belum selesai makan.

"Asta, jika kau benar-benar serius, kau harus bersembunyi dan menghindarinya sebisa mungkin. Sekali saja kau bertemu dengannya, aku yakin dia akan berusaha membunuhmu agar menurutinya. Kami semua tahu apa yang terjadi, ketika dia bertemu denganmu," tambah Zaraki memberikan peringatan.

Mendengar peringatan itu, Asta menghembuskan nafasnya pelan sambil berkata, "Percuma saja. Sebelumnya aku bertemu dengannya secara tidak sengaja di sini. Pada akhirnya, aku hampir mati tanpa ada yang tahu karena tidak menuruti kemauannya," jelas Asta sambil mengangkat tangannya. Mendengar itu, Zaraki sampai tersedak makanannya sendiri.

Asta menoleh lalu menunjuk pohon yang tumbang di belakangnya sambil berkata, "Pohon itu, ulah Moegi. Dia melempar dan hampir menendangku di sana. Aku tidak akan pernah tahu, apa yang akan terjadi jika tak menghindari tendangannya," jelas Asta.

Mereka berdua hanya tersenyum canggung mendengar cerita itu. Keduanya tak bisa berkata-kata. Zaraki menggaruk rambutnya yang tak gatal, sedangkan Shiro hanya memegang dagunya.

"Meski begitu, aku sebenarnya tidak akan pernah mengajaknya pergi. Ada banyak bahaya yang aku sendiri tidak ketahui di luar sana. Selain itu, aku tidak bisa menjamin keselamatannya," lanjut Asta.

Mereka berdua mengangguk setuju dengan Asta. Shiro pun berkata, "Akan sangat berbahaya jika membiarkannya pergi. Aku akan berusaha mengalihkan perhatiannya, jika waktunya kau pergi telah tiba," ucap Shiro berjanji.

"Aku juga," timpal Zaraki ikut berjanji. Asta mengangguk-anggukkan kepalanya mengiyakan.

"Asta, terima kasih atas semua makanan ini. Sekarang kami harus berlatih lebih keras, aku tidak bisa membiarkanmu melampauiku secepat itu," kata Shiro Nekoshi sambil beranjak berdiri. Shiro menyampirkan kembali busur dan anak panahnya.

Zaraki lalu ikut berdiri dan berkata, "Asta, terima kasih atas hidangannya," ucapnya berterimakasih. Setelah itu, mereka berdua pun pergi meninggalkannya.

Setelah mereka tak ada, suasana hutan menjadi sunyi dan tenang. Hanya bunyi riak air dan gemerisik daun yang terdengar. Sepanjang Asta melihat, hanya ada pepohonan disekitarnya. Tidak lupa, Asta membereskan sisa-sisa kayu bakaran dan sampah di sekitar.

 

Di bawah pohon persik, terlihat seorang gadis dan laki-laki sedang dalam percakapan. Mereka adalah Kesha Timber dan Kenshin Utake.

Raut ekspresi Kesha tampak resah, "Semua ini terjadi karena kau memberitahunya. Ada banyak bahaya di luar sana, bagaimana jika Moegi memaksa Asta agar menurutinya?" Ucap Kesha khawatir.

Kenshin meremas kepalanya bingung. Keringat dingin mengucur deras dari kepalanya. Di sisi lain, Kenshin tampak kebingungan. Dahinya tampak berkerut, mencoba memikirkan cara menghalangi Moegi, agar dia tak pergi meninggalkan desa.

Kenshin mengangkat kepalanya, wajahnya tampak kusut lalu berkata, "Kesha, kita memiliki ujian pertama yang belum diselesaikan. Ujian ini adalah sesuatu yang selama ini Moegi tunggu-tunggu. Mari kita percayakan semuanya kepada Shiro dan Zaraki. Mereka berdua pasti dapat mengawasi Moegi," ujar Kenshin mencoba menenangkan Kesha. Walaupun sebenarnya dia sendiri cukup kebingungan.

Kesha berjalan mondar-mandir di depan Kenshin. Dia meremas kepalanya khawatir. Kata-kata Kenshin tak membantu meredakan kecemasannya sama sekali.

Di kejauhan, terlihat tiga orang sedang berjalan ke arah mereka berdua. Mereka bertiga adalah Moegi, Shiro, dan Zaraki.

Moegi menatap Zaraki dengan tatapan kesal sambil berkata, "Kau itu mencintaiku, kan? Makanya kau mati-matian menahanku di sini," ucap Moegi sambil menunjuk wajah Zaraki.

Zaraki mengerutkan dahinya sambil membalas, "Hah?! Apa kau sudah gila? Mana mungkin aku mencintaimu! Dasar wanita singa!" Balas Zaraki mengelak sambil menunjuknya balik.

Mata Moegi langsung melotot tajam. "Apa kau bilang?!" Teriaknya dengan nada tinggi. Urat lehernya bahkan sampai terlihat.

"Dasar wanita singa!" Seru Zaraki mengulang perkataannya.

Moegi mengepalkan tangannya emosi lalu berteriak, "Brengsek! Biar kuhajar kau!" Ujar Moegi. Amarahnya langsung terpancing mendengarkan perkataan Zaraki.

Dengan wajah datar, Shiro melerai mereka berdua dengan tangannya. Dari wajahnya, Shiro tampak muak dengan pertengkaran antara mereka berdua.

Kenshin langsung bangkit berdiri dan berkata, "Bisakah kalian berdua berhenti? Ada hal serius yang harus dibicarakan," ucap Kenshin.

Amarah Moegi langsung surut. Dia menjulurkan lidahnya, mengejek Zaraki. Zaraki tampak marah dan hendak memukul, namun sebelum itu Kenshin lebih dulu memukul pelan kepala Moegi.

"Bisakah kau bersikap serius? Berhentilah bertingkah seperti anak-anak," tegur Kenshin, dia sudah cukup lelah dengan pertengkaran ini.

Moegi mengangkat kedua alisnya lalu berkata, "Aku memang masih anak-anak. Usiaku baru 10 tahun. Apa kau lupa?" balas Moegi.

Kenshin menghembuskan nafas panjang, lalu berkata, "Kali ini, aku ingin mengatakan tentang..."

"Urusan menjaga Asta, biarlah jadi tugasku. Jadi, jangan khawatirkan itu," potong Moegi cepat, dia tampak tersenyum senang.

Kesha langsung terkejut dan syok mendengarnya. Detak jantungnya seakan berhenti sejenak. Kesha menatap Kenshin penuh harap. Berharap Kenshin tak membiarkannya, pergi meninggalkan desa bersama Asta.

Kenshin mencoba menarik nafas dalam-dalam. Meredam emosinya yang sedikit mulai terpancing. Namun akhirnya, Kenshin tetap tak dapat menahan emosinya.

"Ini bukan tentang itu, tapi tentang ujian pertama kita!" Ujar Kenshin, Shiro, dan Zaraki secara bersamaan.

Moegi tersenyum canggung sambil menggaruk pipinya. Moegi membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu, namun tiba-tiba.

"Boom...!!!" Bunyi suara dentuman keras mengejutkan berlima. Bunyi tersebut berasal dari arah samping kiri mereka, yang mana merupakan arah menuju ke hutan.

Setelah bunyi ledakan tersebut, asap kehitaman membumbung tinggi di atas hutan. Membuat siapapun yang ada di desa dapat melihatnya.

Mereka berlima terkejut bukan main. Mereka melotot tajam tak percaya melihat asap tebal tersebut.

"Sebenarnya, apa yang sedang terjadi di sana...?" Gumam Kesha terkejut.

Mereka saling memandangi satu sama lain, lalu beralih ke asap itu lagi. Meski tak yakin, namun isi pikiran mereka sama. Mereka menduga, Asta pasti terlibat dengan ledakan tersebut. Karena saat ini, hanya Asta yang masih berada di hutan dan sedang berlatih.

"Kita tunda pembicaraan ini. Semuanya, ayo bergegas!" Ajak Kenshin pada keempat sahabatnya itu.

Kesha, Shiro dan Zaraki langsung bergerak mengikutinya. Moegi menghembuskan nafasnya gusar, sambil menatap punggung mereka. Kemudian, Moegi pun berlari menyusul mereka berempat dari belakang.

 

"***Jangan pernah kembali lagi. Aku sudah muak mendengar suaramu," ucapku pada meteran listrik yang berbunyi. ***

-snjy_3

Episodes
1 Ch1 Bocah Kecil (Remastered)
2 Ch2 Langkah Awal (Remastered)
3 Ch3 Keinginan Flares (Remastered)
4 Ch4 Asta Vs Kenshin (Remastered)
5 Ch5 Ancaman Moegi (Remastered)
6 Ch6 Insiden Kebakaran (Remastered)
7 Ch7 Seorang Elf (Remastered)
8 Ch8 Kaisar Kecil (Remastered)
9 Ch9 Skenario Ace (Remastered)
10 Ch10 Menerobos (Remastered)
11 Ch11 Kerusuhan (Remastered)
12 Ch12 Konflik Kekaisaran (Remastered)
13 Ch13 Latar Belakang (Remastered)
14 Ch14 Perpisahan (remastered)
15 Chapter 015 Kota Api Suci (revisi)
16 Chapter 016 Manager Zao (revisi)
17 Chapter 017 Lembah Neraka (revisi)
18 Chapter 018 Ledakan Pertempuran (revisi)
19 Chapter 019 Harapan (revisi)
20 Chapter 020 Akhir Pertempuran (revisi)
21 Chapter 021 Hasil Ujian (revisi)
22 Chapter 022 Berita Kemenangan (revisi)
23 Chapter 023 Pulang Ke Rumah (revisi)
24 Chapter 024 Ilmu Pedang Tak Berwujud (revisi)
25 Chapter 025 Pilihan (revisi)
26 Chapter 026 Tak Terduga (revisi)
27 Chapter 027 Sedikit Pelajaran (revisi)
28 Chapter 028 Pertanda (revisi)
29 Chapter 029 Rekan Baru (revisi)
30 Ch30 Konflik Internal
31 Ch31 Artefak dan Pil Obat
32 Ch32 Bangkitnya Jiwa Tersembunyi
33 Ch33 Kebenaran
34 Ch34 Kota Tiandu
35 Ch35 Manager Row Riqu
36 Ch36 Reuni
37 Ch37 Jendral Nolan
38 Ch38 Master Senpu
39 Ch39 Hao Ryun
40 Ch40 Langit Kelam
41 Ch41 Menempa
42 Ch42 Kesepakatan
43 Ch43 Penempa Tingkat 1
44 Ch44 Ace Kembali
45 Ch45 Pertemuan Tak Disengaja
46 Ch46 Terkejut
47 Ch47 Hati Yang Terdalam
48 Ch48 Menuju Arena
49 Ch49 Teratai Biru Surgawi, Hao Chen
50 Ch50 7 Sekte Besar
51 Ch51 Fase Kedua
52 Ch52 Keributan Diatas Podium
53 Ch53 Pertarungan Memanas
54 Ch54 Adu Pemahaman
55 Ch55 Menuju 16 Besar
56 Ch56 16 Besar
57 Ch57 Keributan
58 Ch58 Kera Emas VS Pedang Ilusi
59 Ch59 Pertarungan Sengit
60 Ch60 Semi Final
61 Ch61 Pedang Iblis
62 Ch62 Final Turnamen Seni Bela Diri
63 Ch63 Usai Pertandingan Final
64 Ch64 Berpisah Kembali
65 Ch65 Serangan di Benteng Utara
66 Ch66 Serangan di Benteng Utara 2
67 Ch67 Bala Bantuan Datang
68 Ch68 Memulai Pelatihan
69 Ch69 Memperbaiki Kegagalan
70 Ch70 Era Kekacauan
71 Ch71 Eliza Lira
72 Ch72 Keributan
73 Ch73 Omong Kosong
74 Ch74 Tekad Lira
75 Ch75 Meninggalkan Kota
76 Ch76 Perkemahan Musuh
77 Ch77 Perkemahan Musuh 2
78 Ch78 Korban Kekacauan
79 Ch79 Padang Rumput Berbunga
80 Ch80 Salah Paham
81 Ch81 Sumpah
82 Ch82 Permintaan
83 Ch83 Menyusup ke Markas Musuh
84 Ch84 Pembantaian
85 Pengumuman penting..!!!
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Ch1 Bocah Kecil (Remastered)
2
Ch2 Langkah Awal (Remastered)
3
Ch3 Keinginan Flares (Remastered)
4
Ch4 Asta Vs Kenshin (Remastered)
5
Ch5 Ancaman Moegi (Remastered)
6
Ch6 Insiden Kebakaran (Remastered)
7
Ch7 Seorang Elf (Remastered)
8
Ch8 Kaisar Kecil (Remastered)
9
Ch9 Skenario Ace (Remastered)
10
Ch10 Menerobos (Remastered)
11
Ch11 Kerusuhan (Remastered)
12
Ch12 Konflik Kekaisaran (Remastered)
13
Ch13 Latar Belakang (Remastered)
14
Ch14 Perpisahan (remastered)
15
Chapter 015 Kota Api Suci (revisi)
16
Chapter 016 Manager Zao (revisi)
17
Chapter 017 Lembah Neraka (revisi)
18
Chapter 018 Ledakan Pertempuran (revisi)
19
Chapter 019 Harapan (revisi)
20
Chapter 020 Akhir Pertempuran (revisi)
21
Chapter 021 Hasil Ujian (revisi)
22
Chapter 022 Berita Kemenangan (revisi)
23
Chapter 023 Pulang Ke Rumah (revisi)
24
Chapter 024 Ilmu Pedang Tak Berwujud (revisi)
25
Chapter 025 Pilihan (revisi)
26
Chapter 026 Tak Terduga (revisi)
27
Chapter 027 Sedikit Pelajaran (revisi)
28
Chapter 028 Pertanda (revisi)
29
Chapter 029 Rekan Baru (revisi)
30
Ch30 Konflik Internal
31
Ch31 Artefak dan Pil Obat
32
Ch32 Bangkitnya Jiwa Tersembunyi
33
Ch33 Kebenaran
34
Ch34 Kota Tiandu
35
Ch35 Manager Row Riqu
36
Ch36 Reuni
37
Ch37 Jendral Nolan
38
Ch38 Master Senpu
39
Ch39 Hao Ryun
40
Ch40 Langit Kelam
41
Ch41 Menempa
42
Ch42 Kesepakatan
43
Ch43 Penempa Tingkat 1
44
Ch44 Ace Kembali
45
Ch45 Pertemuan Tak Disengaja
46
Ch46 Terkejut
47
Ch47 Hati Yang Terdalam
48
Ch48 Menuju Arena
49
Ch49 Teratai Biru Surgawi, Hao Chen
50
Ch50 7 Sekte Besar
51
Ch51 Fase Kedua
52
Ch52 Keributan Diatas Podium
53
Ch53 Pertarungan Memanas
54
Ch54 Adu Pemahaman
55
Ch55 Menuju 16 Besar
56
Ch56 16 Besar
57
Ch57 Keributan
58
Ch58 Kera Emas VS Pedang Ilusi
59
Ch59 Pertarungan Sengit
60
Ch60 Semi Final
61
Ch61 Pedang Iblis
62
Ch62 Final Turnamen Seni Bela Diri
63
Ch63 Usai Pertandingan Final
64
Ch64 Berpisah Kembali
65
Ch65 Serangan di Benteng Utara
66
Ch66 Serangan di Benteng Utara 2
67
Ch67 Bala Bantuan Datang
68
Ch68 Memulai Pelatihan
69
Ch69 Memperbaiki Kegagalan
70
Ch70 Era Kekacauan
71
Ch71 Eliza Lira
72
Ch72 Keributan
73
Ch73 Omong Kosong
74
Ch74 Tekad Lira
75
Ch75 Meninggalkan Kota
76
Ch76 Perkemahan Musuh
77
Ch77 Perkemahan Musuh 2
78
Ch78 Korban Kekacauan
79
Ch79 Padang Rumput Berbunga
80
Ch80 Salah Paham
81
Ch81 Sumpah
82
Ch82 Permintaan
83
Ch83 Menyusup ke Markas Musuh
84
Ch84 Pembantaian
85
Pengumuman penting..!!!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!