Menapaki Jalan Surgawi: Pemburu Dewa
"Perhatian untuk para pembaca terhormat! Ceritaku ini, sedang dalam fase Revisi.
Jika kalian tak menemukan kalimat ini di awal chapter, dimohon untuk tidak meneruskan. Karena itu artinya, Chapter tersebut masih belum direvisi dan berantakan isinya.
Sekian dan terima kasih."
-Snjy_3
Namaku Asta Raiken, usiaku 7 tahun. Aku tinggal di sebuah desa kecil yang bernama Desa Kuil Tersembunyi. Desa ini jauh dari keramaian dan berada jauh di tengah hutan dan pegunungan.
Rambutku putih, pupil mataku berwarna hitam gelap. Aku biasa memakai pakaian sederhana dan sandal sebagai alas kaki. Kulitku bersih, wajahku proporsional dan hidungku mancung.
"Ayah...!! Lihatlah! Apa aku boleh memeliharanya..?!" Teriak Asta Raiken dengan serigala putih kecil di pelukannya. Diikuti serigala yang melolong mengejarnya.
"Aauuu...!!"
"Apa yang sebenarnya dipikirkannya?! Mengapa ia tiba-tiba melolong dan mengejarku?!" Gumam Asta kesal. Ia tak percaya serigala yang biasa ia dan keluarganya beri makan, sekarang malah memperlakukannya seperti hewan buruan. Ia sangat bingung mengapa tiba-tiba Haru mengejarnya?
Serigala jantan ini adalah Haru. Haru adalah peliharaan ayahku dan dia sudah bersamaku dari aku kecil. Haru memiliki bulu berwarna kebiru-biruan.
"Ayah…!! Kau ada di sana…?!!" teriak Asta memanggil ayahnya. Serigala itu tak berhenti melolong ke arahnya.
Di rumah yang terlihat sederhana, seorang pria dengan perawakan tinggi besar, terlihat sedang memberi makan marmut-marmutnya.
"Ayah! Kau harus melihat anak anjing ini segera!" Teriak Asta tak sabar menunjukkan serigala kecil lucu tersebut.
"Apa?! Anjing?!" gumam sang ayah bingung.
Dia-lah ayahku, Arai Ken. Usianya 27 tahun. Pekerjaannya sebagai ahli pedang dan pecinta hewan. Selain rambutnya berwarna hitam gelap, ayahku memiliki pupil mata dan hidung yang persis sepertiku. Ia memakai pakaian sederhana dan sandal yang sama persis denganku. Kulitnya memang tak sebersih milikku, tapi ayah sangat terlihat maskulin.
Lolongan serigala membuat mereka ketakutan. Para marmut itu melarikan diri bersembunyi memasuki celah dahan pohon rubuh. Begitupun Asta, ia berlari dengan frustasi untuk bersembunyi dibalik badan ayahnya.
Arai Ken menghela nafas pelan, "Kau membuat Zena dan yang lainnya ketakutan," Serigala berhenti di depannya. Zena adalah salah satu marmut tersebut.
"Dan apa yang terjadi...?" Lanjutnya bertanya sambil menatap mereka secara bergantian.
"Asta, ayah ingin mendengar semuanya dengan jelas," tambahnya lagi meminta penjelasan.
Asta tersenyum canggung, bingung harus memulai dari mana, "Ceritakanlah semuanya, mulai dari saat kau pergi bermain dengan teman-temanmu pagi tadi," ujar Arai Ken, meminta Asta untuk segera menceritakannya.
Asta menganggukkan kepalanya, masih dengan senyuman malu di wajahnya. Dia pun mulai bercerita.
Kejadian bermula saat Asta menyaksikan pertandingan latihan sahabatnya, Kenshin Utake melawan Shiro Nekoshi untuk saling berbagi pengalaman. Di tengah pertarungan, Asta tiba-tiba pergi begitu saja, meninggalkan teman-temannya dengan alasan ingin mencari Haru.
Setelah lama tidak bertemu Haru, Asta merasa ingin bermain dengannya dan menungganginya. Sambil berkhayal menjadi seorang pendekar hebat. Namun setibanya di sarang Haru, yang Asta temui justru serigala putih kecil yang lucu dan menggemaskan.
Pikiran untuk membawanya pulang terlintas di benaknya. Serigala putih itu bahkan sangat tenang dan tidak memberontak.
Ketika Asta membalikkan badan, tiba-tiba Haru muncul di belakangnya. Asta tersenyum ramah menyapanya. Namun sebaliknya, Haru menggeram melihat Asta menggendong serigala kecil tersebut.
Asta sangat terkejut dan panik saat Haru tanpa ragu melompat ke arahnya. Asta berguling menghindari Haru yang ingin menerkamnya dalam sekali gerakan. Setelah itu ia pun berlari menjauh darinya.
Arai Ken tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya setelah mendengar keseluruhan cerita tersebut. "Serigala putih kecil ini memang menggemaskan, tapi bukan berarti kau bisa merebutnya. Kita mengenal Haru cukup lama," ucapnya sambil memberikan nasehat.
Haru menganggukkan kepalanya seolah membenarkan apa yang diucapkan Arai Ken.
"Aauuu...!!" terdengar lolongan serigala lain yang mendekat.
"Aauuu...!!" Haru membalas lolongan itu.
Eni melompati pagar halaman rumah mendekati mereka bertiga. Eni menggeram saat melihat Asta menggendong serigala putih kecil tersebut.
"Tidak...! Mulai sekarang, Ace akan bersamaku...!" teriak Asta menolak untuk menyerahkannya. Asta semakin erat mendekap serigala putih kecil tersebut.
"Ace...?" gumam Arai Ken dengan raut kebingungan. Ia heran siapa itu Ace?
Serigala betina ini adalah Eni. Eni adalah peliharaan ibuku dan dia sudah bersamaku dari aku kecil. Eni memiliki bulu berwarna putih bersih seperti salju. Eni merupakan serigala pasangan Haru.
Sedangkan serigala putih kecil ini, aku memutuskan untuk memberinya nama Ace.
Arai Ken tampak frustasi saat putranya memaksakan kehendaknya tersebut. "Aku senang mengetahui hal ini. Tapi, bisakah kalian mempercayakannya pada putraku? Aku akan mengawasinya," pujuknya kepada sepasang serigala tersebut.
Ketiga serigala itu saling menatap satu sama lain hingga kemudian mereka menganggukan kepala. Arai Ken merasa lega karena mereka mudah untuk diajak berunding.
"Asta, kau tahu kan apa yang harus kamu katakan pada mereka?" Ucap Arai Ken pada putranya.
"Iya, Ayah!" Balas Asta lalu melepaskan Ace dari dekapannya. Asta kemudian berlari memeluk sepasang serigala tersebut.
"Haru...! Eni...! Percayalah padaku! Aku berjanji akan menjaga Ace dengan baik!" janjinya kepada sepasang serigala tersebut.
Setelahnya, sepasang serigala itu melangkah pergi kembali ke hutan.
Terdengar suara pintu berderit dari arah rumah, dan kepala seorang wanita muncul dari balik pintu. Wanita itu mengenakan celemek sambil memegang sendok masak di tangannya. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia seperti mendengar sesuatu yang sangat akrab di telinganya.
Wanita itu adalah ibuku, Aina Misaki, usianya 26 tahun. Ibu adalah wanita penyayang yang penuh perhatian dan ahli dalam memasak. Namun, berdasarkan apa yang kuketahui dari ayah, ibu juga memiliki keahlian yang tidak kalah hebat darinya dalam ilmu berpedang.
Ibu memiliki sorot mata yang tajam dan cerah, pupil matanya berwarna kebiruan. Ibu memiliki rambut bergelombang yang panjang terikat sebahu. Ibu memiliki wajah yang rupawan ditambah dengan kulitnya yang putih bersih. Selain itu, ibu memiliki warna rambut yang persis seperti milikku.
"Asta! Apa itu suara Eni?" Aina Misaki memutar kepalanya mencari sosok Eni.
"Kemana dia pergi? Ibu sangat yakin itu Eni," tambahnya bertanya.
"Aduh..." Asta terdiam sejenak, mencoba mencari kata yang tepat. "Tadi..."
"Ya... tadi dia membawa kabur anaknya," potong Arai Ken dengan cepat, mencoba menjelaskan situasinya.
"Ehh...?!! Ayah..." Asta terkejut saat ayahnya mengadukan hal tersebut.
Aina Misaki menatap Asta tajam, mengekspresikan kekecewaan dan ketidaksetujuan. "Meskipun mereka hewan, kita tidak boleh memperlakukan mereka sembarangan. Bagaimana perasaan kita jika tiba-tiba ada seseorang yang membawamu dengan alasan yang sama...?!" ujar Misaki dengan serius, memberikan sebuah nasihat.
Asta merasa bersalah dan tersenyum canggung. "Ibu, aku minta maaf," ucapnya dengan suara pelan, menunjukkan penyesalannya.
"Baiklah! Sekarang, mari masuk. Ibu sudah menyiapkan makan siang," ajak Aina Misaki kepada mereka berdua dengan nada lembut, berusaha memulihkan suasana.
Matahari masih terik ketika mereka selesai makan siang. Asta melihat Ace berusaha merayap di sekitar kandang marmut. Asta bergegas menangkapnya sebelum aksi tersebut berpotensi menyebabkan kerugian yang fatal.
"Ibu! Apakah masih ada sisa daging...?!" Asta berlari menghampiri ibunya yang masih sibuk di dapur. Aina Misaki menunjukkan daging yang telah disiapkan di atas meja.
"Terima kasih, ibu!"
Saat Asta sibuk memberi makan Ace, tanpa disadari ibunya tengah menangis di samping ayahnya. Ketika sadar akan hal itu, ia merasa bingung sekaligus khawatir. Memangnya hal apa yang membuatnya sampai menangis tersedu seperti itu?
"Ayah... Mengapa ibu menangis?" tanya Asta heran sambil mendekati kedua orangtuanya.
Aina Misaki mencoba menghapus air matanya. "Ibu baik-baik saja, hanya merasa sedih karena harus berpisah darimu beberapa hari," ucapnya sambil berusaha tersenyum.
Asta mengangkat alisnya, "Ehh...?! Ibu masih memikirkan itu?" ia berkata sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
Misaki hanya bisa tersenyum tipis, lalu memeluk Asta dengan erat seolah-olah itu adalah pelukan terakhir yang akan mereka lakukan. Asta sedikit terkejut lalu kemudian tersenyum dan membalas pelukan ibunya.
Selama empat hari berikutnya, hubungan antara mereka semakin erat. Ditambah lagi, Ace adalah serigala yang pintar, sehingga tidak sulit mengajarinya berbagai hal. Asta sudah terbiasa dengan situasi di mana Arai Ken dan Aina Misaki pergi ke kota untuk pekerjaan mereka sebagai ahli pedang. Biasanya, hanya Arai Ken yang pergi, sementara Aina Misaki menemaninya di rumah.
"Jika kamu membutuhkan sesuatu, pergilah dan tanyakan kepada Paman Helio, Ayah sudah berbicara dengannya," pesan Arai Ken.
"Siap, Ayah! Berhati-hatilah dalam perjalanan!" jawab Asta.
"Ingatlah! Jangan pulang terlalu larut, dan jangan lupa berolahraga dan makan dengan cukup. Pertumbuhanmu tertinggal jauh dibandingkan yang lain, apa kamu tidak iri melihat mereka?" kata Aina Misaki.
"Oh, Bu! Kita hanya akan berpisah beberapa hari. Meskipun aku berlatih dengan keras, hasilnya tidak akan terlalu menakjubkan," jawab Asta mengeluh.
Aina Misaki tersenyum kecil mendengarnya, tetapi dalam hatinya ia merasa sedih dan berat hati. Ia tidak ingin meninggalkan Asta begitu lama.
"Aina..." panggil Arai Ken, mencoba menghiburnya.
"Iya... iya... aku mengerti," balas Aina Misaki dengan senyuman tipis.
Kemudian, Asta mengambil busur panah miliknya. "Ace! Ayo pergi sekarang sebelum rusa-rusa itu bersembunyi lagi," ajaknya.
"Ibu... Ayah... Aku pergi sekarang!" teriaknya sambil berlari diikuti oleh Ace. Asta tak merasakan kesedihan apapun. Lagipula mereka hanya akan pergi beberapa hari dan itu bukan masalah untuknya belajar mandiri. Asta sudah siap akan hal itu.
Aina Misaki dan Arai Ken saling memandang dan tersenyum satu sama lain.
"Percayalah... Dia adalah putra kita," ucap Arai Ken sambil erat memegang tangan Aina Misaki.
"Aku sangat penasaran dengan perkembangannya setelah ini," tambahnya sambil melihat Asta semakin menjauh.
Aina Misaki tersenyum. "Hmph! Tentu saja dia adalah putraku. Aku yang melahirkannya," kata Aina Misaki sambil tertawa kecil. Arai Ken ikut tertawa mendengarnya.
Dalam sekejap, mereka berdua menghilang dari pandangan, meninggalkan hembusan angin kencang yang menerbangkan debu-debu di sekitar mereka.
Di pagi yang masih cerah, tampak matahari terbit perlahan di ufuk timur. Seorang bocah dan serigala kecilnya berlari di jalan pedesaan menuju ke arah hutan. Orang-orang yang mereka temui di sepanjang jalan menyapa dan tersenyum padanya.
Mereka berdua memasuki hutan dengan hati-hati, waspada terhadap kemungkinan ada sasaran yang terlewatkan. Asta begitu bersemangat dalam berburu. Andrenalinnya seakan terpacu saat memegang erat busur panahnya. Berburu hewan sudah menjadi aktivitas mingguan baginya.
"Ace... Bersiaplah," bisik Asta sambil membidik seekor rusa yang sedang makan rumput. Jantungnya berdetak kencang menandakan betapa bersemangatnya Asta.
"Whusshh..!!"
"Grroooo....!!"
Rusa itu mengeluarkan suara lenguh panjang dan melarikan diri setelah anak panah mengenai kakinya. "Ace... Kejar dia... Jangan biarkan dia lolos!" teriak Asta sambil menyematkan busur di bahunya.
Ace meluncur cepat mengejar rusa tersebut, diikuti oleh Asta yang berlari mengikutinya.
Asta akhirnya berhasil menangkap rusa tersebut setelah dua jam berlalu. Dia merasa puas dan bangga dengan pencapaiannya.
Namun, Asta lupa akan sesuatu yang penting, yaitu menyadari di mana ia berada saat ini. Selama mengejar rusa, ia tidak memperhatikan sekitarnya.
"Ehh..?! Di mana ini...?" gumamnya bingung.
Asta berdiri dan berjalan sekitar, mencoba mengenali lingkungan sekitarnya. Namun, ia sama sekali tidak mengenali tempat tersebut. Asta tersesat.
Asta mulai merasa takut saat menyadari bahwa tempatnya berpijak saat ini tidak pernah ia kenali sama sekali sebelumnya.
"Ace! Bisakah kamu menunjukkan jalan pulang dengan penciumanmu?" katanya sambil melihat ke arah serigala kecil tersebut.
"Grr.. Grr.." Ace terlihat sedang tidur siang dan tidak responsif.
Asta menghela nafas berat karena tidak bisa mengandalkan Ace saat ini. Meski sedikit takut, Asta merasa tertantang untuk menjelajahi area sekitar.
Tak jauh dari tempatnya berada, Asta menemukan sebuah batu setinggi 3 meter yang membentuk sebuah pintu berdiri di atas tanah. Asta merasa penasaran dan mendekatinya.
Ketika ia mendekatinya, batu itu tiba-tiba membentuk pintu gerbang yang bercahaya.
"Aku tidak pernah tahu ada sesuatu seperti pintu bercahaya di sini," ucap Asta sambil menyentuh cahaya biru di depannya. Rasa penasaran mempengaruhi hatinya. Ia tak pernah berpikir bahwa portal tersebut akan membawanya ke suatu tempat.
"Ace..!!! Tolong..!!" Asta tidak bisa melawan dan terhisap masuk ke dalam gerbang cahaya.
Pandangannya beralih ke dunia yang tidak ia kenali. Di dalam sana, hanya ada garis-garis warna besar dan kecil yang membentuk kekacauan. Di antara kekacauan itu, Asta terbang melalui jalur cahaya yang akhirnya membawanya ke ujung jalur tersebut.
"Aaaahhhh..!!"
Hanya dalam beberapa menit, Asta terlempar keluar dari dunia kekacauan. Asta mendarat di sebuah taman yang dipenuhi bunga-bunga. Pandangan Asta langsung tertuju pada rumah di depannya.
"Permisi...!! Apa ada orang di sini?!" Panggil Asta, batinnya merasa cemas dan ketakutan.
"Tok! Tok! Tok!"
Sebuah bayangan putih melayang dari belakang dan berdiri tepat di belakang Asta. Bayangan itu tampak seperti seorang pria berambut panjang seumur Arai Ken. Ia memegang teko penyiram tanaman di tangan kanannya. Sangat terlihat kalau ia begitu cinta lingkungan.
Wajahnya rupawan. Dari pakaian, kulit, pupil mata, hingga rambut panjangnya semuanya putih bersih. Ia sangat tampan dan elegan. Jubah putihnya seperti pakaian yang biasa dikenakan oleh seorang bangsawan besar. Bisa dikatakan dia adalah gambaran dari sosok pria tampan idaman para perempuan.
"Bocah! Bagaimana kau bisa memasuki dunia terpisah ini?" pria itu berkata kepadanya. Ekspresi wajahnya sangat bingung melihat kehadiran Asta.
Asta terkejut dan refleks berbalik untuk melihat ke belakang. "Aaahh..!!! Hantu...!!!" Asta hampir tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Ia sangat terkejut melihat sosok arwah dihadapannya tersebut. Ini adalah pengalaman pertama bagi Asta melihat sosok tembus pandang sepertinya.
"Jangan makan aku! Pergi dari sini...!! Dagingku pahit dan aku bersumpah...!!" Meskipun ketakutan, Asta mencoba mundur menjauh dari hantu tersebut. Namun, kakinya seperti tidak bisa digerakkan.
Raut wajahnya berubah merah saat Asta memanggilnya hantu. Namun, sesaat kemudian wajah pria itu tersenyum licik, seolah-olah ada sesuatu yang direncanakannya.
"Bagus sekali! Sangat bagus! Sudah lama sejak terakhir kali aku makan daging rendang. Aku mendengar bahwa anak-anak sangat manis dan kenyal!" ucapnya sambil memainkan lidahnya.
Asta merasa ngeri mendengarnya. Dengan sedikit keberanian yang tersisa, ia berusaha bangkit dan melarikan diri. Meski ia tidak tahu kemana ia bisa lari?
"Hehe... mau ke mana, bocah kecil...!!" Panggil sosok arwah tersebut. Pria tersebut kemudian menaruh teko penyiram bunga ditangannya.
Yang Asta lupakan adalah hantu dapat menembus segalanya dan bergerak dengan cepat. Pria itu berhasil menangkap pergelangan tangannya dalam satu tarikan nafas.
Lalu, pria itu perlahan menggigit lengannya. Asta mencoba berontak, tetapi usahanya sia-sia.
"Tidak! Tolong, jangan! Tidaakkkk..!!! Ahh..!!!" Asta berteriak sambil berusaha melawan. Hingga akhirnya ia pingsan tak sadarkan diri.
Pria itu tertawa terbahak-bahak karena merasa berhasil menakutinya. "Aku penasaran sudah berapa abad berlalu semenjak aku meninggal," pria itu berkata sambil memasangkan sebuah kalung dengan cincin sebagai bandul di leher Asta.
"Akh... Jangan... Tidak...!" Asta terbangun dari tidurnya sambil berteriak ketakutan. Ace menatapnya dengan heran.
"Eh... Hahaha... Sepertinya itu hanya sebuah mimpi. Syukurlah..." Asta tertawa canggung sambil menatap Ace. Ia merasa lega karena menyadari bahwa itu hanyalah mimpi.
Matahari sudah tinggi di langit. "Sudah siang, saatnya makan siang. Ayo pulang, Ace," ajaknya sambil memikul rusa.
Selama tiga hari berikutnya, Asta hanya tinggal di rumah dan bermain bersama Ace. Sesekali berolahraga dan pergi bermain dengan teman seumurannya.
Esok harinya, Helio Utake datang ke rumah Asta pagi-pagi sekali untuk menyampaikan informasi yang sangat penting untuknya.
"Paman Helio, ada apa?" tanya Asta dengan rasa penasaran saat melihatnya datang ke rumahnya begitu pagi.
Helio Utake, 26 tahun, seorang ayah dengan satu anak yang bernama Kenshin Utake. Helio Utake memiliki perawakan yang tinggi tegap, sorot matanya meneduhkan. Rambutnya berwarna hitam, diikuti dengan pupil matanya yang juga berwarna hitam. Kulitnya berwarna sawo matang.
Helio Utake selalu terlihat rapih dan bersih. Ia bijaksana dan hati-hati.
Helio Utake sedikit bingung harus bagaimana menyampaikan hal tersebut. Namun, bagaimanapun itu dia harus menyampaikannya kepada Asta.
"Ini tentang kedua orangtuamu," katanya dengan suara pelan sambil menelan ludahnya. Helio sedikit ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Seorang pengantar pesan datang kemarin malam. Ia memberitahu bahwa rombongan yang mereka kawal diserang saat dalam perjalanan. Semua orang, termasuk orangtuamu... mereka hilang," ujarnya menyampaikan berita tersebut.
Asta terdiam dan merasa tidak percaya dengan berita itu. Namun, yang berkata demikian adalah Helio Utake. Orang yang dapat dipercaya ucapannya. Air mata mulai mengalir dari matanya. Dia mulai menangis dengan keras sejadi-jadinya.
Melihat Asta dalam keadaan seperti itu, Helio tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menghiburnya. Yang bisa dia lakukan hanyalah memeluknya erat. Tak membiarkannya merasa dalam kesendirian.
Ace, yang ikut mendengar tangisannya, langsung keluar mendekatinya. Begitupun warga sekitar, mereka ikut bersimpati kepadanya. Dengan lembut, Helio meminta semuanya agar memberi mereka waktu untuk berbicara.
"Mengapa.. ini semua.. terjadi padaku, Paman?" Asta berkata sambil sesenggukan. Tangisnya pecah tak tertahankan.
"Itu adalah risiko menjadi seorang kultivator. Membunuh atau dibunuh, itulah yang mereka lakukan. Satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan bertambah kuat," kata Helio memberikan penjelasan tentang risiko seorang kultivator.
Mendengar itu, Asta tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Ia harus memantapkan hatinya untuk menerima kenyataan ini. Dia sudah tahu bahwa pekerjaan orangtuanya melibatkan pertempuran. Namun tetap saja, tidak mudah untuk menerima kepergian kedua orangtuanya.
"Paman, bisakah kau membantuku? Dan juga, apakah ku tahu siapa yang menyerang rombongan ayah dan ibu?" tanya Asta.
Helio terdiam sejenak. "Aku akan membantumu sejauh yang aku bisa. Namun, aku benar-benar tidak tahu siapa yang menyerang rombongan ayah dan ibumu," kata Helio kemudian meminta Asta untuk melepaskan pelukannya sejenak agar ia bisa mengambil sesuatu dari sakunya.
"Hanya ini yang ditinggalkan si pengantar pesan. Dia mengatakan bahwa ada selembar kertas terikat pada cincin ini yang bertuliskan namamu," Helio memberikan cincin tersebut kepadanya.
Asta semakin terguncang setelah melihat cincin tersebut, cincin perak yang merupakan cincin penyimpanan milik ayahnya.
"Paman, bisakah kau membantuku?! Aku ingin menjadi lebih kuat... Ajari aku cara berkultivasi... Tolong, Paman!" pinta Asta meminta arahan padanya.
"Tentu," jawab Helio singkat.
"Sekarang, tenangkan pikiranmu terlebih dahulu. Setelah itu, aku akan mulai menjelaskan segalanya tentang kultivasi kepadamu," tambahnya sambil mengelus rambut Asta.
Asta memeluk Ace dengan erat. Sekarang, hanya Ace yang menemani satu sama lain di rumah ini.
Menapaki Jalan Takdir Surgawi adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan seorang kultivator. Kultivator dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Kultivator Sejati dan Kultivator Iblis.
1) Kultivator Sejati adalah mereka yang mengikuti metode kultivasi yang bersifat murni dan terhormat.
2) Kultivator Iblis adalah mereka yang mengadopsi metode kultivasi yang kejam dan tidak bermoral. Inilah yang membedakan mereka.
Untuk menjadi seorang kultivator, seseorang perlu memilih jalur kultivasi mereka sendiri, yang juga dikenal sebagai Jalur Pemahaman. Jalur Pemahaman mencakup berbagai bidang dalam dunia kultivasi, yang jumlahnya tak terhitung. Beberapa contohnya termasuk Jalur Master Roh, Jalur Ahli Pedang, Jalur Peracik Obat, dan Jalur Penempa.
Kekuatan seorang kultivator ditentukan oleh tingkat pemahaman mereka, yang juga dikenal sebagai Ranah. Terdapat sebelas tingkatan dalam Ranah, yaitu:
1. Pemula
2. Petarung
3. Ahli
4. Master
5. Senior
6. Raja
7. Raja Agung
8. Tetua
9. Tetua Bumi
10. Tetua Langit
11. Kaisar Surgawi
Untuk meningkatkan pemahaman mereka, kultivator memerlukan energi alam yang disebut Sumber Surgawi. Sumber Surgawi ini memiliki berbagai manfaat penting bagi seorang kultivator.
Sumber Surgawi adalah kekuatan dasar yang tersebar di seluruh dunia. Air, api, tumbuhan, batuan, makhluk hidup, udara, dan banyak lagi memiliki Sumber Surgawi di dalamnya. Diperlukan metode khusus untuk mengumpulkan Sumber Surgawi dan menyimpannya di dalam tubuh kultivator.
---
"Maafkan aku, si pemuda malas nan ngantukan ini. Kadang hilang kadang ada,"
-snjy_3
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Yusuf CeperNya Ce'Mas
okeerreeekkkk nihh
2023-10-18
0
Wafa
𝓴𝓪𝓶𝓾 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪
2023-01-01
0
Dzikra Gani
ayah ayah ayah..ayah siapa
seharusnya di dalam penulisan kat seharusnya di tulis AYAHNYA bukan ayah..
supaya membaca mengerti
2022-10-19
2