Dengan langkah gontai dan gemetar, Sofyan memasuki Rumah dimana Ia dilahirkan dan di besarkan. Tampak beberapa warga masih berada di rumah itu, Ia bertanya pada salah satu tetangganya itu.
"Bapakku dimana sekarang Pak ?"tanya dengan prasaan tak menentu.
"Baru saja Bapakmu di kebumikan, itu, orang yang ngubur baru datang." Mendengar jawaban itu, Sofyan pun segera ke kuburan.
"Maafkan Sofyan Pak, Sofyan tidak sempat melihat Bapak untuk yang terakhir kalinya, maaf Pak !" Sofyan menangis di pusara Bapaknya, setelah puas Ia pun segera kembali ke Rumah Orang tuanya.
Ia masih menetap disana, berbincang-bincang dengan Nur dan juga Baim. Malam harinya ternyata Ratna menyusul, dari kota Surabaya ke Desanya Nur, sebuah desa di kota Malang memang hanya membutuhkan 5 jam perjalanan mobil.
"Mbak, bagaimana kabar mbak Ratna, kabar 2 keponakanku juga bagaimana? Kenapa mereka tidak di ajak ?" Tanya Nur yang mencoba bersikap ramah pada kakak ipar nya itu sambil mencium tangan kanan nya, sebagai pengormatan pada yang tertua.
"Baik, semuanya baik, mereka besok sekolah, jadi bisa ikut. Oh iya, ini siapa?"balas Ratna dan menunjjuk pada Baim.
"Saya suaminya mbak !"jawab Baim.
"Owh, kapan yang nikah, kok Aku gak tahu"
"Seminggu yang lalu "balas Nur.
"Baguslah kalau begitu, berarti Sudah ada yang akan menjaga dan memberikanmu tempat tinggal setelah keluar dari rumah ini?" Ucapan Ratna yang tajam itu langsung membuat Nur terkejut.
"Apa maksud mbak berbicara seperti itu ?" Nur terkesiap, apalagi kondisi setelah acara tahlilan itu, hanya tersisa mereka berempat, Jadi Nur merasa leluasa bertanya.
"To the poin saja ya, sebenarnya dari dulu kami ingin mengatakan ini, tapi kami menghargai Bapak, jadi ketika Bapak sudah tiada, sekarang lah kesempatannya ksmi utarakan ini pada mu, saudara perempuan bang Sofyan satu-satunya" Guman Ratna dengan nada lemah lembut tapi tersirat aura yang tajam dan tidak meng enakan.
"Begini, Rumah dan pekarangan di timur rumah ini semua sudah atas nama bang Sofyan. Dari dulu, kami ingin menjualnya, tapi kami nunggu Bapak pergi, jadi maaf dengan terpaksa kami harap kamu mengerti, kami akan menjualnya, karna kami butuh modal untuk mengembangkan usaha kami "ucapan Ratna itu bagaikan petir disiang bong, hati Nur merasa tertusuk tombak bukan karna Dia diusir secara halus dari Rumahnya sendiri itu, tapi karna kakak serta iparnya membahas warisan di saat tanah kuburan Bapak mereka masih basah, bulir bening pun lolos dari retinanya begitu saja.
"Kenapa mbak membahas masalah warisan di saat dihari Bapak meninggal ? Disaat tanah kuburannya masih basah Tega kalian !" Ucap Nur dengan air mata yang menganak sungai.
"Dimana prasaan kalian, Bapak sakit bertahun-tahun tapi sekalipun tidak pernah kau jenguk atau mengirim uang untuk membiayai keperluan Bapak, sekarang setelah Bapak tiada, abang langsung membicarakan ini tanpa menjaga etika sebagai seorang anak" ucap Nur dengan tangisan.
"Justru karna Bapak sudah meninggal, Kami baru bisa menyampaikan ini , lagi pula ini bukan tentang rebutan warisan, karna sudah jelas, semuanya sudah atas nama bang Sofyan, jadi ini hak kami dari dulu " Ratna pun mengeluarkan selembar sertifikat tanah dan rumah itu yang atas nama suaminya.
Sementara Sofyan hanya diam, Ia terlihat tak berkutik dengan sikap istrinya. Sedangkan Baim sebenarnya sudah sangat gatal ingin memaki Sofyan dan Ratna, tapi karna Ia merasa tidak pantas karna hanya orang luar, jadi dia hanya bisa mendengar.
"Oh iya, kami mau tidur dulu, besok pagi kami mau pulang, kami beri waktu seminggu untuk mengkosongkan rumah ini "Ucapan Ratna tajam seraya menarik lengan suaminya untuk segera masuk ke kamarnya dan tidak peduli dengan apa yang diucapkannya pada adik iparnya barusan.
"Nurrr...!!! kenapa kamar kami berantakan gini, ini juga baju-baju Bang Sofyan juga terlihat berantakan, jorok banget sih , kamu tidak merapikannya ya !" Keluh Ratna dari kamarnya.
"Itu karna kamarnya sudah bertahun-tahun tidak ditempati, jelas lah kamar itu telah di huni penghuni dari alam lain alias jin " sahut Baim dari ruang tengah, padahal yang tidur di kamarnya itu Dia sendiri.
"Bang...gimana ini bang, kalau ada jin nya gimana?" Ratna ketakutan.
"udah jangan di dengar, ayo tidur !"Sofyan menenangkan Ratna.
Sementara Baim, sebenarnya kebingungan, Ia harus tidur di mana, biasanya Ia tidur di kamar Sofyan, masak iya sekarang harus tidur di Dipan itu lagi, pikir Baim.
Namun kemudian Nur menarik lengan Baim menuju kamarnya.
"Untuk malam ini tidurlah disini bersamaku, tapi jangan dekat-dekat denganku" ucapnya dengan tangisan yang tertahan.
"Mbak kalau mau menangis, menangislah , Aku mengerti prasaan mbak, sudah Bapak meninggal punya kakak gak tau diri pula, dasar anak durhaka !! " guman Baim yang sudah duduk di tepi ranjang Nur, mendengar itu Nur mengambil Bantal dan mendekap kan ke wajahnya serta menangis sejadi-jadinya, namun suara tangisnya tak terdengar jelas
Baim hendak menenangkannya dengan mengelus pundaknya, tapi di urungkannya, karna selama jadi istrinya Ia memang tidak pernah menyentuhnya.
Setelah puas menangis, Nur melepaskan bantal itu, tampak matanya bengkak dan bantalnya basah penuh air matanya, melihat Nur sudah mulai tenang, Baim pun mulai bicara.
"Mbak, setelah tujuh hari Bapak, sebaiknya kita segera pergi dari sini, Aku akan membawamu dari kakak yang tidak tahu diri itu, Aku akan menjaga mbak, untuk sementara kita akan mengontrak rumah, kita akan memulai hidup baru, kita akan berjuang bersama, jangan bersedih lagi, sekarang ada Aku bersamamu, Aku janji akan selalu bersamamu dalam menjalani hidup ini, Biarlah kakakmu yang durhaka itu mengambil semua nya ini, yang jelas, Karma itu pasti ada untuknya ,Allah itu maha tahu dan maha adil, Dia tidak akan membiarkan hambanya teraniaya seperti ini" mendengar itu Nur berhambur ke pelukan Baim dan menangis disana.
Ini untuk pertamakalinya Nur dan Baim bersentuhan, tapi untuk saat ini, Nur hanya sedang membutuhkan sandaran atas apa yang menimpanya, sesaat Dia merasa menemukan kedamaian dalam pelukan itu.
"Kamu janji ya jangan meninggalkanku, Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi sekarang, " ucapnya dalam tangisnya.
"Ia mbak, Aku janji, karna mbak itu istriku" balas Baim sambil merangkul Nur, tapi saat sadar Baim merangkulnya, Nur pun merasa canggung dan melepaskan tubuhnya dari pelukan itu.
"Aku mau tidur, kamu tidurlah disini, tapi jangan sentuh Aku dulu ya" pinta Nur.
"Iya mbak, Aku mengerti" ucap Baim segera.
Mereka pun tidur dengan pikiran masing-masing, Nur sama sekali tidak menyangka kakaknya akan setega itu padanya , mengambil semua tanah dan rumah orang tuanya dan secara halus mengusirnya, meski setidaknya mereka masih menunggu 7 hari Bapaknya di tahlili.
Keesokan paginya.
"Nur, kami pulang, maaf ya, jika kami harus menjual rumah dan pekarangan ini, kami memang sangat butuh, oh iya, untuk barang-barang di rumah ini kau bisa membawanya" ucap Ratna. Sofyan hanya Diam, Nur yang juga diam, hanya bisa melirik tajam pad kakak kandungnya itu, yang sangat tunduk pada istrinya, kemudian mreka pun berlalu pergi.
Nur juga tidak bisa berbuat apa-apa, hatinya terasa hancur, baru saja Bapaknya tiada, kini Ia pun harus terusir dari rumahnya sendiri, Ia merasa sudah tidak punya saudara lagi, karna kakaknya telah keterlaluan. Rumah dan tanah yang atas nama kakaknya sudah bisa dipastikan karna Pak Munif dari dulu sangat pilih kasih dan selalu membanggakan Sofyan, sehingga Nur percaya saja dan menerima tentang surat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
N Wage
bab yg bikin darting!!!
di dunia nyata emang ada kok, manusia2 durhaka spt si sofyan dan si ratna itu.
gak ada akhlak...semoga kalian segera menuai karma😠
2022-12-14
0
Sri Rahayu
bagusss bagusss!??
2022-07-11
0
Nur Aipa
kasian bgt nur
2022-07-10
0