"M-mas su-surat i-ini--"
"Sudah lihat dan baca bukan? yasudah tinggal apalagi?" potong Reyhan tanpa mentap istrinya.
Yumna menggelengkan kepadanya. Dia tidak setuju dengan suaminya. Dengan gampangnya dia memberinya surat itu tanpa sepengetahuan dirinya.
"Ke-kenapa kamu tega sama aku, Mas?" tanya Yumna dengan sesegukan. Dunia Yumna terasa runtuh. Tadi mertuanya lalu sekarang dari suaminya.
"Tega apanya, hmm? itu memang pantas kau dapatkan. Tidak mungkin saya akan seperti ini terus. Saya juga ingin memiliki seorang anak, saya ingin mendengar suara tangisan bayi di rumah ini. Bahkan sampai sekarangpun kau tak memberikan saya seorang anak. Jadi percuma saja saya mempertahankan rumah tangga ini tapi tak ada anak di dalamnya." jelas Reyhan membuat dada Yumna semakin berdetak dengan kencang. Tak menyangka suaminya tega memberinya surat cerai hanya karena belum di karuniai seorang anak.
Tak melihatkan suaminya itu jika diluaran sana masih banyak orang yang menginginkan anak dalam pernikahan, bahkan sudah belasan tahun. Tapi mereka tetap berjuang dalam pernikahan mereka tanpa ada kata pisah. Tak bisakah menunggu sedikit lagi suaminya itu.
"Mas kita masih bisa menunggunya Mas," ujar Yumna dengan suara bergetar. Bahkan air mata sudah tak terbendung lagi dipelupuk matanya.
"Menunggu?" Reyhan menatap sinis istrinya, yang menurutnya sangat gampang berbicara soal menunggu. Bahkan dia sudah menunggu hampir delapan tahun. "sampai kapan lagi saya harus menunggu hingga kau memberi saya anak, hmm? ini sudah paling lama saya menunggu kau memberi saya keturunan. Tidak mungkin saya akan menunggu lagi, apalagi umur saya sudah semakin tua." tambahnya tidak menyetujui ucapan istrinya. Enak saja istrinya itu meminta dirinya untuk menunggu lagi. Yang ada sudah karatan nantinya dia tak juga memiliki anak.
"Kita masih bisa berusaha lagi Mas, aku yakin Allah pasti akan ngasih kita keturunan Mas," ujar Yumna penuh harap.
"Tidak!! keputusan saya sudah bulat. Kau tinggal tanda tangan disurat itu, dan saya akan memberikan rumah ini untuk kau tinggali dan saya akan angkat kaki dari rumah ini. Dan ya rumah ini sudah saya alihkan namanya menjadi milik kau." jelas Reyhan yang tetap pada egonya. Reyhan kembali mengeluarkan sertifikat rumah dari dalam tasnya, lalu dia letakkan diatas meja.
"Tega kamu Mas? hanya karna anak kamu tega menceraikan aku, tak bisakah kamu melihat diluaran sana orang yang sudah belasan tahun membina rumah tangga tapi belum memiliki anak tapi mereka tetap bertahan--"
"Stop!!! tidak usah kau banyak bacot. Yang jelas sekarang kau tandatangani maka hubungan kita selesai. Tidak usah kau bertele-tele. Keputusan saya sudah bulat untuk menceraikan kamu." tekannya menatap nyalang mata istrinya.
"Mas a-ku--"
"Cepat tanda tangan! saya sudah tak tahan dengan wanita ma*d*l seperti kau, saya hanya ingin anak!!" tekannya membuat dada Yumna terasa diremas dengan erat. Kata-kata menyakitkan yang sudah ia lontarkan untuk kesekian kalinya untuk dirinya. Amat menyakitkan, bahkan lebih sakit luka dari mulut suaminya ketimbang dari pisau yang mengiris tangannya.
Dengan tangan bergetar Yumna menandatangani surat cerai itu lalu menyerahkan kepada suaminya. Air mata terus mengalir di pelupuk mata indah wanita itu. Suami yang baginya harapan untuk bersandar hingga maut, nyatanya hanya seseorang yang memberinya luka yang tak akan pernah lupa hingga ia mati nantinya. Laki-laki yang dulu sangat ia puja, laki-laki yang sangat ia hormati, laki-laki tempatnya mengadu keluh kesah kini sudah tak ada lagi.
Reyhan menerima surat yang diberikan istri lebih tepatnya lagi sudah menjadi mantan istrinya. Laki-laki itu menegakkan tubuhnya dan melangkah menuju kamar dirinya dan Yumna, dia mau mengambil semua pakaiannya serta surat penting dirinya.
Hanya butuh 30 menit saja dua koper besar sudah berada di tangan Reyhan. Dia melangkah meninggalkan rumah yang ia tempati bersama istrinya selama lebih kurang delapan tahun, tanpa berpamitan kepada wanita yang kini tengah menangis sesegukan di atas kursi ruang tamu.
Setelah kepergian Reyhan, Yumna menghapus air mata yang tiada hentinya mengalir dari matanya. Melangkah menuju kamarnya untuk mencuci wajahnya yang mungkin sudah sembab karena menangis.
Yumna menatap dirinya dicermin yang ada didalam kamarnya. Menatapi setiap inci bagian wajahnya yang sudah memerah karena habis menagis.
'Ya Allah kenapa begitu berat ujian yang kau berikan, sungguh hamba tidak kuat yaa Allah,' monolognya dalam hati. 'Astagfirullah, nggak boleh gitu Yum, kamu pasti kuat. Allah uji kamu tanda kamu kuat melaluinya,' tambah Yumna menasehati dirinya.
"Aku harus semangat, ya aku harus semangat," balas Yumna menyemangati dirinya sendiri.
Yumna berjalan kedapur untuk mengisi perutnya yang terasa lapar. Meski hatinya kini sedang tak karuan, tak mungkin Yumna membiarkan dirinya sakit. Dia yakin pasti Allah sedang merencanakan yang terbaik untuk dirinya saat ini. Dia sangat yakin akan hal itu. Jika terus memikirkan perceraian dirinya dengan suaminya yang ada Yumna akan stres, lebih baik ia pasrahkan semua itu kepada Sang Pencipta.
Yumna mengambil sedikit nasi serta lauk yang tadi dia masak. Meski tidak berselera Yumna tetap memakannya agar dirinya tak sakit. Masih banyak yang harus dia lakukan. Tak mungkin dia hanya berdiam diri dirumah. Karena uang tabungannya bisa habis dengan seiringnya waktu. Meski menikah sudah hampir delapan tahun Yumna tidak pernah royal dalam berbelanja.
Yumna selalu menyisihkan uang belanjaan yang diberikan suaminya. Yumna juga memberitahukan kepada suaminya jika uang sisa yang dikasih selalu ia tabung, dan suaminya bilang kalau yang itu sudah menjadi haknya. Jadi dengan kata lain Reyhan tidak berhak atas yang yang ia kasih kepada istrinya.
Selesai makan Yumna mencuci piring bekas makannya lalu meletakkan sisa makanan ke dalam kemari kaca.
***
Sudah satu minggu Yumna hanya berdiam diri dirumah tanpa melakukan apapun. Hatinya masih belum stabil. Bahkan dirinya tidak pernah menyangka jika kini dia sudah menjadi seorang janda tanpa anak. Sungguh miris hidup yang dijalani Yumna. Tak mungkin ia akan menangis lagi yang ada dia akan menjadi stres dan depresi.
Sing ini Yumna mengemasi barang-barangnya. Rencananya dia akan menyewakan rumah ini, dan uangnya akan ia terima melalui rekening nantinya.
Didepan pagar rumah sudah dia pampang tulisan jika rumah ini akan ia sewakan serta nomor HP miliknya. Yumna akan pergi meninggalkan kota ini untuk beberapa tahun kedepan. Dia akan mencari kerja dikota kelahiran Ayah dan Ibunya.
Yumna menarik dua buah koper berukuran sedang. Kamar yang kini ia tempati tidak boleh dihuni oleh orang yang akan menyewa rumahnya. Kamar itu dikunci Yumna dan kuncinya akan dia bawa bersama dirinya.
Kunci rumah akan ia titipkan kepada tetangga disamping rumahnya. Jika ada nanti yang menyewa rumahnya, maka Yumna dengan mudah menelpon tetangganya jika rumah miliknya sudah ada yang menyewa.
Yumna meningalkan rumah yang menyimpan banyak kenangan dirinya dan mantan suaminya. Yumna bukan perempuan yang lebay yang akan menjual rumahnya karena sudah bercerai lantaran disana banyak kenangan, tidak. Yumna akan kembali lagi kerumah ini suatu saat. Kenangan itu bisa saja tidak akan terasa lagi saat dia kembali kesini, namun tidak akan pernah hilang dari ingatannya. Meski dia menjual rumah ini tidak akan mungkin bisa menghilangkan kenangan dirinya dan mantan suaminya. Karena apapun yang singgah dalam hidup kita, maka kita tidak akan bisa melupakan meski sudah berusaha dengan keras.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Reni Fitria Mai
Sabar yumma doa yg orang yg di zholimi di jabah oleh Alloh, 😭😭
2025-01-08
0
Via
hadeh Yumna udh cerai y udh ngapain msh ngarepin tolol
2023-01-09
2
Dessy Lisberita
dari pada di selingkuhin mending cerai walai sama"sakit tpi masih sakit di selingkuhin
2022-10-20
2