"Perhatian untuk para pembaca terhormat! Ceritaku ini, sedang dalam fase Revisi.
Jika kalian tak menemukan kalimat ini di awal chapter, dimohon untuk tidak meneruskan. Karena itu artinya, Chapter tersebut masih belum direvisi dan berantakan isinya.
Sekian dan terima kasih."
-snjy_3
---
"Nak, kau harus segera menyelesaikannya dengan cepat sebelum mereka datang." Gumam Flares cemas merasakan adanya beberapa aura yang mendekat.
Sedangkan saat ini Asta masih terjebak di tengah penerobosannya yang tak bisa diganggu gugat, karena tidak punya pilihan lain Flares menyentuh kedua pundaknya lalu membangkitkan Esensi Roh-nya hingga meledak keluar menyelimuti tubuhnya.
"Aaakkhhh!"
Asta menjerit kesakitan sesaat Esensi Roh-nya dipaksa bangkit, meskipun memiliki dampak mempercepat proses penerobosan hanya saja memiliki efek samping yang fatal. Jika gagal sedikit saja, Asta bisa mati terbakar Esensi Roh-nya sendiri saat itu.
"Jangan panik! Tetap konsentrasi dan fokus pada penerobosannya. Jangan pikirkan hal lain karena ada Guru di sini yang menjagamu!" Teriak Flares mencoba memberinya dorongan.
"Guru... Kau sangat berlebihan." Rintih Asta sambil berusaha menahan ledakan Esensi Roh-nya.
"Nak, tidak ada waktu lagi untuk memikirkan cara lain saat ini, mereka semakin dekat sekarang dan kau harus menyelesaikannya saat ini juga." Ujar Flares panik, merasakan hawa kehadiran mereka semakin dekat.
Asta menarik nafas panjang, dengan sisa tenaga yang dimiliki Asta menghempaskan gelombang energi kuat yang berasal dari tubuhnya. Bumi disekitarnya sampai bergetar sejenak oleh gelombang energi tersebut.
Flares melayang masuk ke dalam kalung cincin yang Asta kenakan, bertepatan setelah api hitam yang menyelimuti seluruh tubuhnya menghilang saat Asta berhasil menerobos ke Ranah Ahli.
Namun belum sempat untuk bernafas lega, sebuah bola api melayang dengan cepat ke arah wajahnya. Asta memiringkan kepalanya menghindari bola api tersebut.
Asta mengerutkan dahinya berkerut heran sambil menoleh ke arah bola api itu berasal, batinnya dibuat heran dan bertanya-tanya dengan maksud tujuan menyerangnya saat dalam penerobosan. Jika bukan karena Flares yang mendorong prosesnya agar lebih cepat, Asta tak yakin bisa menghindarinya.
-
"Siapa?!" Batin Asta bertanya-tanya. Seketika instingnya berdengung keras merasakan ancaman.
---
Serentetan bola api yang menembus hingga melubangi rumahnya. Dalam hatinya api kemarahan berkobar dan merasuki setiap serat tubuhnya hingga membuat jantungnya berdegup keras. Ingin rasanya Asta memukul sosok yang datang-datang merusuh itu siapapun orangnya.
"Akan ku lihat siapa orangnya yang berani menggangguku saat ini." Gumam Asta jengkel sambil memasang kuda-kuda bersiap bertarung.
"Gadis itu juga datang!" Teriak Flares dari dalam cincin.
"Apa, siapa?!" Sahut Asta sekenanya dengan kedua alis terangkat.
Tangannya bergerak menepis bola-bola api yang melesat ke arahnya. Bola-bola api itu terlempar dan meledak ke segala arah, menciptakan debu-debu berterbangan hingga menyulitkan pandangan.
"Dasar gila! Apa kalian hendak merobohkan rumahku?! Siapa kalian sebenarnya?!" Teriak Asta penuh emosi, namun hanya serentetan bola api yang menyapanya.
Rumahnya kini roboh dan terlihat hancur berantakan, batin Asta merasa dongkol melihat pemandangan rumahnya yang hancur berkeping-keping tepat di hadapannya.
Asta mengepalkan tangannya emosi lalu menghempaskan gelombang energi kuat dari tubuhnya, menciptakan area berdebu yang menyulitkan pandangan. Hal itu guna mengaburkan lokasinya dari si penyerang.
Di atas puing-puing rumahnya, terlihat bayangan seseorang dengan sebilah pedang di tangan sedang melakukan ancang-ancang. Asta tersenyum menyeringai menduga bahwa itu adalah sahabatnya yang ingin membalas kekalahannya, saat latih tanding dengannya dua minggu yang lalu.
"Aku tahu kau kesal atas kekalahan itu, tapi bukan berarti kau mengabaikan etika dan menyerangku saat dalam penerobosan." Seru Asta namun tak ada tanggapan.
Sosok bayangan itu mengarahkan ujung pedangnya pada Asta, kaki kanannya ditarik sedikit ke belakang untuk melakukan gerakan mendorong dan menerobos maju.
"Jangan bilang aku kejam, karena semua ini kau yang memulainya." Teriak Asta sambil mengepalkan tangannya, bersiap akan bentrokan serangan.
"Pelepasan Esensi Roh. Seni Surgawi Rendah Emas! Pukulan Peremuk Raga!" Asta melepaskan salah satu tekhnik miliknya, yang membuat tangannya diselimuti aura kebiru-biruan dan memperkuat daya serangnya sebanyak dua kali lipat.
Sosok itu menarik pedangnya lalu melesat maju dengan lonjakan energi yang sangat kuat, mengarahkan ujung pedangnya yang kemudian disambut dengan tinju Asta.
Asta begitu terkejut saat melihat siapa sebenarnya pemegang pedang yang hendak menusuknya ternyata bukanlah Kenshin, melainkan Moegi yang dengan seriusnya mengarahkan pedang tersebut padanya.
Bukan rumah yang Asta khawatirkan lagi, justru keselamatannya kali ini, jika dia tak menghindar bukan hanya rumahnya yang rata dengan tanah melainkan dirinya pun pasti tumbang di tanah.
"Moegi, cepat hentikan serangannya! Apa kau berniat membunuhku?!" Teriak Asta mencoba menghentikannya namun dia tampak tak berniat untuk berhenti sama sekali.
Asta begitu frustasi dengan keadaannya saat ini, terpaksa mau tak mau dia harus menahan serangannya dengan sepenuh tenaga.
Sesaat keluar dari area berdebu rupanya di sisi lain Moegi pun sungguh terkejut, karena sadar yang berusaha dia serang adalah Asta, bukan orang lain atau siapapun yang hendak mencelakakannya. Detak jantungnya seketika berhenti, Moegi sampai bingung hingga telat menyadari untuk menghentikan serangannya.
Asta merapatkan giginya sambil mengayunkan pukulannya menghentikan laju pedang tersebut menembus dadanya. Tinjunya terlihat seperti timah panas yang memancarkan hawa panas di sekitarnya.
"Daanggg!" Terdengar nyaring bunyi benturan keras antara pedang dan tinju.
Jantung Asta berdegup keras saat tinjunya bersentuhan dengan ujung mata pedang, sementara Moegi masih dengan bola matanya yang membulat tak percaya.
"Asta? Ohh tidak apa yang sudah ku lakukan?!" Teriak Moegi baru tersadar dari lamunannya. Tangannya bergerak ke belakang menarik pedangnya agar menjauh dari Asta.
"Asta aku... Aku minta maaf..." Ucapnya dengan terbata-bata sambil menundukkan kepala, Asta yang mendengarkan terkejut Moegi mengatakan kalimat yang selama ini tak pernah dia katakan padanya.
Asta hendak mengatakan sesuatu kepadanya, namun karena ada dua aura lain yang datang dari arah kanan dan kirinya membuatnya harus mengalihkan perhatiannya.
"Sial! Siapa lagi sekarang yang datang, akan ku hajar kalian semua setelah ini selesai!" Teriak Asta kesal merasakan fluktuasi aura dua orang yang terasa seperti ingin menyerangnya.
Asta menoleh ke kanan dan kiri, mencoba mengidentifikasi letak darimana dua orang ini hendak menyerangnya.
---
Sementara di sisi lain tumpukkan puing-puing rumah Asta, Kenshin terlihat frustasi menjambak rambutnya sendiri melihat kelakuan ketiga sahabatnya itu yang dirasanya telah kelewat batas. Mereka tak hanya mengganggu proses penerobosan ranah yang sedang Asta lakukan melainkan juga menghancurkan rumahnya seperti orang gila, dengan alasan seseorang sedang mencoba membunuhnya.
Lagipula, sangat tidak masuk akal ada seseorang yang menargetkannya sedangkan identitas Asta benar-benar tak diketahui dunia luar. Selain itu jika pun memang ada mustahil seseorang bisa membunuhnya dikala sosok sekuat Ace selalu memperhatikannya entah dari jauh ataupun dekat.
Di sisinya, Kesha tampak cemas dengan keadaan Asta saat ini. Dia pun sama tak mampunya menghentikan mereka bertiga.
"Kenshin, apa yang harus kita lakukan sekarang? Moegi dan yang lainnya tak mendengarkan kita sama sekali, Asta pasti akan sangat marah setelah ini." Ucap Kesha cemas, kerutan-kerutan halus terlihat jelas di wajahnya.
"Bergerak sekarang pun rasanya percuma, dia pasti telah menemukan keberadaannya." Ucap Kenshin sambil menepuk jidatnya pelan sambil membayangkan akan seperti apa ketika Asta marah nanti, apalagi Moegi menggunakan pedangnya sehingga Asta pasti berpikir bahwa itu dirinya.
---
Sementara di dalam lingkungan berdebu, Zaraki dan Shiro melesat ke samping memisahkan diri. Zaraki melompat sambil memainkan dua kapaknya, lalu Shiro berlari memutar dengan kedua pisau ditangannya.
"Sepertinya kalian benar-benar berencana membunuhku ya?!" Teriak Asta pada mereka berdua, wajahnya terlihat merah padam menahan emosinya yang meledak-ledak.
Saat itu debu-debu yang berterbangan mulai menipis sehingga memudahkan pandangan untuk melihat, alangkah terkejutnya mereka berdua saat menyadari bahwa target serang mereka adalah Asta yang terlihat marah dan penuh emosi tergambar jelas di wajah. Di hadapannya terlihat Moegi dengan raut wajah penuh sesalnya.
Shiro melompat mundur ke belakang membatalkan serangan, pisaunya dia kembali masukkan ke sarung. Sementara itu Zaraki terlihat kesulitan untuk menghentikan serangannya karena terlanjur melompat ke udara, Zaraki terjun ke bawah sambil mengarahkan kapaknya.
"Asta! Tunjukkan padaku seberapa jauh perkembanganmu saat ini!" Teriak Zaraki sambil tersenyum penuh percaya diri.
"Kalau begitu aku takkan segan." Balas Asta sambil memasang kuda-kuda.
Asta menyelimuti tangannya yang sudah seperti timah panas dengan api hitam Esensi Roh-nya. Memberikan peningkatan kemampuan dalam sekala lima kali lipat dari kekuatan pukulannya saat ini.
Sementara itu Kenshin dan Kesha terperangah melihat dua orang ini hendak melakukan adu serangan.
Asta tak menunggu Zaraki turun ke arahnya justru dia sendiri melompat untuk menutup jarak diantara mereka berdua. Asta melepaskan tinju api hitamnya yang kemudian dibalas dengan ayunan kapak Zaraki.
"Duaaarr!!"
Jantung Kesha seakan berhenti berdetak saat menyaksikan adu serangan tersebut, sedangkan Moegi menggigiti jarinya masih bingung harus berkata apa pada Asta setelah ini.
Keduanya sama-sama terpental hingga ke belakang, perpaduan dua serangan tersebut menciptakan gelombang kejut serta ledakan energi yang luar biasa kuat hingga tanah dibuat bergetar karenanya.
Hal itu tentu menarik perhatian seluruh murid dan tetua, mereka berbondong-bondong menuju ke arah rumah Asta dengan segera. Banyak pertanyaan dan kekhawatiran yang semua orang rasakan saat mendengar dentuman tersebut.
Meskipun sama-sama terpental, namun Asta berhasil mendarat dengan kedua kakinya sementara Zaraki mendarat dengan punggungnya lebih dulu. Dari sana, Zaraki sudah menyadari betapa kuatnya Asta saat ini telah melampauinya.
Mereka berempat kemudian memisahkan diri menghampiri mereka berdua, Moegi dan Shiro berlari menghampiri Asta lalu Kesha dan Kenshin berlari menghampiri Zaraki yang bisa dipastikan kalah dalam adu serangan tersebut.
"Asta, apa kau..."
Aku baik-baik saja. Seharusnya yang kalian khawatirkan adalah dirinya." Ucap Asta cepat memotong ucapan Moegi sambil menunjuk ke arah Zaraki..
"Apa kau yakin?" Tanya Shiro.
"Jangan banyak tanya, aku masih kesal kepada kalian soal ini." Balas Asta datar sambil berjalan ke arah Zaraki yang sedang dibantu untuk duduk. Shiro dan Moegi berjalan mengikutinya dari belakang.
"Apa kau tidak apa-apa?!" Tanya Asta dengan raut wajah panik yang dibuat-buat.
"Berhenti melakukannya, aku tahu kau sedang mengejekku." Jawab Zaraki sambil tersenyum kecut.
Asta menyipitkan matanya menatap Kenshin, tatapannya terlihat begitu dingin dan tajam ke arahnya, "Dasar brengsek! Apa begini caramu membalas dendam atas kekalahanmu dua minggu yang lalu?! Aku tahu kau kesal saat aku menghancurkan pedangmu tapi bukan begini caranya jika kau ingin membalas dendam, hadapi aku sendiri." Ucapnya kesal.
Mata Kenshin langsung melebar mendengarnya, "Haa?! Kau pikir aku akan melakukan cara kotor hanya untuk membalas kekalahanku?! Di sini mereka yang berkepala batu, mengapa kau malah menuduhku?!" Balas Kenshin tak terima dengan tuduhan tersebut.
"Tapi dia memakai pedangmu! Kau pikir aku tak tahu soal itu?!" Asta mengotot sambil menunjuk ke arah Moegi.
"Dasar bodoh! Kau pikir aku akan memberikannya padanya? Dia merebut paksa pedangku lalu berlari dengan cepat kemari karena takut kau meninggalkannya. Tapi sesampainya di sini, kau melepaskan gelombang penerobosan yang membuatnya berpikir bahwa kau tengah bertarung dengan seseorang. Padahal sudah ku katakan dengan jelas bahwa kau sedang dalam penerobosan, tapi dia tak mempercayainya!" Jelas Kenshin panjang lebar.
"Kembalikan pedangku!" Pinta Kenshin dengan tegas, dengan raut wajah bersalah Moegi mengembalikan pedang tersebut padanya.
Asta menoleh menatap tajam ke arah mereka bertiga satu sama lain. Ini kali pertama mereka melihat Asta yang begitu marahnya.
Kenshin memukul kepala mereka bertiga satu persatu, "Apa yang kalian tunggu! Cepat minta maaf padanya!" Teriaknya ikut kesal.
Kesha mengangkat tangannya hendak menghentikan Kenshin, namun tak berani saat melihatnya yang juga ikut emosi.
"Asta, aku minta maaf. Jujur saja, tadi aku merasakan aura keberadaan seseorang selain..."
"Yang benar, Asila Moegi!" Potong Kenshin cepat saat Moegi mulai beralasan.
"Maafkan kesalahan ku yang bertindak tanpa berpikir." ucap Moegi sambil menundukkan kepalanya ke bawah.
Setelah itu Shiro dan Zaraki pun menyusul mengungkapkan rasa bersalahnya atas perlakuan yang telah mereka buat.
Asta hanya mengangguk pelan, pandangannya tertegun pada Moegi. Kata-kata permintaan maaf yang keluar dari mulutnya terngiang dikepala, Asta masih merasa aneh dengan hal tersebut yang tidak seperti biasanya dia ucapkan padanya.
"Hanya dengan meminta maaf rumah ini takkan bisa berdiri kembali dengan sendirinya. Kalian pikir ini selesai begitu saja?" Ucap Asta masih kesal sambil menunjuk ke tumpukan rumahnya.
"Coba kalian bayangkan, aku baru saja ingin bernafas lega setelah melalui semuanya lalu tiba-tiba sesuatu yang besar dan panas melesat ke arah wajahku dengan cepat. Jika itu kalian, apa yang kalian rasakan? Selain itu bagaimana jika seandainya aku tengah dalam tahap terpenting dalam penerobosan, kalian bisa saja membunuhku tadi!" Tambah Asta marah.
---
Beberapa saat kemudian orang-orang berdatangan dengan rasa penasaran akan keributan yang Moegi dan lainnya sebabkan. Begitu datang, mereka hanya melihat Asta tengah memarahi tingkah laku sahabatnya yang telah menghancurkan rumahnya.
Salah satu dari mereka yang datang adalah Helio Utake, dia tampak tersenyum lega setelah melihat tak ada hal buruk yang terjadi.
"Kenshin, bisa kau jelaskan soal ini?" Tanya Helio Utake pada putranya yang terlihat canggung canggung untuk berbicara dengan jujur.
Asta menatap Kenshin dingin menunggunya mengakui bahwa semua ini juga ada kaitannya dengannya.
"Ini bukan apa-apa, kami hanya..."
"Kepalamu pecah kau bilang tidak apa-apa?!" Potong Asta mengumpat cepat saat Kenshin tengah berbicara.
"Kau bilang tidak apa-apa? Telat sedikit saja, aku bisa mati ditangan kalian berlima. Bisa-bisanya kau mengatakan tidak apa-apa!" Tambah Asta sedikit emosi.
Kesha yang merasa tidak ikut menyerangnya pun terkejut, hanya karena mereka berlima memang datang secara bersama yang menyimpulkan bahwa secara tidak langsung Kesha pun terlibat.
"Asta, aku tidak..."
"Jika aku tidak memaksakan diri untuk menerobos dengan segera aku pasti sudah mati saat ini." Potong Asta dengan cepat menghentikan Kesha yang hendak beralasan.
Semua orang tertawa kecil mendengarkan pengakuan Asta tentang perilaku kelima temannya terhadapnya. Mereka pun mengucapkan selamat atas kenaikan ranahnya saat ini, beberapa orang dan murid yang lebih dewasa dibanding mereka pun pergi meninggalkan rumahnya, setelah tahu apa yang terjadi bukanlah hal mengkhawatirkan. Meninggalkan enam orang dewasa di sana.
"Nak, kau sungguh beruntung masih bisa bertahan dan justru menerobos ke Ranah Ahli dengan cepat." Puji Lan Yue Ru, sambil tertawa kecil.
"Yue Ru, seharusnya kau tak berkata seperti itu." Ucap Asila Ryu sambil menepuk jidatnya pelan.
"Moegi, apa kau sudah meminta maaf dengan benar padanya?" Tanya Asila Ryu.
Moegi hanya menggaruk pipinya dengan telunjuk sambil menganggukkan kepala dan tersenyum canggung.
Rize Onoki mendekati Zaraki lalu menjewernya, "Bodoh, apa yang ingin kau lakukan dengan menyerangnya seperti itu?!"
"Aduh, Bu! Aku tak sengaja melakukannya karena ku pikir ada orang lain yang berusaha menyakitinya!" Ucap Zaraki melakukan pembelaan.
"Kau tak bisa membodohi ibumu sendiri, ibu tahu apa yang kau pikirkan!" Rize Onoki semakin kuat menarik telinganya.
"Aduduhhh! Bu, tolong lepaskan! Kalau tidak telingaku bisa lepas!"
Dua orang lainnya adalah Zain Nekoshi dan Rena Timber. Mereka tak terlalu memarahi apa yang putra atau putri mereka lakukan dari apa yang Asta bicarakan.
---
Lan Yue Ru dan Asila Ryu adalah sepasang suami istri, Asila Moegi adalah satu-satunya putri mereka saat ini.
Lan Yue Ru memiliki rambut dan mata berwarna emas, yang kemudian diturunkan pada Moegi yang juga bermata emas. Sedangkan Asila Ryu memiliki rambut berwarna hitam yang sama dengan rambut milik putrinya. Lan Yue Ru saat ini berusia 30 tahun, sementara Asila Ryu berusia 32 tahun.
Lan Yue Ru memiliki humor gelap dan suka bercanda yang sama persis dengan putrinya, di sisi lain Asila Ryu memiliki pembawaan yang tenang dan santai.
Rize Onoki adalah ibu dari Zaraki Onoki. Rize memiliki rambut dan mata berwarna kuning dengan ciri khas goresan luka di bawah mata kanannya. Rize Onoki memiliki watak keras dan disiplin terhadap putranya dan saat ini Rize Onoki berusia 33 tahun.
Zain Nekoshi adalah ayah dari Shiro Nekoshi. Zain Nekoshi memiliki rambut dan mata hitam persis seperti putranya. Zain Nekoshi sangat tenang dan santai ketika menghadapi segala hal apapun yang terjadi. Zain Nekoshi saat ini berusia 31 tahun.
Sementara Rena Timber adalah ibu dari Kesha Timber. Rena Timber adalah perempuan yang sangat penyayang dan penuh empati terhadap sesama, sifatnya yang lemah lembut membuatnya disukai banyak orang, terlebih Rena Timber memiliki kemampuan memasak yang tinggi sebagai seorang ibu. Saat ini Rena Timber berusia 29 tahun.
Sekaligus dengan Helio Utake, mereka berenam merupakan Tetua Sekte Kobaran Api Sejati dan terkenal akan kemampuannya.
---
Lan Yue Ru menghela nafasnya pelan, "Moegi, seharusnya kau tak mengikuti sifat pencari masalah ayahmu. Kau harus seperti ibu." Ucapnya sambil membelai pipi putrinya itu.
"Ehh?! Sejak kapan aku memiliki sifat seperti itu? Yue Ru, tampaknya kita mempunyai sesuatu yang perlu dibahas sekarang." Sahut Asila Ryu sambil menyipitkan matanya.
Rena Timber mengelus rambut putih Asta sambil berkata, "Asta, sepertinya mereka hanya salah paham dan tidak sengaja, jadi bisakah kau maafkan mereka berlima? Masalah rumahmu yang hancur, Bibi akan bicara dengan Paman Helio dan yang lainnya untuk membangunnya kembali. Anggap saja ini latihan, ya." Ucapnya sambil tersenyum penuh simpati.
Asta memanyunkan bibirnya, terlihat dari wajahnya jika dia masih begitu kesal.
"Rena, kau jangan terlalu lembek! Walaupun demikian tetap saja anak-anak nakal ini yang bersalah!" Seru Rize Onoki masih sambil mendelik tajam ke arah putranya. Tangannya meraih kembali telinganya yang masih merah.
"Aww! Aduduhhh! Ibu! Lepaskan tanganmu! Bisa-bisa telingaku lepas!" teriak Zaraki kesakitan.
"Biar saja! Supaya kau tahu rasa dasar anak nakal!" timpalnya.
Zain Nekoshi dan Helio Utake hanya tertawa kecil melihat pertengkaran ibu dan anak tersebut.
"Shiro, kau harus lebih berhati-hati dan memperhatikan setiap tindakanmu." Kata Zain Nekoshi menasihati putranya.
Shiro hanya menganggukkan kepalanya mengerti sambil tersenyum tipis.
Setelah itu Asta baru bisa tersenyum lagi seperti semula, kini perasaannya tampak lega melihat mereka dinasehati oleh orangtuanya.
Rize Onoki menarik telinga putranya menyeretnya dengan paksa agar pulang menjalani hukuman, sementara Rena Timber mengajak putrinya pulang untuk memasak lalu diikuti dengan Asila Ryu dan Lan Yue Ru yang hendak mengajak putrinya pulang, namun dia menolaknya. Begitu pula dengan Kenshin yang juga menolak ajakan Helio Utake untuk pulang, karena dari awal dia berniat untuk mengunjungi Asta.
Kini tinggal mereka bertiga yang masih berada di sini.
"Jadi, apa yang harus kita lakukan dengan ini?" Tanya Kenshin sambil memutar kepalanya melihat area sekitar rumah Asta yang kini berantakan sekali.
"Biarkan saja." Jawab Asta singkat, kini perasaannya telah membaik. Pikirnya, lagipula setelah ini dia juga akan pergi meninggalkan desa bersama Gurunya secepatnya.
"Maksudmu biarkan saja?" Tanya Moegi heran dengan jawaban tersebut.
Asta tersentak kaget saat mendapat pertanyaan itu darinya, dia benar-benar lupa jika masih ada Moegi. Jika dia tahu alasannya berbicara seperti itu karena ingin pergi meninggalkan desa, Moegi pasti takkan melepasnya.
"Maksudku ya biarkan saja, lagipula Bibi Rena yang mengatakannya bahwa dia akan memperbaiki rumahku bersama Paman Helio dan yang lainnya." Jawab Asta sambil tersenyum canggung dan menggaruk rambutnya.
"Kenshin, aku tahu kau pasti kemari karena ingin mengajakku berlatih tanding bukan? Tapi maaf saja, sekarang aku harus pergi mencari Ace. Mungkin lain kali saja, dan Moegi kau sebaiknya pulang dan berlatih." Tambah Asta menjelaskan alasannya ingin pergi.
Kenshin menganggukkan kepalanya mengerti, "Lagipula aku sudah tak mau lagi berlatih tanding denganmu seperti sebelumnya. Kau pergilah cari Ace." Ucapnya membiarkan Asta pergi.
Moegi belum sempat berkata apapun namun Asta sudah pergi meninggalkan mereka berdua ke arah hutan. Langkahnya tampak tergesa-gesa dan terburu-buru.
"Moegi, kau sebaiknya pulang sekarang karena aku juga akan pulang." Ucap Kenshin berpamitan lalu pergi.
"Eum, aku pulang dulu." Sahutnya sambil mengangguk lalu pergi. Entah mengapa tiba-tiba perasaannya sesak dan dadanya terasa panas, seketika firasatnya benar-benar tak enak.
Moegi menggelengkan kepalanya pelan mencoba menyingkirkan segala pemikiran buruknya, "Asta sudah berjanji, dia pasti takkan meninggalkanku sendirian." Gumamnya sambil berlari menuju ke rumah.
---
Kenshin memasuki rumahnya sambil menghela nafas lelah, kejadian di rumah Asta benar-benar menguras tenaga dan pikiran. Setelah menaruh kembali pedangnya Kenshin membaringkan tubuhnya di sofa sambil memijat keningnya.
Melihat perilakunya dahi Helio Utake berkerut heran, "Ada apa?"
Kenshin bangkit dari tidurnya dan hanya menggelengkan kepala. Kenshin hanya merasa jika pikirannya kelelahan dengan kejadian hari ini.
"Baiklah jika memang tak ada hal apapun yang ingin kau ceritakan maka ayah yang akan bercerita." Helio Utake lalu duduk disampingnya.
"Bercerita?" Dahi Kenshin berkerut heran.
Helio mengangguk sambil tersenyum, "Tapi sebelum itu tolong buatkan ayah secangkir teh terlebih dahulu."
Kenshin tersenyum kecut sambil bangkit menuju ke dapur, "Jika ayah ingin menyuruhku, katakan saja dengan jelas. Tak perlu berbicara ayah akan bercerita."
Helio Utake hanya tertawa kecil mendengar ucapannya, tapi yang jelas dia memang serius akan menceritakan sesuatu padanya.
Setelah beberapa saat Kenshin kembali dengan dua gelas teh ditangannya, satu untuknya satunya lagi untuk ayahnya. Kenshin menaruh gelas tersebut di meja hadapannya tempatnya duduk di samping Helio Utake.
"Ayah akan bicara berterus-terang, ini adalah waktu yang tepat jika Asta berniat pergi meninggalkan desa. Temui dia dan katakan padanya jika memang dia serius tapi ingat jangan sampai bertemu dengan Moegi." Ucapnya lalu menyeruput tehnya.
"Ayah coba kau katakan lagi dengan jelas sepertinya telingaku bermasalah." Kenshin mengorek telinganya tak percaya dengan apa yang Helio Utake katakan.
Helio Utake menaruh kembali gelasnya lalu menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum.
"Pendengaranmu tak bermasalah. Minum tehnya dengan cepat lalu pergi temui dia dan berikan ini padanya sebagai perbekalan dari ayah untuknya."
Kenshin menatap lekat apa yang Helio Utake berikan padanya adalah karena benda tersebut merupakan benda mahal. Itu adalah Cincin Jade Samudera, yakni artefak penyimpanan yang dapat menyimpan segala hal kecuali benda hidup.
"Saat ini adalah waktu yang pas untuknya pergi sebelum Moegi menyadarinya karena sebelumnya Ace sudah berbicara kepada ayah tentang ini, itu sebabnya dia pergi ke hutan lebih dulu agar Asta menyusulnya ke sana."
Mata Kenshin terbuka lebar baru menyadari akan hal tersebut, sekarang Kenshin mengerti mengapa Asta mengatakan tak usah khawatir dengan rumahnya lagi lalu pergi ke hutan.
"Baik ayah, aku mengerti."
Kenshin meraih gelas tehnya yang masih penuh lalu menegaknya hingga habis tak tersisa. Setelah itu Kenshin pun pergi dengan cepat meninggalkan rumah. Perasaan sedikit tak menentu karena harus berpisah dengan salah satu sahabatnya dari kecil, Asta.
"Mungkin kau memang ditakdirkan untuk menjadi seseorang yang sangat hebat di masa depan nanti, Asta. Maka dari itu, jagalah dirimu baik-baik."
Helio Utake bangkit dari duduknya lalu ke halaman belakang rumahnya untuk melanjutkan sesuatu yang sedang dikerjakannya. Sebuah gulungan kertas tergeletak di sebuah meja.
---
Sebelum menuju ke hutan Kenshin memutuskan untuk kembali mengunjungi rumah Asta yang masih rata dengan tanah akibat kerusuhan sebelumnya.
Kenshin khawatir Asta meninggalkan barang-barang keperluannya di bawah reruntuhan rumahnya tersebut. Akan tetapi setelah beberapa saat mengobrak-abrik reruntuhan rumahnya tak ada yang ditemukannya sama sekali. Bahkan pakaian pun tak ada yang tertinggal.
"Ternyata kau pun sudah merencanakannya dengan sangat baik ya. Sampai-sampai aku sendiri pun kau buat kebingungan."
Kenshin langsung bergegas menuju ke hutan sembari berhati-hati jikalau ada Moegi yang melihatnya.
---
"Kini, aku terbiasa tanpamu. Kamu yang ku rindu, sekarang bukan lagi milikku. Uangku, berbahagialah dengan China baik itu."
-snjy_3
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
jeck
sdh 6 ch mcnya gak dibahas,
atoow mc udah koooit yaa
2022-12-14
0